Sinopsis Novel La Hami Karya Marah
Rusli - Selamat sore,
selamat berjumpa lagi dengan blog MJ Brigaseli. Pada kesempatan kali ini saya
akan berbagi sinopsis novel La Hami karya Marah Rusli yang diterbitkan pertama
kali oleh Balai Pustaka pada tahun 1953.
Sudah dua
bulan lamanya, Ompu Keli dan istrinya menunggu dengan cemas keberadaan anak
angkatnya La Hami yang telah disuruh pergi oleh mereka bertandang ke Gunung
Donggo. Perjalanannya mengendarai kuda Sumba dengan senjata parang, tombak,
panah, jerat, dan tanpa membawa bekal makanan. Perjalanannya dari sini ke Kempo
melalui Sanggar, dompo, padende, lalu ke Gunung Soromandi.
Di Sanggar,
La Hami disambut senang oleh Ompu Ito, bahkan La Hami diberi bekal makanan
olehnya. Selain perjalanannya ke Gunung Donggo, La Hami juga melakukan
perjalanan ke Bima. Ketika perjalanan ke Bima, La Hami mengalami beberapa
halangan. La Hami turun dari Gunung Soromandi ke Bima tanpa menunggang Sumba.
Ketika
menyeberang menuju Bima, ikutlah nelayan yang bernama Kifa dan La Hami menginap
di rumahnya. Di tempat tinggal Kifa kebetulan sedang ada perayaan Maulid Nabi
dan upacara perayaan Sirih Puan yang diramaikan dengan permainan Kuraci
(berpukul-pukulan badan dengan rotan) dan permainan bersepak kaki.
Melihat
permainan bersepak kaki, La Hami tampaknya ingin mencoba. Setelah diladeni jago
Wera ternyata roboh oleh La Hami. Datang orang tinggi besar menahannya untuk
berlawanan, dengan terpaksa La Hami menerima karena La Hami dilecehkan. Akhirnya
dia menuruti tantangan jago dari Sape tersebut dan akhirnya Sape tersebut
kalah.
La Hami
dipanggil Sultan Bima yakni Sultan Kamarudin. La Hami berada di depan permaisuri
Sultan, putri-putrinya, dan para punggawa untuk diberi pekerjaan. Namun, La
Hami mohon untuk pulang kampung Sanggar pamit pada kedua orang tuanya.
Malam hari
Ompu Keli bercerita kepada La Hami tentang asal-usulnya. Diceritakan pada 24
tahun yang lalu, yang menjadi Datuk Rangga di negeri Sumbawa adalah Raja Ajong
atau Ompu Keli dan didampingi sang istri Putri Nakia. Saat itu Raja Sumbawa
adalah Sultan Badrunsyah.
Kepergiannya
karena keadaan pemerintahan saat itu tidak stabil. Terjadilah fitnah dari Daeng
Matita yang haus jabatan. Ia bekerja sama dengan Ponto Wanike, seorang pimpinan
bajak dari pulau Ragi.
Pada suatu
hari, Ompu Keli pergi memancing ke pantai. Di situlah, Dewa mendengar tangisan
bayi. Setelah didekati ternyata seorang bayi laki-laki yang berumur sekitar
satu bulan. Bayi itu diletakkan di atas sampan beralaskan tikar jontal yang
baik anyamannya, berkalung dokoh yang terbuat dari emas, berselimutkan sutera
bertekad emas dan semuanya berciri dari Bima. Lalu dibawanya pulang dan diberi
nama La Hami. Ina Rinda atau Putri Nakia merasakan senang karena selama ini tak
berketurunan.
Terdengar
kabar oleh Daeng Matita bahwa Raja Ajong yang menyingkirkan diri dari Sumbawa
kini ada di pantai Sanggar dengan mengganti nama Ompu Keli dan akhirnya timbul
kembali dendam lamanya yang sudah 24 tahun. Daeng Matita akan segera menyerang
Sanggar. Dibagilah tugas mereka dengan Ponto Wanike menyerang pantai Sanggar
dan Daeng Matita menyerang dari arah darat yakni di Lembah Jambu.
Perang belum
dimulai namun rencana serangan pasukan sumba telah tercium oleh pasukan Sanggar
sehingga Sanggar telah bersiap-siap. Di kedua belah pihak terdapat pasukan yang
mati dan luka-luka, namun jumlah yang celaka lebih banyak di pihak Sumba.
Dengan gagah berani, Ponto Wanike bisa dibunuh oleh La Hami.
