Kumpulan Puisi Subagio Sastrowardoyo - Subagio
Sastrowardoyo lahir
di Madiun, Jawa Timur, pada tanggal 1 Februari 1924. Subagio Sastrowardoyo adalah seorang dosen, penyair,
penulis cerita pendek dan esai, serta kritikus sastra asal Indonesia. Subagio
dilahirkan oleh ayah seorang pensiunan Wedana Distrik Uteran, Madiun, yang
bernama Sutejo dan ibunya yang bernama Soejati. Subagio menikah dan dikaruniai
tiga orang anak. Selama bertahun-tahun, ia adalah direktur perusahaan
penerbitan Balai Pustaka.
Dalam sastra Indonesia, Subagio lebih dikenal sebagai penyair meskipun tulisannya tidak terbatas pada puisi. Nama Subagio dicatat pertama kali dalam dunia perpuisian Indonesia ketika kumpulan puisinya, Simphoni, terbit tahun 1957 di Yogyakarta. Kreativitas Subagio tidak terbatas sebagai penyair, tetapi sekaligus sebagai esais, kritikus sastra, dan cerpenis. Bahkan cerpennya yang berjudul Kejantanan di Sumbing pernah mendapatkan hadiah sebagai cerpen terbaik.
Dalam cerpen dan sajak-sajaknya, Subagio banyak melukiskan manusia yang gampang dirangsang oleh nafsunya, dimana manusia-manusia tersebut adalah makhluk yang mencoba mempertahankan kewajiban namun tergoda oleh sifat-sifat naluriahnya. Puisi-puisi Subagio dinilai mempunyai bobot filosofis yang tinggi dan mendalam serta tidak dapat ditafsirkan secara harfiah. Perumpamaan dan lambang dalam puisinya digunakannya secara dewasa dan matang. Sementara esai-esainya banyak menyelami latar persoalan manusia Indonesia sekarang secara jujur dan tajam.
Subagio Sastrowardoyo meninggal dunia di Jakarta pada tanggal 18 Juli 1996 di usia 72 tahun.
KATA
Asal mula adalah kata
Jagat tersusun dari kata
Di balik itu hanya
ruang kosong dan angin pagi
Kita takut kepada momok karena kata
Kita cinta kepada bumi karena kata
Kita percaya kepada Tuhan karena kata
Nasib terperangkap dalam kata
Karena itu aku
bersembunyi di belakang kata
Dan menenggelamkan
diri tanpa sisa
Asal mula adalah kata
Jagat tersusun dari kata
Di balik itu hanya
ruang kosong dan angin pagi
Kita takut kepada momok karena kata
Kita cinta kepada bumi karena kata
Kita percaya kepada Tuhan karena kata
Nasib terperangkap dalam kata
Karena itu aku
bersembunyi di belakang kata
Dan menenggelamkan
diri tanpa sisa
PROKLAMASI
Ketapang yang bercumbuan dengan musim
menjatuhkan daunnya di halaman candi
Aku ingin jadi pohon ketapang yang tumbuh
di muka gerbang berukiran huruf lam
yang dijaga orang kidal
Ketapang yang bercumbuan dengan musim
menjatuhkan daunnya di halaman candi
Aku ingin jadi pohon ketapang yang tumbuh
di muka gerbang berukiran huruf lam
yang dijaga orang kidal
HAIKU
malam rebah
di punggung
sepiku
gigir gunung
susut di kaca
hari makin surut
dan bibir habis kata:
dinda, di mana, siapa
tangan terkepal
terhenyak di meja
GENESIS
pembuat boneka
yang jarang bicara
dan yang tinggal agak jauh dari kampung
telah membuat patung
dari lilin
serupa dia sendiri
dengan tubuh, tangan dan kaki dua
ketika dihembusnya napas di ubun
telah menyala api
tidak di kepala
tapi di dada
--aku cinta--kata pembuat boneka
baru itu ia mengeluarkan kata
dan api itu
telah membikin ciptaan itu abadi
ketika habis terbakar lilin,
lihat, api itu terus menyala
NADA AWAL
Tugasku hanya menterjemah
gerak daun yang tergantung
di ranting yang letih. Rahasia
membutuhkan kata yang terucap
di puncak sepi. Ketika daun
jatuh takada titik darah. tapi
di ruang kelam ada yang merasa
kehilangan dan mengaduh pedih
PASKAH DI KENTUCKY FRIED CHICKEN
Bagaimana akan makan ayam goreng ini
kalau tiba-tiba aku melihat bayi
menangis di gendongan--karena lapar
dan perempuan kurus mengorek sisa roti
di tong sampah di muka restoran?
