Sinopsis Novel Jalan
Menikung Para Priyayi 2
Karya Umar Kayam - Selamat malam, selamat berjumpa lagi dengan blog MJ
Brigaseli. Pada kesempatan kali ini saya akan berbagi sinopsis novel Jalan Menikung Para Priyayi 2 karya Umar Kayam yang diterbitkan oleh PT Pustaka Utama Grafiti pada
tahun 1999.
Jalan
Menikung merupakan kelanjutan kisah keluarga besar Sastrodarsono di Wanagalih,
Jawa Timur, dalam novel Para Priyayi. Maka dari itu, novel Jalan Menikung
disebut juga Para Priyayi 2.
Novel
Jalan Menikung (Para Priyayi 2) menceritakan kehidupan cucu-cucu Eyang
Sastrodarsono, terutama suami isteri Harimurti dan Sulistyaningsih, serta Tommi
dan Jeanette yang tinggal di Jakarta. Harimurti merupakan anak dari Hardoyo,
salah satu dari tiga putra Eyang Sastrodarsono.
Hari
dan Suli dikaruniai seorang anak laki-laki yang diberi nama Eko. Eko tumbuh
menjadi anak yang sangat cerdas, sehingga ketika kelas dua SMA, ia mendapat
beasiswa dari AFS (American Field Service)
untuk menamatkan SMA di Amerika. Setelah lulus SMA, ia disarankan untuk mencari
beasiswa dan melanjutkan studi di Sunnybrook College oleh Prof. Samuel D.
Levin, yang juga seorang Guru Besar di tempat itu. Setelah mendapat persetujuan
orang tuanya di Jakarta, akhirnya Eko menerima saran tersebut. Ia pun tinggal
di rumah Prof. Samuel D. Levin yang telah menjamin seluruh biaya hidupnya
selama di Amerika.
Suatu
ketika, Hari yang bekerja sebagai seorang redaktur penerbitan di Penerbit Mulia
Mutu, dipecat oleh atasannya karena masa lalunya. Hari dikatakan “tidak bersih
diri” karena pernah menjadi anggota Lekra dan HSI serta terlibat G30S/PKI. Ia pun
pergi ke rumah Lantip, kakak angkatnya, untuk menceritakan tentang kejadian
pemecatannya.
Eko
menamatkan kuliahnya dengan cepat, tetapi ketika akan pulang ke Indonesia, Hari
dan Suli justru melarangnya karena takut Eko akan mengalami nasib buruk terkena
dampak masa lalu ayahnya. Akhirnya Eko tetap tinggal di Amerika dan bekerja di
Asia Book, sebuah perusahaan penerbitan di New York. Ia sangat akrab dan dekat
dengan Claire Levin, putri Prof. Levin, hingga membawa mereka pada pergaulan
bebas yang menyebabkan Claire hamil. Eko pun mengirim surat untuk meminta restu
dari kedua orang tuanya untuk menikah dengan Claire.
Orang
tua dan keluarganya di Indonesia sangat terkejut, terlebih Suli, ibunya Eko. Ia
belum bisa menerima kalau anak satu-satunya akan menikah dengan seorang Yahudi
Amerika. Namun, mereka tidak bisa berbuat apa-apa lagi karena Claire sudah
mengandung anak Eko. Akhirnya, pernikahan Eko dan Claire pun berlangsung di
rumah orang tua Claire. Eko mengenakan jas dan peci hitam seperti pesan ibunya
di Indonesia, agar tetap terlihat bahwa dirinya adalah seorang muslim. Setelah
Eko menandatangani surat pernikahan, Eko mengucapkan surat Al-Fatihah dan
Ar-Rum sesuai dengan janjinya kepada ibunya.
Eko
dan Claire mendapat kado pernikahan dari Alan Bernstein,
atasan Eko, yaitu tiket
berlibur sekaligus tugas kantor untuk Eko meninjau
pasar-pasar Asia Books
ke beberapa kota di Asia Timur dan Asia Tenggara, salah satunya adalah Jakarta.
Pasangan
itu sangat senang sekali dengan tugas yang diberikan Alan, karena mereka bisa
mampir ke rumah orang tua Eko.
Sementara
itu di Jakarta, Tommi, sepupu Harimurti, mengadakan acara peresmian rumah
barunya sekaligus rapat untuk membicarakan masalah pemugaran atau perbaikan
kembali komplek pemakaman keluarga besar Sastrodarsono, yang dihadiri oleh
keluarga besar Sastrodarsono.
Tommi
menginginkan agar pemakaman diganti menggunakan kijing dari marmer Italia,
namun Hari dan Lantip tidak setuju. Mereka ingin makam orang tua mereka tetap
menggunakan teras abu-abu dari Solo. Suasana di rumah itu menjadi tegang, semua
tetap pada pendiriannya. Tommi yang emosi akhirnya pergi ke rumah selingkuhannya,
Endah Rahayu Prameswari, pemilik Boutique Catlea yang sebelumnya
menjadi sekertaris proyek yang pernah dikerjakan Tommi.