Kemudian
pasukan Sanggar menuju lembah Jambu untuk membantu Raja Ajong dan Lalu Jala. Di
tengah perjalanan pasukan yang dipimpin Daeng Matita dihadang oleh pasukan
Sanggar dan peperangan terjadi dengan dahsyatnya. Pasukan Sumba terlihat
kewalahan karena harapan bantuan dari pasukan lain tidak kunjung datang
sementara pasukan Sanggar mendapat bantuan dari Dompo dan Kempo.
Semakin
paniklah Daeng Matita. Datanglah pasukan La Hami tambahlah kacau pasukan Sumba.
Sebagian besar pasukan Sumba terbunuh, Daeng Matita melarikan diri setelah
menebas rusuk Raja Ajong. Namun setelah dikejar oleh pasukan Sanggar yang
terpencar akhirnya Daeng Matita bisa dilumpuhkan, sedangkan pasukan yang
tersisa diampuni dan kembali ke Sumba.
Sultan
Komarudin yang sedang asik bercengkerama dengan permaisuri Cahya Amin dan
putrinya Putri Sari Langkas, teringatlah bahwa suatu saat tak ada lagi yang
bisa menggantikan baginda karena tak punya anak putra. Anak sulungnya telah
diculiknya 24 tahun yang lalu, sedangkan Putri Sari Langkas adalah putri kedua.
Akhirnya
teringatlah sang permaisuri kepada pemuda yang bernama La Hami karena umur dan
perawakannya mirip dengan putra sulungnya bahkan mirip dengan Sultan Komarudin.
Khayalannya dengan La Hami akhirnya membuat penasaran yang semakin mendalam.
Namun, permaisuri tidaklah yakin karena pemuda itu bernama La Hami yang telah
membinasakan Daeng Matita dan Ponto Wanike dari Sumbawa.
Cahya Amin
lalu membayangkan dan mencari-cari sebab Ompu Keli ternyata Raja Ajong atau
Datuk Rangga Sumbawa dulu yang menyingkir ke pantai Sanggar 24 tahun lalu.
Namun, permaisuri ragu karena Raja Ajong seingat permaisuri tidak punya anak.
Akhirnya
permaisuri mengutus pengawal untuk mencari tahu tentang La Hami ke Sanggar.
Beberapa hari kemudian, utusan itu pulang memberi kabar bahwa yang sebenarnya
La Hami adalah anak Ompu keli, Raja Ajong Sanggar yang dulu adalah Datuk Ranga
Sumbawa.
La Hami
adalah anak angkat yang ditemukan di pantai Sanggar ketika masih berumur
sekitar satu bulan dengan tanda-tanda ada sehelai tilam daun jontal, sehelai
selimut buatan Bima, dan dokoh mas yang amat permainya. Mendengar kabar Cahya
Amin sangat gembira karena pastilah La Hami itu putranya dan dengan segera
beberapa hari kemudian menyuruh utusan untuk menjemput La Hami.
Kabar yang
menyenangkan seisi istana Sanggar ini membuat Raja Sanggar, Sultan Amarullah,
Raja Ajong, Lalu Jala, La Hami, dan Putri Nakia datang menghadap Sultan Abdul
Azis untuk mengabarkan perihal yang sebenarnya. Sebelum datang rombongan dari
Sanggar, terdengarlah kabar kalau Sultan Bima Sultan Kamaruddin akan datang ke
Dompo untuk menjemput putranya La Hami.
Perjalanan
dari Dompo ke Sanggar, Sultan Kamaruddin diiring oleh Raja Ajong, Permaisuri
Cahya Amin dan Putri Sari Langkas diiring oleh Putri Nakia, dan La Hami dengan
Lalu Jala. Dalam perjalanan menuju Sanggar terlihatlah pula kalau Lalu Jala
menyukai adik La Hami yakni Putri Sari Langkas.
Pada suatu
hari, Sultan Bima menyampaikan maksudnya melamar Putri Nila Kanti untuk La Hami
dan Raja Sanggar Sultan Amarullah melamar Putri Sari Langkas kepada Sultan Bima
Sultan Kamaruddin untuk Lalu Jala. Pada hari yang telah ditentukan, dilangsungkanlah
perkawinan keempat sejoli ini dengan meriah. Beberapa bulan kemudian, La Hami
dinobatkan menjadi Sultan Bima dengan gelar Sultan Abdul Hamid dan Lalu Jala
dinobatkan menjadi Sultan Sanggar dengan gelar Sultan Abdul Jalal.
Itulah tadi sinopsis
novel La Hami karya Marah Rusli. Semoga bisa bermanfaat dan menghibur pembaca
semuanya.
0 Response to "Sinopsis Novel La Hami Karya Marah Rusli"
Posting Komentar