Coca cola terasa kesat di tenggorokan
ketika teringat kepada muka-muka ceking
dirubung lalat hijau di gurun pasir.
Kapan akan berakhir musim kemarau
di sebelah selatan? --Makhluk terkapar!
Mari, potong-potonglah tubuhku
dan nikmati dagingku -- roti yang paling putih
dan darahku -- anggur yang paling murni
sanpai tinggal hanya tulangbelulangku lunglai
terkulai di dahan.
Eli, Eli, lama sabakhtani -- Tuhan, Tuhanku,
mengapa kami kau terlantarkan?
KAMPUNG
Kalau aku pergi ke luar negeri, dik
karena hawa di sini sudah pengap oleh
pikiran-pikiran beku.
Hidup di negeri ini seperti di dalam kampung
di mana setiap orang ingin bikin peraturan
mengenai lalu lintas di gang, jaga malam dan
daftar diri di kemantren.
Di mana setiap orang ingin jadi hakim
dan berbincang tentang susila, politik dan agama
seperti soal-soal yang dikuasai.
Di mana setiap tukang jamu disambut dengan hangat
dengan perhatian dan tawanya.
Di mana ocehan di jalan lebih berharga
dari renungan tenang di kamar.
Di mana curiga lebih mendalam dari cinta dan percaya.
Kalau aku pergi ke luar negeri, dik
karena aku ingin merdeka dan menemukan diri.
Kalau aku pergi ke luar negeri, dik
karena hawa di sini sudah pengap oleh
pikiran-pikiran beku.
Hidup di negeri ini seperti di dalam kampung
di mana setiap orang ingin bikin peraturan
mengenai lalu lintas di gang, jaga malam dan
daftar diri di kemantren.
Di mana setiap orang ingin jadi hakim
dan berbincang tentang susila, politik dan agama
seperti soal-soal yang dikuasai.
Di mana setiap tukang jamu disambut dengan hangat
dengan perhatian dan tawanya.
Di mana ocehan di jalan lebih berharga
dari renungan tenang di kamar.
Di mana curiga lebih mendalam dari cinta dan percaya.
Kalau aku pergi ke luar negeri, dik
karena aku ingin merdeka dan menemukan diri.
PIDATO DI KUBUR
ORANG
Ia terlalu baik buat dunia ini.
Ketika gerombolan mendobrak pintu
Dan menjarah miliknya
Ia tinggal diam dan tidak mengadakan perlawanan.
Ketika gerombolan memukul muka
Dan mendopak dadanya
Ia tinggal diam dan tidak menanti pembalasan.
Ketika gerombolan menculik istri
Dan memperkosa anak gadisnya
Ia tinggal diam dan tidak memendam kebencian.
Ia tinggal diam dan tidak memendam kebencian.
Ketika gerombolan membakar rumahnya
Dan menembak kepalanya
Ia tinggal diam dan tidak mengucapkan penyesalan.
Ia terlalu baik buat dunia ini.
