Sinopsis Novel Asmara Djaya Karya Adinegoro - Assalamu’alaikum…
selamat pagi buat teman-teman semua. Pada kesempatan pagi ini aku ingin berbagi
sedikit tentang sinopsis Asmara Djaya karya Adinegoro. Langsung saja ya….
Asmara
Djaya merupakan karya sastrawan Balai Pustaka dan diterbitkan oleh PN. Balai
Pustaka tahun 1928. Roman ini ditulis oleh Adinegoro.
Tema
Cerita :
Masalah kawin adat dan kawin antara dua adat dan suku yang berbeda.
Setting
Cerita : Cerita
ini mengambil setting di Bandung.
Tokoh-tokohnya : 1. Rustam; seorang pemuda terpelajar dan
modern, namun mempunyai sifat bimbang dan cepat putus asa.
2.
Dirsina; seorang gadis periangan, istri Rustam.
3.
Nuraini; seorang gadis Minangkabau yang mempunyai hati baik dan masih memegang
adat istiadat. Dia istri adat Rustam dan sekaligus istri kedua Rustam.
4.
Ibrahim Siregar; seorang pemuda modern dan bekerja sebagai opseter.
5.
Dirmansyah; anak Rustam dengan istri pertama, Dirsina.
6.
Ny. Meerman; seorang perempuan Belanda yang berhati baik, suka menolong orang
susah. Dia seorang dokter.
7.
Ibu Nuraini; seorang tua yang baik hati, dan mengerti kesusahan orang lain. Dia
korban adat perkawinan.
8.
Ayah dan Ibu Rustam; dua orang tua yang cukup kuat memegang adat istiadat,
terutama Ibu Rustam.
Ringkasan
Cerita:
Dengan
cara adat, Nuraini dikawinkan dengan Rustam, anak mamaknya, saudara ibunya yang
tertua, di Padang. Rustam sendiri tidak mau hadir dalam upacara perkawinan di
Padang itu, hanyalah dia dipaksakan untuk menandatangani surat pernikahan oleh
orang tuanya.
Setelah
perkawinan itu, Nuraini dibawa ke Bandung menemui suaminya, Rustam, bersama ibu
dan kedua mertuanya. Dalam perjalanan, Nuraini selalu berpikir-pikir bagaimana
Rustam nanti di Bandung, sebab dia sendiri memang belum pernah bertemu Rustam,
dan bagaimana keadaan Rustam di Bandung dia belum tahu. Dan dalam perjalanan ke
Bandung itu pula, dia bertemu dan berkenalan dengan seorang pemuda yang ramah,
yang bekerja sebagai opseter. Nuraini cukup punya rasa naksir dengan Ibrahim.
Ibrahim juga, tapi Nuraini menahan perasaan itu, sebab dia sendiri sudah punya
suami, yang dikawinkan secara adat itu.
Sementara
itu, di Bandung sendiri Rustam yang sudah menikah dengan Dirsina, gadis
periangan itu sedang kena musibah, anak pertama mereka yang baru berumur satu
tahun, yaitu Dirmansyah, meninggal dunia. Tentu saja, rencana kedatangan
keluarganya yang sekaligus bersama istri adatnya itu semakin menambah beban
psikologis pada keluarga Rustam. Padahal untuk menolak kedatangan mereka jelas
tidak mungkin lagi, sebab sekarang mereka sedang dalam perjalanan. Yang paling
menjadi ketakutan dan beban Rustam adalah Dirsina, istrinya itu. Dirsina pasti
akan merasa tersiksa bertemu dengan Nuraini, madunya itu. Untuk bertemu
mertuanya juga dia sangat takut. Sebab bagaimana pun perkawinan dia dengan
Rustam sangatlah tidak disetujui oleh keluarga Rustam, karena dia bukan berasal
dari daerah Rustam yaitu Minangkabau, melainkan dari Sunda. Lagi pula, waktu
itu Dirsina sedang dalam keadaan sakit.
