Sinopsis Novel Sebuah Lorong di
Kotaku Karya Nh. Dini - Selamat malam, selamat berjumpa lagi dengan blog MJ
Brigaseli. Pada kesempatan kali ini saya akan berbagi sinopsis novel Sebuah Lorong
di Kotaku karya Nh. Dini yang diterbitkan pertama kali oleh Gramedia Pustaka
Utama pada tahun 1978.
Bentuk rumah yang memiliki ciri khas kekunoan dan halaman luas itu telah
memikat hati ibu. Akhirnya kakek dari kedua belah pihak mengeluarkan biaya
masing-masing sebagai uang pembelian.
Sejak beberapa hari hujan turun dengan kepadatan
musim yang tidak dapat ditahan. Kala itu Dini tidak diperbolehkan main keluar
karena cuaca yang tidak bersahabat. Dini hanya diperbolehkan main di dalam
rumah. Biasanya ibu Dini menyuruhnya untuk bermain di tengah pendapa yang ada meja
bilyarnya. Biasanya di cuaca buruk seperti itu Dini bermain ditemani dengan
anak pembantunya yang perempuan.
Suatu ketika Ayah Dini menawarkan pada kami
semua untuk mengunjungi kakek yang berada di Tegalrejo. Liburan ke
desa yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba juga di depan mata. Ibu mempersiapkan bekal perjalanan. Ibu tidak pernah setuju kalau harus membeli makanan di perjalanan. Alasannya sederhana, selain soal uang, makanan dari luar juga kurang terjaga kebersihannya.
Kami melakukan perjalanan dengan kereta api.
Saat kereta api berhenti di Madiun, kami
bertemu dengan paman Sarosa yang juga akan ikut bersama kami ke rumah kakek.
Perjalanan kemudian dilanjutkan dengan naik bus dan andong. Langit kelihatan
redup karena matahari telah turun. Kami sampai di rumah kakek ketika hari sudah
gelap.
Kami disambut dengan gembira di rumah kakek. Di sana Dini
dan keluarganya menghabiskan waktu untuk bermain-main di sawah dan berkeliling
desa. Paman Sarosa membukakan rahasia isi kebun kepadaku. Dia menunjukkan
kepadaku bahwa sawah dapat menghasilkan bermacam-macam bahan pengisi wajan dan
kuali. Keesokan harinya paman membawa kami lebih jauh, menuruti jalannya
sungai. Kami semua dibawa ke sebuah sungai untuk sekadar bermain-main dan berenang di sana.
Dua hari telah berlalu. Dini dan
keluarganya harus menyudahi kesenangannya di desa dan melanjutkan perjalanan ke Ponorogo tempat orang tua dari Ibu Dini, di
rumah pak De dan Bu De sebutannya. Sore waktu asar, kami semua sampai di
Ponorogo.
Dini merasa tidak nyaman di rumah Pak De dan Bu
De karena segala sesuatu yang kami perbuat harus diperhitungkan. Selama tiga
hari di Ponorogo, kenangan yang terpaku di dalam ingatan Dini bukanlah
keakraban keluarga, melainkan dingin dan penuh aturan yang tidak masuk akal.
Tak sekalipun Dini dan kakak-kakaknya merasakan kehangatan sebagai seorang cucu
si pemilik rumah.
Tiga hari telah berlalu, kami meninggalkan
Ponorogo tanpa menyesal. Ayah memutuskan untuk singgah sebentar di Surakarta.
Di sana kami tiba sore hari untuk
berkunjung ke rumah Mbah Patih atau Mbah Lik, dan keesokan harinya kami harus sudah melanjutkan perjalanan pulang ke
Semarang.
Begitu kembali ke rumah, kuperhatikan kesibukan
yang tidak semestinya mengambil peranan di segala penjuru. Ibu lebih banyak
menyibukkan diri untuk menyimpan makan kering untuk disimpan di loteng. Setiap
malam para tetangga juga berdatangan ke rumah untuk mendengarkan siaran radio langsung dari Australia. Dengar-dengar akan terjadi perang.
Saat liburan puasa, Dini dan Maryam kembali mengunjungi kakek di desa. Mereka mengahbiskan
waktu liburan lebaran di sana. Beberapa hari sebelum Lebaran, orang tua dan kakak-kakak Dini yang
lain menyusul ke rumah kakek.
Dini mulai bersekolah dan semua kakakku
sekolah di HIS. Di HIS semua murid harus berbahasa Belanda. Tapi
ayah selalu mewajibkan kami berbahasa Jawa. Suatu hari ketika Dini asyik bermain dengan teman-teman mendadak terdengar suara-suara letusan,
diiringi raungan sirene tanda bahaya. Maryam memaksa pulang karena kami akan
mengungsi ke kampung Batan.
Sejak waktu itu siang maupun malam hari sering
kali ada serangan. Semua kantor dan sekolah ditutup. Kendaraan umum tidak
diperbolehkan untuk hilir mudik. Karena ibu tidak mau mengungsi, ayah
membuat lubang perlindungan di bawah pohon mangga. Untuk penutupnya digunakan
ranting-ranting dan daun.
Kesukaran bahan makanan mulai terasa. Seisi
kampung mulai khawatir akan adanya kelaparan. Sebisa mungkin orang tua Dini
membagi apa yang dihasilkan dari kebun untuk dibagikan kepada para tetangga. Kala
itu salah satu kakakku Teguh mengatakan bahwa Belanda sudah meninggalkan
Indonesia, dan kepemimpinan beralih ke tangan Jepang.
Itulah tadi sinopsis
novel Sebuah Lorong di Kotaku karya Nh. Dini. Semoga bisa bermanfaat dan
menghibur pembaca semuanya.
0 Response to "Sinopsis Novel Sebuah Lorong di Kotaku Karya Nh. Dini"
Posting Komentar