JENDERAL
LU SHUN
Jenderal Lu Shun kewalahan. Ia tidak dapat menyelesaikan puisinya. Ia baru menulis dua dari empat baris pantun Cina, tetapi fantasinya seperti tersekat dalam kata-kata kosong tak berarti.Maka ia keluar dari tendanya dan memerintahkan perwiranya mengumpulkan bala tentaranya."Kita serang dusun itu di lembah dan bunuh penduduknya."Perwira itu masih mencoba mengingatkannya:"Tetapi Jenderal, ini malam hari dan orang tak boleh berperang waktu musuh sedang tidur. Hanya perampok dan pengecut yang menyerang musuh di malam hari.""Aku butuhkan ilham," seru Jenderal Lu Shun, "dan aku tak peduli apa siang atau malam. Aku butuhkan kebengisan untuk menulis puisi."Kemudian ia naik kudanya yang beringas dan mendahului pasukan-pasukannya menyerbu ke lembah. Diayunkan pedang dan dicincang penduduk dusun yang tidak berjaga, sehingga puluhan laki-laki, perempuan dan anak-anak terbunuh oleh tangannya. Ia sungguh menikmati perbuatan itu, dan sehabis melihat dengan gairah darah mengalir dan tubuh bergelimpangan di sekelilingnya, ia kembali ke tendanya. "Jangan aku diusik sementara ini," pesannya kepada seluruh bala tentaranya. Didalam keheningan malam ia kemudian menulis puisinya.Ia menulis tentang langit dan mega, tentang pohon bambu yang merenung di pinggir telaga. Burung bangau putih mengepakkan sayapnya sesekali di tengah alam yang sunyi. Suasana hening itu melambangkan cintanya kepada seorang putri dan rindunya kepada dewa yang bersemayam di atas batu karang yang tinggi.Itu semua ditulis dalam pantun Cina yang empat baris panjangnya.
Jenderal Lu Shun kewalahan. Ia tidak dapat menyelesaikan puisinya. Ia baru menulis dua dari empat baris pantun Cina, tetapi fantasinya seperti tersekat dalam kata-kata kosong tak berarti.Maka ia keluar dari tendanya dan memerintahkan perwiranya mengumpulkan bala tentaranya."Kita serang dusun itu di lembah dan bunuh penduduknya."Perwira itu masih mencoba mengingatkannya:"Tetapi Jenderal, ini malam hari dan orang tak boleh berperang waktu musuh sedang tidur. Hanya perampok dan pengecut yang menyerang musuh di malam hari.""Aku butuhkan ilham," seru Jenderal Lu Shun, "dan aku tak peduli apa siang atau malam. Aku butuhkan kebengisan untuk menulis puisi."Kemudian ia naik kudanya yang beringas dan mendahului pasukan-pasukannya menyerbu ke lembah. Diayunkan pedang dan dicincang penduduk dusun yang tidak berjaga, sehingga puluhan laki-laki, perempuan dan anak-anak terbunuh oleh tangannya. Ia sungguh menikmati perbuatan itu, dan sehabis melihat dengan gairah darah mengalir dan tubuh bergelimpangan di sekelilingnya, ia kembali ke tendanya. "Jangan aku diusik sementara ini," pesannya kepada seluruh bala tentaranya. Didalam keheningan malam ia kemudian menulis puisinya.Ia menulis tentang langit dan mega, tentang pohon bambu yang merenung di pinggir telaga. Burung bangau putih mengepakkan sayapnya sesekali di tengah alam yang sunyi. Suasana hening itu melambangkan cintanya kepada seorang putri dan rindunya kepada dewa yang bersemayam di atas batu karang yang tinggi.Itu semua ditulis dalam pantun Cina yang empat baris panjangnya.
KATA
Asal mula adalah kata
Jagat tersusun dari kata
Di balik itu hanya
ruang kosong dan angin pagi
Kita takut kepada momok karena kata
Kita cinta kepada bumi karena kata
Kita percaya kepada Tuhan karena
kata
Nasib terperangkap dalam kata
Karena itu aku
bersembunyi di belakang kata
Dan menenggelamkan
diri tanpa sisa
KEHARUAN
Aku tak terharu lagi
sejak bapak tak menciumku di ubun.
Aku tak terharu lagi
sejak perselisihan tak selesai
dengan ampun.
