Naskah Drama Anu karya Putu Wijaya
Assalamu’alaikum…
Selamat berjumpa lagi dengan blog yang sederhana ini. Pada postingan
kali ini saya ingin berbagi sedikit mengenai naskah drama Anu karya Putu Wijaya.
Publikasi naskah ini dimaksudkan sebagai upaya penyediaan naskah drama
dan sebagai bahan referensi pembelajaran bagi individu atau kelompok-kelompok
teater yang membutuhkannya.
Disarankan bagi siapa saja yang memiliki cukup akses, agar membeli buku
terkait. Itupun dalam upaya membantu pengarang dan keluarganya. Kekayaan hak
intelektual naskah ini tetap ada pada pengarangnya.
Langsung saja ya....
Lakon
A N U
Putu Wijaya
Pementasan harus seizin pengarang Teater
Mandiri Jakarta, Astya Puri 2 N0 A09, Jl. Kertmaukti, Cirendeu, Jakarta Selatan
15417, Indonesia, Tel/fax 021-7444678, 081514002510
SEJUMLAH ORANG SELAIN TAMPAK DI MANA‑MANA,
MEMASANG KUPING PERASAAN DAN PIKIRANNYA, MENANGKAP BUNYI DAN GERAK DI
SEKELILING DENGAN KEMERDEKAAN UNTUK MENGARTIKAN, MENGARAHKAN JUGA MEMANCING
UNTUK KEPENTINGAN MEREKA, KEPENTINGAN PIHAK LAIN ATAU KARENA ISENG SEHINGGA
ORANG TAK MUNGKIN LAGI BERBICARA DENGAN WAJAR.
BABAK I
SEJUMLAH ORANG ADA DI PINGGIR JALAN.
MEREKA BERCAKAP SATU SAMA LAIN. KEMUDIAN SESUATU MENARIK PERHATIAN MEREKA
SEHINGGA MEREKA MEMUSATKAN KESIBUKANNYA KE ARAH ITU. WAKTU ITULAH AZWAR MULAI
MENGHASUT MOORTRI SEMENTARA MOORTRI MENCOBA MENGINSAFKAN AZWAR. SABAR YANG
CACAD KAKI, DUDUK DI BATU MENUNGGU SAMBIL MENEKAN PERASAAN.
AZWAR
Jadi Anu telah anu, anu sudah anu,
bahkan anu benar‑benar anu, tidak bisa anu lagi, di mana‑mana anu, setiap orang
sudah anu, padahal belum lama berselang anu kita masih anu, si Anu, si Anu,
belum anu dan anu, anu, anu masih sempat dianukan oleh Anu, tapi sejak anu kita
anu dia benar‑benar sudah anu dan kita pun sudah lebih anu, bagaimana mungkin
kita anu atau menganukan anu kita. Karena itulah aku peringatkan berkali‑kali
dan sekarang untuk penghabisan kali
jangan anu‑anu lagi ! Anu sudah terlalu anu, hentikan sekarang ! Kalau
tidak kita pasti akan anu ! Akibatnya anu‑anu‑anu‑anu‑anu dan anu‑anu‑anu‑anu,
bahkan mungkin akan anu‑anu‑anu‑anu‑anuanuanuanuanuanu, akhirnya anu kita benar‑benar
akan anu, berat ! Karena itu jalan satu‑satunya, semua anu kita harus dianukan,
supaya tidak ada lagi anu yang anu ! Jadi anu‑anu‑anu‑anu, anu‑anu‑anu‑anu
harus ANU ! dan anu‑anu‑anu bahkan anupun harus ANU ! sebab A‑N‑U tidak boleh
kurang dari anu atau lebih dari anu ! Dia harus A, sekali lagi A ! dan N,
sekali lagi N ! dan U, sekali lagi U ! A‑N‑U ! Anu kita adalah Anu ! tidak ada
anu lain, barang siapa anu pasti tidak boleh tidak otomatis akan anu ! Atau
akan dianukan ! Paling banter akn ter‑anu ! Sebab anu‑anu‑anu, anu‑anu‑anu akan
berakibat ANU tidak lagi ANU tetapi (berbisik) atau (berbisik) atau (berbisik)
dan (berbisik) dan (berbisik) jadi (berbisik). Apa boleh buat !
MOORTRI (berpikir)
Sebentar !
SIBUK MENCARI SESUATU. AZWAR MENUNGGU
AZWAR
Apa sih ?
MOORTRI
Anu ....... Ya, sudah ! Terus !