Walaupun
Rustam dan Dirsina sudah sedapat-dapatnya untuk menghibur hati dan berusaha
untuk bisa menerima kedatangan orang tua Rustam dan istri madunya itu, tapi
ternyata Rustam dan istrinya tidak bisa juga menerima kenyataan itu dengan
tulus ikhlas. Ketika rombongan dari Padang itu muncul di halaman rumah Rustam,
Rustam langsung mengusir mereka, karena dia kasihan dengan keadaan Dirsina yang
sedang sakit dalam rumah. Tentu dengan sambutan yang demikian, di luar dugaan
mereka sebelumnya akan diterima dengan hangat dan kegembiraan, rombongan itu
sangat terkejut dan sempat kecewa. Namun setelah dijelaskan sedemikian rupa
oleh Rustam, rombongan itu sedikit mengerti dan mau menerima. Rombongan itu
akhirnya menginap di rumah temannya Rustam. Sedangkan istri Rustam, ketika
rombongan itu hilang dari pandangan matanya, langsung jatuh pingsan karena
menahan perasaan yang bercampur-baur.
Menghadapi
kenyataan itu, Rustam bingung dan putus asa. Dia hampir saja bunuh diri. Tapi
untung niatnya itu gagal, karena seorang Nyonya Belanda yang bernama Meerman,
tetangganya itu telah menyembunyikan pistol yang akan dipergunakan oleh Rustam
untuk bunuh diri itu. Rustam kemudian dinasihati oleh Meerman agar menyerahkan
semua ini kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Sedangkan istrinya, Dirsina, langsung
diobati oleh Ny. Meerman.
Pertolongan
Ny. Meerman kepada Rustam tidak hanya sampai di situ. Ny. Meerman berusaha
memecahkan masalah Rustam ini dengan cara mengajak dialog secara baik-baik
dengan Ibunya Nuraini. Ternyata, setelah pembicaraan yang penuh keramah-tamahan
dan serius itu cukup membawa hasil yang sangat menguntungkan. Ternyata Ibu
Nuraini sendiri sangat memahami keadaan yang menimpa Rustam dan terutama
keadaan Dirsina, sebab dia juga rupanya semasa mudanya pernah mengalami keadaan
yang sama seperti yang dialami Dirsina, yaitu suaminya menikah lagi. Dari
pengalaman itulah, akhirnya antara Ibu Nuraini dan Ny. Meerman sepakat kalau
Rustam dan Nuraini bercerai saja. Dan apalagi, menurut Ibu Nuraini, Nuraini
sendiri belum tentu bisa mencintai dan
mampu menerima keadaan ini kalau hidup dengan Rustam. Nuraini sendiri belum
kenal Rustam, dan mereka belum hidup serumah sebagai suami istri. Jadi belum
terlambat kalau hubungan mereka diputuskan saja waktu itu.
Sebaliknya
dengan keluarga Rustam sendiri, mamaknya Rustam bersikeras agar hubungan
Nuraini dengan Rustam ini tetap saja terjadi. Malah mamaknya Rustam bersikeras
sudah hendak merayakan pesta perkawinan antara Rustam dan Nuraini ini segera.
Secara
diam-diam dan hati-hati Ibu Nuraini dan Ny. Meerman memutuskan tali hubungan
antara Rustam dengan Nuraini. Atas saran Ny. Meerman, pihak keluarga Rustam,
untuk sementara tidak diberitahukan dahulu masalah cerainya Rustam dengan
Nuraini ini. Rustam dan Dirsina, disarankan agar mengambil perlop (cuti) dan
menenangkan diri ke luar kota. Sedangkan Ibu Nuraini dan Nuraini sendiri
disarankan oleh Ny. Meerman untuk sementara waktu tinggal di Bandung dulu,
untuk menghindarkan ejekan-ejekan dan cemoohan-cemoohan orang-orang di kampung
atau di Padang. Namun sebelum itu, atas saran Ibu Nuraini dan Ny. Meerman,
Rustam menulis surat kepada Nuraini dengan kata-kata yang penuh hati-hati agar
Nuraini tidak sakit hati dan tersinggung.
Sebagai
anak yang tahu adat dan sangat menghormati orang tua, Rustam kemudian minta
ampun kepada ayahnya. Dan ternyata, ayahnya sudah berubah pikiran. Ayahnya
telah menyetujui perkawinan antara Rustam dengan Dirsina. Ayahnya juga berjanji
tidak akan mengganggu lagi kedamaian dan kerukunan keluarga Rustam dan Dirsina
untuk selama-lamanya. Setelah semuanya beres, keesokan harinya orang tua Rustam
pulang ke Padang.
Sekian
dulu postingan hari ini, semoga bermanfaat bagi pembaca. Wassalamu’alaikum….
Sumber: Adinegoro.
Asmara Djaya. Jakarta. Balai Pustaka, 1928.
0 Response to "Sinopsis Novel Asmara Djaya Karya Adinegoro"
Posting Komentar