Keharuan menawan
ktika Bung Karno bersama rakyat
teriak "Merdeka" 17 kali.
Keharuan menawan
ketika pasukan gerilya masuk Jogja
sudah kita rebut kembali.
Aku rindu keharuan
waktu hujan membasahi bumi
sehabis kering sebulan.
Aku rindu keharuan
waktu bendera dwiwarna
berkibar di taman pahlawan
Aku ingin terharu
melihat garis lengkung bertemu di
ujung.
Aku ingin terharu
melihat dua tangan damai berhubung
Kita manusia perasa yang lekas
terharu
KUBU
Bagaimana akan bergembira kalau pada detik ini
Bagaimana akan bergembira kalau pada detik ini
ada bayi mati kelaparan atau
seorang istri
bunuh diri karena sepi atau
setengah rakyat terserang
wabah sakit - barangkali di dekat
sini
atau jauh di kampung orang,
Tak ada alasan untuk bergembira
selama masih
ada orang menangis di hati atau
berteriak serak
minta merdeka sebagai manusia yang
terhormat dan berpribadi
-
barangkali di dekat sini atau jauh
di kampung orang.
Inilah saatnya untuk berdiam diri
dan berdoa
untuk dunia yang lebih bahagia atau
menyiapkan senjata
dekat dinding kubu dan menanti.
KEJATUHAN
Di daerah mimpi
nyawaku berdiri
sebagai pohon hitam
dengan
buah-buah getir bergantung di dahan
Hanya ular yang
menjaga tahu akan rasanya
Perempuan yang
telah kehilangan selera:
jangan masuk
taman terlarang
atau akan
bangun aku tersentak
menyaksikan
diri telanjang
Atau cukup
lebarkah tanganmu
untuk menutup lobang
malu?
NUH
Kadang-kadang
di tengah
keramaian pesta
atau waktu
sendiri berjalan di gurun
terdengar debur
laut
menghempas
karang
Aku tahu pasti
sehabis
mengembara
dan
bercengkerama di kota
aku akan
kembali ke pantai
memenuhi janji
Sekali ini
tidak akan ada pelarian
atau perlawanan
Kapal terakhir
terdampar di pasir
Aku akan
menyerah diam
waktu air
membenam
SAYAP PATAH
sejak berdiam
di kota
hati yang
memberontak
telah menjadi
jinak
kini pekerjaan
tinggal
membaca di
kamar
barang dua-tiga
sajak
atau
memperbaiki pagar di halaman
(yang sudah
mulai rusak)
atau menyuapi
anak
waktu menangis
karena lapar
kadang-kadang
juga memuji istri
memakai baju
yang baru dibeli
--
meneropong bintang
bukan lagi
menjadi hobi –
hanya sesekali
di muka kaca
aku berkata
menghibur diri:
bidadari!
sayapmu patah
sekali waktu
akan pulih kembali
JIKA HARI
REMBANG PETANG
Jika hari
rembang petang
tidak berarti
permainan bakal selesai
dan boleh
tinggalkan gelanggang
hanya peranan
bertukar
dari pemain di
dalam
menjadi
penonton di luar
kita lantas
memasuki ruang penuh cahaya
dan melihat
bayang
terlempar di
layar
kita bisa jaga
dan menatap semalam suntuk
hari sudah
tinggi
kau tak
berbenah?
di bawah bayang
senja
setiap barang
nampak indah
muka-muka yang
lelah
berbinar di
redup sinar
di antara kita
berdua, kekasih
siapa dulu akan
terkapar?
PASRAH
Demi malam yang
ramah
aku berjanji
akan menyerah
kepada angin
yang menyisir
tepi hari
Di pinggir
lembah
aku akan diam
terbaring
Yang membuat
aku takut
hanya bulan di
sela ranting
yang
memperdalam hening
Dari berbagai
sumber.
0 Response to "Kumpulan Puisi Subagio Sastrowardoyo"
Posting Komentar