AZWAR
Mengerti tidak ?
MOORTRI
Eeeeeee......
LAMA MENIMBANG
AZWAR
Jadi ANU tidak lagi ANU tetapi menjadi
(berbisik‑bisik)
MOORTRI
Ya ! Pa, ya ! Terus !
AZWAR (berbisik‑bisik)
atau, atau, atau, atau.......
(berbisik dan melukiskan dengan gerak
tangan)
.... pokoknya ANU tidak lagi
(berbisik lama)
MOORTRI (berpikir lama)
Ya, terus ?
(menunggu serius)
Tidak ada terusnya ?
AZWAR
Ya begitu itu !
MOORTRI
Ahhhhh !
(menarik nafas)
Ya. Tapi begini ......
(berpikir keras)
AZWAR
Begini bagaimana !
MOORTRI
Apa semuanya itu nantinya tidak mungkin
akan anu ! (melukiskan dengan gerak) Ya kan !
AZWAR (cepat)
Sedikit ! Tapi tidak jadi soal.
MOORTRI
Soalnya anu. Kita ini
(berbisik)
anu kita ! Ya kan !
AZWAR
Jangan khawatir ! Beres !
MOORTRI
Lho, kita bukannya anu, tapi mbok anu
sedikit
(menggambarkan sesuatu yang pelik),
kita kan tenang‑tenang, ya kan ?
AZWAR
Tidak bisa ! Anu harus Anu !
MOORTRI
Ya memang, ya, ya, ya itu ! Tapi .......
anu, anu, kita harus ingat, ingat, ingat anu itu ! (melirik orang banyak lalu
memperlihatkan sesuatu dan cepat menyembunyikan lagi)
AZWAR
Tidak mungkin.
MOORTRI
Lho, kita kan harus hati‑hati, ya kan ?!
(mengoper sesuatu ke tangan Azwar, Azwar
melihat lalu cepat mengembalikannya)
AZWAR
Nggak ! Nggak bisa, kita harus anu, anu,
anu ! Sekarang juga !
MOORTRI
Ya, itu memang, memang, harus, pasti,
pasti, tidak boleh tidak, tapi. Lho, ya kan ? Harus ingat
(berbisik‑bisik dan melukiskan sesuatu)
Ah ?
(ketawa)
AZWAR
Tidak bisa !
(marah)
Pokoknya kita harus anu, ANU !
MOORTRI
Ssssttt ! Wahhh selalu terburu nafsu.
Sabarlah sedikit. Takkan lari gunung dikejar. Apa kita sudah yakin nanti, lho
yakin tidak dulu ? Yakin tidak ?
AZWAR
Siapa tidak yakin ?
MOORTRI
Ya, yakin kan !
AZWAR
Siapa tidak yakin boleh mundur sekarang,
sebelum jadi musuh !
MOORTRI
Nah itu ! Di sini, di sini cacadnya kita
sedikit, terus terang saja, ini kritik membangun.
AZWAR
Sekarang tidak ada waktu buat kritik.
Kita harus cepat, cepat, ketat, tepat !
MOORTRI
Ya, boleh, boleh setuju, tapi ingat
hitam di atas putih, praktek selalu menyimpang dari teori.
AZWAR
Ah prek ! Pokoknya kita maju ! Maju !!
MOORTRI
Wah, wah, wah jadi anu sekarang !
AZWAR
Biar tolol, biar pendidikan rendah, biar
kurang (berbicara tak jelas) tai semua. Sekarang keberanian. Kita bukan batu !
MOORTRI
Lha memang, memang itu, itu tidak perlu
dibuktikan lagi, tapi........
AZWAR
Tidak ada tetapi ! Pokoknya !
MOORTRI
Lalu bagaimana tanggung jawab kita ?
AZWAR
Ah prek tanggung jawab !
MOORTRI
Resiko ?
AZWAR
Ah prek !
MOORTRI
Masa depan ?
AZWAR
Prek‑prek‑prek !
MOORTRI
Jangan begitu kita, jangan anu !
AZWAR
Pokok ini kesempatan. Ya atau tidak ?
MOORTRI (gembira)
Wah, tegas sekali ! Tapi jalan pikiran
itu ...... ah, sulit, sulit, sulit !
AZWAR
Kebetulan !
MOORTRI
Jadi kita akan menjerumuskan diri ?!
AZWAR
Tidak ada jalan yang aman kalau mau
sukses !
