Sinopsis Novel Anak Semua Bangsa
Karya Pramoedya Ananta Toer - Selamat pagi, selamat berjumpa lagi dengan blog MJ Brigaseli. Pada kesempatan
kali ini saya akan berbagi sinopsis novel Anak Semua Bangsa karya Pramoedya
Ananta Toer.
Novel Anak
Semua Bangsa merupakan novel kedua dari tetralogi Buru. Cerita diawali dengan
kisah Annelis yang harus pergi ke negeri Belanda atas perintah pengadilan
berdasarkan tuntutan Ir. Maurits Mellema. Kejadian ini dikisahkan lewat
surat-surat Panji Darman kepada Minke dan Nyai Ontosoroh. Diceritakan bahwa Annelis
sakit keras selama di perjalanan. Sesampainya di Belanda, ia meninggal dunia
pasca beberapa hari dirawat di rumah sakit.
Meninggalnya
Ann membuat Minke dan Nyai Ontosoroh benar-benar terpukul. Tapi keduanya
bertekad untuk terus berjuang. Minke sendiri masih tinggal di rumah Nyai meski
beberapa kali menyatakan ingin pergi. Ia merasa tak berkembang di hadapan
seorang wanita luar biasa yang menjadi mertuanya itu. Sedangkan di sisi lain,
Nyai berusaha untuk menahannya tetap tinggal di Wonokromo.
Karena masih
bimbang, Minke meneruskan aktivitasnya menulis. Dan di sini, ia mendapat kritik
pedas dari dua sahabatnya, Jean dan Kommer. Jean Marais, misalnya, mengatakan
ia tak mengenal bangsanya sendiri. Ia menyindir Minke yang hanya mau menulis
dengan Bahasa Belanda dan tak mau menulis dalam Bahasa Melayu.
Minke
tersinggung. Selama ini, ia merasa sangat terpelajar seperti orang Belanda
karena menggunakan bahasa tersebut. Ia mengira pemakaian Bahasa Melayu akan
merendahkan dirinya seperti pribumi kebanyakan. Jean yang dulunya serdadu
kumpeni itu balik menanyakan pada Minke mengenai perlakuan Belanda pada
dirinya. Apakah Belanda berpihak ke pribumi? Lantas untuk apa menggunakan
bahasa yang hanya dimengerti Belanda, bukannya pribumi? Bukankah dengan
menggunakan bahasa pribumi, dia akan dibela oleh sesama kaumnya? Bukankah dulu
Kommer yang indo itu juga membela Minke dengan koran berbahasa Melayu?
Perdebatan
panas itu membuat keduanya marah satu sama lain. Tapi anak Jean, Maysaroh
berhasil meluluhkan kedua sahabat itu untuk berbaikan lagi. Minke juga sedikit
banyak terpengaruh kritikan sahabatnya. Apalagi saat koran Belanda tempatnya
menulis (S.N v/d D) mempublikasikan tulisan palsu yang menyerang seorang China
yang ia kagumi, Kow Ah Soe. Kow Ah Soe adalah seorang pejuang kemerdekaan China
yang pergi ke Indonesia untuk menghimpun peranakan China supaya bangkit melawan
penjajahan di negaranya. Ia ingin China meniru Jepang yang saat itu mulai
bangkit dan mampu duduk sama setara dengan bangsa kulit putih. Rupanya, hal ini
dibenci pemerintah kolonial Belanda termasuk medianya karena dianggap akan
memprovokasi pribumi melakukan hal yang sama.
Tulisan
wawancara Minke pada Ah Soe diubah total oleh S.N v/d D menjadi
pemberitaan yang sangat mendiskreditkan pejuang dari negeri tirai bambu
tersebut. Minke kecewa, dan pandangannya bahwa Belanda adalah bangsa yang
beradab mulai goyah. Ah Soe sendiri jadi target pengejaran karena dianggap
membahayakan. Suatu hari, ia datang ke tempat Nyai Ontosoroh dan Minke. Minke
menjelaskan duduk perkaranya. Nyai pun dengan segera menaruh simpati pada
pemuda tersebut dan bersedia melindunginya dengan menempatkannya di bawah
pengawasan Darsam.
