Sinopsis Novel Tenggelamnya Kapal Van Der
Wijck Karya HAMKA – Assalamu’alaikum, selamat siang, selamat berjumpa lagi
dengan blog MJ Brigaseli. Pada kesempatan kali ini saya akan berbagi sinopsis
novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya HAMKA.
Di
Negeri Batipuh Sapuluh Koto (Padang panjang), seorang pemuda bergelar Pendekar
Sutan, kemenakan Datuk Mantari Labih, merupakan pewaris tunggal harta
peninggalan ibunya. Karena tak bersaudara perempuan, maka harta bendanya diurus
oleh mamaknya. Datuk Mantari Labih hanya bisa menghabiskan harta
tersebut, sedangkan untuk kemenakannya tak boleh menggunakannya. Hingga suatu
hari, ketika Pendekar Sutan ingin menikah namun tak diizinkan menggunakan
hartanya tersebut, terjadilah pertengkaran yang membuat Datuk Mantari Labih
terbunuh. Pendekar Sutan ditangkap, saat itu ia baru berusia 15 tahun. Ia
dibuang ke Cilacap, kemudian dibawa ke Tanah Bugis. Karena Perang Bone,
akhirnya ia sampai di Tanah Mengkasar. Beberapa tahun berjalan, Pendekar Sutan
bebas dan menikah dengan Daeng Habibah, putri seorang penyebar agama Islam
keturunan Melayu. Empat tahun kemudian, lahirlah Zainuddin.
Saat
Zainuddin masih kecil, ibunya meninggal. Beberapa bulan kemudian ayahnya
menyusul ibunya. Ia diasuh Mak Base, teman ayahnya. Pada suatu hari, Zainuddin
meminta izin Mak Base untuk pergi ke Batipuh, sumbar, mencari sanak keluarganya
di negeri asli ayahnya. Dengan berat hati, Mak Base melepas Zainuddin pergi.
Sampai
di Padang, Zainuddin langsung menuju Negeri Batipuh. Sesampai di sana, ia begitu
gembira, namun lama-lama kebahagiaannya itu hilang karena semuanya ternyata tak
seperti yang ia harapakan. Ia masih dianggap orang asing, dianggap orang Bugis,
orang Mengkasar. Betapa malang dirinya, karena di negeri ibunya ia juga dianggap
orang asing, sementara di Makassar dia juga dianggap orang asing karena kuatnya
adat istiadat pada saat itu. Ia pun jenuh hidup di Batipuh, dan saat itulah ia
bertemu Hayati, seorang gadis Minang yang membuat hatinya gelisah,
menjadikannya alasan untuk tetap hidup di sana. Berawal dari surat-menyurat,
mereka pun menjadi semakin dekat dan akhirnya saling cinta.
Kabar
kedekatan mereka tersiar luas dan menjadi bahan gunjingan semua warga. Karena
keluarga Hayati merupakan keturunan terpandang, maka hal itu menjadi aib bagi
keluarganya, adat istiadat mengatakan Zainuddin bukanlah orang Minangkabau,
Ibunya berasal dari Makassar. Zainuddin dipanggil oleh mamak Hayati, dengan
alasan demi kemaslahatan Hayati, mamak Hayati menyuruh Zainuddin pergi
meninggalkan Batipuh.
Zainuddin
pindah ke Padang Panjang (berjarak sekitar 10 km dari Batipuh) dengan berat
hati. Hayati dan Zainuddin berjanji untuk saling setia dan terus berkiriman
surat. Suatu hari, Hayati datang ke Padang Panjang untuk melihat acara pacuan
kuda. Ia menginap di rumah temannya bernama Khadijah. Satu peluang untuk
melepas rasa rindu pun terbayang di benak Hayati dan Zainuddin. Namun hal itu
terhalang oleh adanya pihak ketiga, yaitu Aziz, kakak Khadijah yang juga
tertarik oleh kecantikan Hayati. Karena berada dalam satu kota (Padang Panjang)
akhirnya Zainuddin dan Aziz bersaing dalam mendapatkan cinta Hayati.
Mak
Base meninggal, dan mewariskan banyak harta kepada Zainuddin. Karena itu ia
akhirnya mengirim surat lamaran kepada Hayati di Batipuh. Temyata surat
Zainuddin bersamaan dengan lamaran Aziz. Zainuddin tanpa menyebutkan harta
kekayaan yang dimilikinya, akhirnya ditolak oleh ninik mamak Hayati dan
menerima pinangan Aziz yang di mata mereka lebih beradab, dan asli Minangkabau,
dan Hayati pun akhirnya memilih Aziz sebagai suaminya. Zainuddin tak kuasa
menerima penolakan tersebut. Apalagi kata sahabatnya, Muluk, Aziz adalah
seorang yang bejat moralnya. Namun apalah dayanya di hadapan ninik mamaknya.