MOORTRI
Nah di sini, di sini
(mencari kalimat untuk merumuskan,
kelihatannya sulit sekali)
AZWAR
Di sini apa ?
MOORTRI
Ck‑ck‑ck.
(berpikir keras, berbicara dengan
cermat)
Dalam menghadapi masalah kita harus
menempatkan pada proporsi yang sebenarnya, jangan anuanuanuanuanuanu terus.
AZWAR
Anuanuanuanuanu apa ?
MOORTRI
Jangan, jangan !
(terus berpikir dan akhirnya mencoba
merumuskan ternyata lancar)
Lihat baik‑baik, selidik, pikir,
bandingkan, tahan sebentar, coba sedikit, simpulkan, uji lagi, analisa, kalau
perlu bedah cabut sampai ke akar‑akarnya, pepetkan, bolak‑balik, diubah,
dibongkar lagi, diuraikan satu per satu dengan telaten, diteropong dari segala
segi dan sudut, perhitungkan segala kemungkinan, keistimewaan dan kelain‑kelainan,
jangan hantam kromo atau pukul rata saja, jangan malu mundur kalau keliru,
bertanya, berdiskusi, meragukan, mengadakan kritik‑kritik membangun, anu, anu,
anu baru yaaaaaaaaaaaaak !! Itu dia ?
SALAH SEORANG DI ANTARA ORANG BANYAK ITU
MENOLEH DENGAN TERSENYUM DAN MEMBERI ISYARAT
SSSSSTTT ! AZWAR MERENDAHKAN SUARANYA.
AZWAR
Itu dia apa ? Kita sudah tertinggal kita
harus meloncat sekarang juga dengan langkah besar ! (memberikan contoh yang
salah terhadap sesuatu) Jangan ! Itu kuno ! (memberikan contoh yang dianggapnya
betul) Begitu harusnya sekarang !
MOORTRI (memikirkan
dalam lalu)
Sesudah mengadakan perhitungan tapi !
AZWAR
Sudah !
MOORTRI
Kapan ?
AZWAR
Sudah !
MOORTRI
Kapan ?
AZWAR
Ahhh tidak perlu gembar‑gembor.
MOORTRI
Nah !
AZWAR
Nah apa ?
MOORTRI
Kapan?
AZWAR
Kapan?
MOORTRI
Mana, di mana, kapan dan bagaimana dan
apa, harus jelas (memberi contoh yang kabur)
AZWAR
Ahh ! Terlalu ! Tele‑tele !
MOORTRI
Lho ini demi perbaikan kita sendiri. F
(bermaksud memberi contoh tapi cepat
dipotong Azwar)
AZWAR
Kita terlalu lama tinggal di rumah,
pikiran kita sumpet.
MOORTRI
Wah, wah, wah !
AZWAR
Kita terlalu lama tinggal di pulau. Kita
pikir kita memelihara adat ? Tapi sebenarnya kita tenggelam di sumur tua ! Hah
adat ! Adat kita INI !! Kita harus ehhhhhhhhhhhh !
AZWAR MENGGERAM. ORANG DALAM KELOMPOK
ITU KEMBALI MEMPERINGATKAN SSSTTT !
MOORTRI MERENDAHKAN SUARANYA.
MOORTRI
Wah, wah itu sudah seperti Guru.
AZWAR
Siapa ?
MOORTRI
Guru kita !
AZWAR
Guru siapa ?
MOORTRI
GURU KITA ! Mas G !
AZWAR
Ah prek ! Bajingan !
MOORTRI
Sssttt ! Jangan begitu, itu kualat
namanya.
AZWAR
BAJINGAN !
MOORTRI
Sssttt !
BEBERAPA ORANG MEMPERHATIKAN MEREKA,
SEHINGGA MEREKA TERPAKSA BERPURA‑PURA SESUATU SAMPAI MEREKA LUPUT DARI
PERHATIAN.
AZWAR
Bajingan !
MOORTRI
Ssst ! Lho kenapa ?
AZWAR
Pokoknya bajingan !
MOORTRI
Kita bisa kualat. Sudah ini !
AZWAR
Biar !
MOORTRI
Bagaimana juga, Mas G pernah jadi guru
kita.
AZWAR
Guru apa ?
MOORTRI
Kita harus jujur.
AZWAR
Kita jujur.
MOORTRI
Mengakui kenyataan ?
AZWAR
Kita mengakui kenyataan !
MOORTRI
Pengalaman adalah pengalaman kita !
AZWAR
Kita tahu !