Di sisi
lain, Kommer juga mulai memanasi Minke. Ia mengatakan bahwa sahabatnya itu
lebih kenal Belanda dibanding kaumnya sendiri. Saat diajak Nyai Ontosoroh
berlibur ke kampung halamannya di desa sekitar Pabrik Gula Tulangan, Minke
bertekad untuk menjawab kritik Kommer dan Jean. Ia sendiri mulai sadar bahwa ia
memang tak kenal dengan bangsanya sendiri. Ia sadar akan status dirinya sebagai
anak priyayi pengagum Belanda yang lupa akan dirinya sebagai kaum
terjajah.
Berjalan-jalan
di suatu sore di sekitar pabrik gula, Minke mendengar ada keributan. Ia
mendapati ada seorang petani yang sedang mengamuk. Pelan-pelan, Minke
mendekatinya dan mencoba mencari tahu apa yang membuat petani Jawa yang
biasanya ramah dan nrimo menjadi beringas seperti itu. Rupanya, akar
permasalahannya terjadi tatkala si petani yang bernama Trunodongso hendak
digusur sawah dan rumahnya oleh pabrik gula. Uang gantinya juga sangat sedikit
dan tak sepadan dengan tanah yang harus diserahkan. Tapi Belanda terus
mengancam. Ia pun menjadi satu-satunya petani yang bertahan di antara
teman-temannya yang akhirnya menyerah. Minke membuat laporan peristiwa tersebut
dan berjanji akan membantu Truno. Tapi lagi-lagi, saat kembali ke kota,
laporannya disingkirkan oleh koran tempatnya bekerja. Rasa percayanya pada
Belanda pun raib.
Pada satu
malam, Nyai dan Minke mendapat kabar meninggalnya Kow Ah Soe saat pemuda
tersebut mencoba meneruskan misinya di Indonesia. Dalam suasana berkabung,
tiba-tiba pintu rumah mereka diketuk. Dan ternyata, Truno yang datang dengan
luka menganga di tubuhnya akibat bentrok dengan pabrik gula Belanda. Nyai
bersedia membantu keluarga petani itu. Apalagi setelah tahu bahwa modal usaha
dari suaminya dulu kemungkinan besar berasal dari dirampasnya tanah kaum tani.
Nyai Ontosoroh berpikir bahwa pabrik tersebut berhutang pada semua petani yang
digusur suaminya saat menjabat menjadi pimpinan pabrik Tulangan. Selain
bertekad menampung keluarga Truno, ia juga bertekad membuatkan sekolah untuk
kaum tani.
Pada saat
itu juga, secara mengejutkan Nyai meminta Minke untuk ke Batavia dan
melanjutkan sekolah di sana. Minke menyetujui rencana dadakan tersebut dengan
senang meski bimbang melihat Nyai harus mengurus Truno sendiri. Tapi ia tetap
berangkat. Sayangnya, belum lama ia di kapal, ia diminta untuk kembali. Ada
sesuatu dari Nyai yang sangat mendesak: Ir. Maurits Mellema datang ke Hindia
Belanda dan kemungkinan besar akan merampas harta Nyai Ontosoroh dan pabriknya.
Tak punya
pilihan lain, Minke akhirnya kembali ke Buitenzorg Wonokromo. Tapi tahu bahwa
mereka akan kalah, Minke hanya memanggil sahabatnya (Jean dan Kommer) untuk
menyambut kedatangan Ir. Maurits Mellema. Ketika yang bersangkutan datang
(sekaligus untuk mengembalikan pakaian Annelis yang tertinggal di Belanda),
Minke, Nyai, sampai Jean mengkonfrontir orang tersebut.
Dicap
sebagai pembunuh dan perampas harta orang, Maurits Mellema terdiam dan murka
karena merasa terhina. Ia pun meninggalkan Wonokromo untuk sementara waktu
sembari diiringi tangis May yang baru tahu bahwa Annelis telah mati di Belanda.
Pasrah, Nyai tak berharap banyak
Itulah tadi sinopsis
novel Anak Semua Bangsa karya Pramoedya Ananta Toer. Semoga bisa bermanfaat
bagi pembaca semuanya.
0 Response to "Sinopsis Novel Anak Semua Bangsa Karya Pramoedya Ananta Toer"
Posting Komentar