Setelah penolakan dari Hayati, Zainuddin jatuh sakit selama dua bulan.
Atas
bantuan dan nasehat Muluk, Zainuddin dapat mengubah pikirannya. Bersama Muluk,
Zainuddin pergi ke Jakarta. Di sana Zainuddin mulai menunjukkan kepandaiannya
menulis. Dengan nama samaran "Z", Zainuddin kemudian berhasil menjadi
pengarang yang amat disukai pembacanya. la mendirikan perkumpulan tonil
"Andalas", dan kehidupannya telah berubah menjadi orang terpandang
karena pekerjaannya. Zainuddin melanjutkan usahanya di Surabaya dengan
mendirikan penerbitan buku-buku.
Karena
pekerjaan Aziz dipindahkan ke Surabaya, Hayati pun mengikuti suaminya. Suatu
kali, Hayati mendapat sebuah undangan dari perkumpulan sandiwara yang dipimpin
dan disutradarai oleh Tuan Shabir atau "Z". Karena ajakan Hayati,
Aziz bersedia menonton pertunjukkan itu. Di akhir pertunjukan baru mereka
ketahui bahwa Tuan Shabir atau "Z" adalah Zainuddin. Hubungan mereka
tetap baik, juga hubungan Zainuddin dengan Aziz.
Semenjak
mereka Hijrah ke Surabaya semakin lama watak asli Aziz semakin terlihat juga.
Ia suka berjudi dan main perempuan. Kehidupan perekonomian mereka makin
memprihatinkan dan terlilit banyak hutang. Mereka diusir dari kontrakan, dan
mereka terpaksa menumpang di rumah Zainuddin. Di balik kebaikan Zainuddin itu,
sebenarnya dia masih sakit hati kepada Hayati yang dulu dianggapnya pernah
ingkar janji. Karena tak kuasa menanggung malu atas kebaikan Zainuddin, setelah
sebulan tinggal serumah, Aziz pergi ke Banyuwangi mencari pekerjaan dan
meninggalkan istrinya bersama Zainuddin. Sepeninggal Aziz, Zainuddin sendiri pun
jarang pulang, kecuali untuk tidur.
Beberapa
hari kemudian, diperoleh kabar bahwa Aziz telah menceraikan Hayati. Melalui
surat, Aziz meminta supaya Hayati hidup bersama Zainuddin. Dan kemudian datang
pula berita dari sebuah surat kabar bahwa Aziz telah bunuh diri meminum obat
tidur di sebuah hotel di Banyuwangi. Hayati juga meminta maaf kepada Zainuddin
dan rela mengabdi kepadanya. Namun karena masih merasa sakit hati, Zainuddin
menyuruh Hayati pulang ke kampung halamannya saja. Esok harinya, Hayati pulang
dengan menumpang Kapal Van Der Wijck.
Setelah
Hayati pergi, barulah Zainuddin menyadari bahwa ia tak bisa hidup tanpa Hayati.
Apalagi setelah membaca surat Hayati yang bertulis “aku cinta engkau, dan kalau
kumati, adalah kematianku di dalam mengenang engkau.” Oleh sebab itulah setelah
keberangkatan Hayati, ia berniat menyusul Hayati untuk dijadikan istrinya.
Zainuddin kemudian menyusul naik kereta api malam ke Jakarta.
Harapan
Zainuddin ternyata tak tercapai. Kapal Van Der Wijck yang ditumpangi Hayati tenggelam
di perairan dekat Tuban. Hayati tak dapat diselamatkan.
Di
sebuah rumah sakit di daerah Lamongan, Zainuddin menemukan Hayati yang terbaring
lemah sambil memegangi foto Zainuddin. Dan hari itu adalah pertemuan terakhir
mereka, karena setelah Hayati berpesan kepada Zainuddin, Hayati meninggal dalam
dekapan Zainuddin. Sejak saat itu, Zainuddin menjadi pemenung. Dan tanpa
disadari siapapun ia meninggal dunia. Kata Muluk, Zainuddin meninggal karena
sakit. Ia dikubur bersebelahan dengan pusara Hayati.
Itulah
tadi sinopsis novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya HAMKA. Semoga bermanfaat
bagi pembaca. Wassalamu’alaikum.
0 Response to "Sinopsis Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya HAMKA"
Posting Komentar