MOORTRI
Segala sesuatu yang pernah benar‑benar
terjadi adalah pengalaman ya kan ?
AZWAR
Ya memang !
MOORTRI
Itulah !
AZWAR
Itulah bagaimana ?
MOORTRI
Nah itulah pengalaman kan ?
AZWAR
Pengalaman bagaimana !
MOORTRI (berbisik)
Bahwa Guru sudah berjasa kepada kita!
AZWAR
Uuueeek !
(berlagak muntah)
MOORTRI (mengalihkan
soal)
Pengalaman kita, kita sudah pernah
menjadi muridnya selama bertahun‑tahun, ya kan ?
AZWAR
Kita tidak pernah mengakui dia sebagai
Guru. Guru ! Hah !
(mendekati Sabar)
Pukul berapa ?
(Sabar memperlihatkan jam. Azwar agak
panik. Kembali ke Moortri)
Tidak ada waktu lagi !
MOORTRI
Nah itu sekarang, sekarang kita katakan
begitu, sesudah kita berpisah, tapi dulu dulu, naaaahhhh !
AZWAR
Dari dulupun kita tidak pernah merasa
jadi muridnya, itu hanya taktik !
MOORTRI
Sekarang taktik memang, dulu ? Na, ya
kan ?
AZWAR
Dulu, dulu, dulu kapan ! Kita
membangkang, kita tidak pernah menurut perintahnya. Hanya kita yang berani
membantah, yang lain semua seperti tepung !
MOORTRI
Memang, memang, tapi siapa membela dia
ketika pihak ketiga mau mengeroyoknya ?
AZWAR
Kita ! Dan kenapa !
MOORTRI
Ha, masih cukup jujur. Baik, bagus.
Semua itu karena kita yang paling cinta kepadanya ! Ya kan ?!
AZWAR
Ah kkkhhhhk !
MOORTRI
Siapa yang pontang‑panting mencari polisi,
siapa yang berdiri paling depan menantang musuh?
(menirukan)
BUNUH DULU KAMI SEBELUM MEMBUNUH ORANG
LEMAH YANG TIDAK BERSALAH ! Siapa ? Nah !
AZWAR
Dengar ! Biar jelas, karena ternyata
kita tetap tolol dari dulu sampai sekarang, mungkin sampai besok pagi. Bedakan
dengan akal sehat, kita membela dia karena dia benar, waktu itu dia benar, kita
harus melihat persoalan dengan jujur, membela dia sebagai manusia, karena dia
benar bukan sebagai murid yang membela guru dengan membabi buta. Paham ? Tidak
bukan ? Selamanya begitu ! Bagaimana memisahkan dia yang benar dan dia yang
bajingan !
MOORTRI
Benar ? Benar dalam soal menyebarkan
klenik ?
AZWAR
Nah ! Jadi kita sendiri menganggap anu
itu klenik ? Apa yang kita cari di atas dunia ini lama‑lama kalau kita
menganggap bahwa anu itu klenik ? Kita sudah lapuk, harus dipermak, ini pikiran
kita hanya babad dan usus, tidak melihat persoalannya dalam setiap kejadian‑kejadian
yang pernah kita lewati bersama sendiri‑sendiri, karena kita melihatnya dengan
pantat dan perut. Ikan asin, tahu, tempe, kecap, terasi, getuk lendre
menyebabkan lamban, tumpul dan lemah otak. Tidak. Kita bukan anu. Kita anu !
Kita harus yaaaaaaaaaaaaaak ! Sekarang.
ORANG BANYAK ITU MEMPERHATIKAN LAGI TAPI
AZWAR TAK PEDULI.
MOORTRI
Ssssstt ! Tenang, tenang !
AZWAR
Anu tidak bisa kalau kita tidak anu.
Sekarang ! Bukan besok, bukan lusa, bukan kemarin, bukan akan, sekarang !
Sabar, sabar, sabar, apa sabar!
TERDENGAR SUARA MEMANGGIL‑MANGGIL.
ENTIN (suara saja)
Oom ! Oom Azwar ! Oom Azwar !
MOORTRI
Itu dengar ! Entin sudah mencari !
ENTIN (memanggil dari kejauhan)
Oom ! Oom Azwar ! Oom Azwar ! (tambah
dekat)
AZWAR DAN MOORTRI MENGGABUNGKAN DIRI
DENGAN ORANG BANYAK. ENTIN MUNCUL.
ENTIN
Oom ! Oom Azwar !
(ia melihat Sabar. Mendekatinya)
Mana Oom Azwar ? Mana ?