Emosi
Tommi bertambah ketika mengetahui bahwa Anna, putri bungsunya, telah hamil di luar nikah dengan
Boy Saputro, laki-laki berdarah Cina anak Handoyo Saputro, mitra bisnis Tommi di
Jawa Tengah. Akhirnya Tommi memutuskan untuk tidak membiayai dan
menghadiri perkawinan anaknya yang diselenggarakan oleh keluarga Handoyo karena ia tidak mau darah priyayi
Jawanya bercampur dengan darah bukan Jawa. Seluruh keluarga
Sastrodarsono hadir menemani Jeanette yang seorang diri, karena Bambang anak
sulungnya solider dengan ayahnya.
Beberapa
minggu kemudian, Eko dan Claire sampai di bandara Soekarno-Hatta dan dijemput
oleh kedua orang tuanya serta Lantip dan Halimah. Mereka saling
memperkenalkan diri kepada Claire. Claire bisa langsung akrab dengan mereka. Begitupun dengan
keluarga besar Eko yang lain. Selama di Jakarta, Eko dan Claire mengunjungi
rumah keluarga besar Eko dan mendapat sambutan dengan baik, bahkan Jeanette,
istri Tommi memberi bros berlian serta uang sepuluh ribu dolar sebagai kado
pernikahan mereka. Keluarga Marie dan Maridjan, om dan tante Eko, memberinya
hadiah pernikahan berupa uang sebesar lima puluh ribu dolar.
Claire juga akrab dengan pemandangan di
Indonesia, dengan musik-musik Jawa, suara-suara burung dan semua makanan khas
Jawa. Hari dan Suli dangat senang sekali anak dan menantunya berada di
rumahnya. Karena, selama ini mereka kesepian dan hidup hanya berdua saja. Mereka
menceritakan semua kejadian-kejadian yang belum diketahui oleh Eko dan Claire,
termasuk tentang pemugaran komplek makam keluarga Sastrodarsono.
Di
Wanagalih, proyek pemugaran makam keluarga Sastrodarsono sudah hampir selesai,
dengan dikerjakan para ahli dari Italia. Keluarga Tommi mengadakan
peresmian pemugaran makam dengan dihadiri keluarga besar Sastrodarsono dari
Jakarta, termasuk Eko dan Claire, serta Anna dan Boy yang sudah diterima oleh
ayahnya tersebut. Acara peresmian itu berlangsung sangat mewah dan dihadiri
pula oleh Bupati Wanagalih dan rekan-rekan bisnisnya.
Di kompleks makam Sastrodarsono,
kijingnya semua diganti dengan marmer Italia, tetapi hanya makam orang tua
Lantip dan Hari yang berkijing teraso. Pada acara tersebut, Tommi seakan-akan ingin menunjukkan
kekayaannya. Malam harinya ia mengadakan pasar malam dan wayang kulit di
lapangan pemakaman tersebut.
Seminggu
setelah acara peresmian pemugaran makam keluarga Sastrodarsono
di Wanagalih,
Hari, Suli, Eko, Claire, Lantip, dan Halimah pergi ke Padang Pariaman, daerah
asal dari Halimah, istri Lantip, untuk mengunjungi makam keluarga Halimah yang sederhana,
tidak seperti keluarga suaminya di Wanagalih. Di Pariaman,
Lantip sangat menikmati keindahan kota tersebut yang dianggapnya mirip dengan
Wanagalih.
Malam
harinya mereka membicarakan semua yang terjadi dalam
hidup mereka. Pembicaraan
tentang perantauan Halimah ke Jawa dan Eko ke Amerika. Mereka menyadari bahwa
jalan yang mereka lalui telah menikung. Hingga pada akhirnya
Suli mengatakan bahwa ia ikhlas dan rela Eko kembali ke Amerika bersama Claire
dan merestui pernikahan mereka dengan ikhlas.
Eko
dan Claire pun kembali ke Amerika. Claire melahirkan seorang anak laki-laki
yang
diberi nama Solomon yang diartikan sebagai Sulaiman dalam agama islam. Mereka
sadar dan yakin bahwa tidak ada jalan kehidupan yang tidak menikung, begitu
juga dengan jalan menuju masa depan adalah jalan yang terus menikung.
Itulah tadi sinopsis novel Jalan Menikung Para Priyayi 2 karya Umar Kayam.
Semoga bisa bermanfaat dan menghibur pembaca semuanya.
0 Response to "Sinopsis Novel Jalan Menikung Para Priyayi 2 Karya Umar Kayam"
Posting Komentar