(Sabar tak menjawab)
Penting ! Roni tambah parah ! Mana !
(Sabar tak menjawab)
Oom ! Oom Azwar ! Wah ke mana ya kutunya
habis !
(pergi mencari)
AZWAR DAN MOORTRI MEMISAHKAN DIRI LAGI
DARI ORANG BANYAK.
MOORTRI
Kita agak anu. Ingat istri bunting
besar. Roni sakit. Kita bukan pemuda tin‑ejes lagi !
AZWAR
Jangan campurkan persoalan keluarga
dengan perjuangan !
MOORTRI
Kalau ada apa‑apa. Siapa ?
AZWAR
Apa‑apa apa !
MOORTRI
Segala sesuatu yang mungkin terjadi !
1
AZWAR
Ya segala sesuatu itu apa, apa !
MOORTRI
Kalau istri harus dioperasi ? Kalau Roni
mati ?
AZWAR
Hhhhhhhhhhhh !
MOORTRI
Hhhhhh apa ! Bagaimana kalau Roni mati,
istri dioperasi ?
AZWAR (berpikir
tegang, tapi semangatnya belum luntur)
MOORTRI
Kok diam ? Kalau Roni mati, istri
dioperasi ?
AZWAR
Hah !
(berusaha untuk tidak peduli)
MOORTRI
Nah, mulai menipu diri sendiri. Jangan
hipokrit. Tanggung jawab !
AZWAR (agak kendor)
Apa sakit kuning bisa bikin mati?
MOORTRI
Ooooooo ! Anak setahun masih lemah,
salah makan atau masuk angin saja bisa bikin mati, apalagi sakit kuning !
AZWAR
Roni hampir dua tahun.
MOORTRI
Sampai umur lima tahun, anak‑anak tetap
lemah. Dan Titik sudah hampir sepuluh bulan mengandung bukan !
AZWAR (marah)
Sembilan bulan lima hari !
MOORTRI
Artinya tetap lewat waktu !
AZWAR
Bidan bilang tidak apa‑apa.
MOORTRI
Dia bohong, supaya kita tenang.
AZWAR
Kita jangan menakut‑nakuti diri sendiri
!
MOORTRI
Lho ini fakta. Kita harus berani sadar
walaupun itu.
AZWAR
Ya ! Kenapa tidak !
MOORTRI
Berat ! Cita‑cita kita terlampau banyak.
Banyak halangan. Karena kita, kita, kita, maaf terus terang saja, sebagai
sahabat saya wajib memberi pertimbangan dan sekedar perbandingan untuk meluaskan
pandangan, sekedar dan maaf kalau ini terpaksa, kita sudah menyalahgunakan
ajaran Guru !
AZWAR
Bajinguk !
MOORTRI
Sssssttt ! Bukti ! Saya saksi hidup.
Kita sudah menjadi Guru‑Guru kecil !
AZWAR (meludah‑ludah)
MOORTRI
Bukti, bukti, bukti. Bukti, kita hanya
tai karbon, kita bukan burung merak yang sombong, mulus, yang genit, bermagnit,
yang cantik, menyihir, kita hanya burung belatuk plastik harga satu benggol,
burung gagak dusun yang mengembara mencari bangke‑bangke yang sudah tidak
digubris lagi oleh anjing‑anjing yang paling tidak punya martabat karena lapar,
kita hanya capung jarum yang tipis kering tapi kosong seperti gua, tidak
bercahaya, tidak berarti apa‑apa, tidak berarti, nyatidak ada. Kita hanya
gombal, serbet, batu, pengganjal, geretan, sisa, air sabun di selokan rumah
sakit. Maaf, seekor kodok. Ya tidak ? Kita sendiri yang pertama‑tama harus
diyaaaah !
AZWAR TERMENUNG TAK MENJAWAB MOORTRI
MENUNGGU. AZWAR SEMAKIN LOYO. AKHIRNYA IA DUDUK PUTUS ASA. MOORTRI MENUNGGU.
TAPI AZWAR BERTAMBAH TERPEROSOK. MOORTRI MENCARI‑CARI LAGI DALAM TUBUHNYA.
AZWAR
Kalau begitu mulai sekarang tidak ada
apa‑apa lagi di antara kita. Kita berpisah supaya dapat berjuang sendiri‑sendiri.
(mengulurkan tangan)
Apa boleh buat ! Ayo.
(mengulurkan tangan)
Kita salaman untuk terakhir ! Kita
berbeda !
MOORTRI
Wah, wah, sabar, sabar, kau tidak tahan
kritik ini. Begitu saja !
AZWAR
Kritikmu bukan membangun tapi menjegal !
Jadi kita lain !
MOORTRI
Ck, ck, ck ternyara jiwamu kurang besar.
Sabar!
AZWAR
Prek jiwa besar, semua jiwa sekarang
harus Mmmmmmmmmmmmm ! Ini‑itu, ini‑itu, di sini‑di situ, begini‑begitu, kurang
ini‑kurang itu, belum ini‑belum itu, ahhhhhh ! Prek !
(mengulurkan tangan)
Dengan sedih mari kita berpisah !
MOORTRI
Wah ! Waduh !
AZWAR
Wah‑waduh ! Ah‑oh ! Ck‑ck‑ck ! Prek‑prek
semua! Sekarang INI ! Ayo
(mengulurkan tangan)
MOORTRI
Waduh.
AZWAR
Kok main‑main saja, aku dari tadi
serius.
MOORTRI
Anu, kawan kita yang sudah berhasil
pernah berkata.
AZWAR
Siapa ?
MOORTRI
Memang, Kaerul Umam, kawan kita yang
sudah berhasil itu !
AZWAR
Kenapa dia ?
MOORTRI
Kita ingat kata‑katanya. (menirukan) Mas
G itu anu‑anu‑anu‑anu, anu‑anu anu‑anu, anuanuanuanu Kita sendiri anu‑anu‑anu‑anu,
tapi anu‑anu anu saja. Tidak anu. Kurang anu. Karena itu Mas G meskipun anu‑anu‑anu‑dan‑anu‑anu‑anu
tapi jelas Anu. Tidak anu. Dalam hal ini kita sangat ANU. Hampir saja anu.
Meskipun anu, anu‑anu dan anu‑anu anu terhadap Mas G. Ternyata tetap anu.
Mungkin kita akan terus anu. Inilah yang menyebabkan Mas G selalu menjadi anu.
Dan kita yang lain‑lain akan tetap anu. Kita sebagai orang pertama yang anu
..... merasa sayang dan menyesal. Sebab kita sebelumnya memang sudah anu, anu,
anu. Karena kalau tidak anuanuanu dan anuanuanuanuanuanuanu.......
AZWAR
Kaerul Umam lain ! Lain !
MOORTRI
Tapi dia berhasil.
AZWAR
Kita bukan Kaerul Umam ! Kita bukan
Kaerul Umam!
MOORTRI
Kenapa bukan !
AZWAR
Apa ?
MOORTRI
Karena ini‑ini‑ini‑ini‑ini‑ini ? Bukan
karena begini, begini, begini ?
AZWAR
Salah !
MOORTRI
Tidak, yakin !
AZWAR
Salah, Kaerul Umam berhasil bukan
lantaran itu.
MOORTRI
Karena apa ?
AZWAR
Bukan karena itu !
MOORTRI (mencemooh)
Karena anu ?
AZWAR
Karena anu dan karena Yaaaakkk !
ORANG BANYAK ITU MENOLEH LAGI DAN
MEMPERINGATKAN.
MOORTRI
Sssssttt !! (setelah berpikir) Payah.
Kita bicara persis.
AZWAR
Persis apa !
MOORTRI
Persis MAS G !
AZWAR
Mas g ?
MOORTRI
MAS G, bukan mas g !
AZWAR (membanting sesuatu sehingga ribut)
Preeeeekkkk!!!
BEBERAPA ORANG MENYELIDIK INGIN TAHU
SEHINGGA PERCAKAPAN BERHENTI. KEMUDIAN ORANG BANYAK MEMUSATKAN PERHATIAN LAGI
LALU BERGERAK PERGI SEHINGGA AZWAR DAN MORRTI LELUASA BICARA.
MOORTRI
Dan marah juga seperti Mas G !
AZWAR
Prek !
MOORTRI
sssssttt ! Fakta, fakta. Berjuang
seperti Mas G, meninggalkan keluarga seperti Mas G, memancing orang seperti Mas
G, berkata‑kata dengan kata‑kata Mas G, memaki dan anu‑anu‑anu‑anu‑anu‑anu‑anu‑anu,
seperti anuanuanuanuanunya mas G !
(diam sejenak)
Lho, fakta !
AZWAR
Diam !
MOORTRI
Nah itu, itu seperti Mas G juga !
AZWAR
Diammmmmm ! Sabar siap ! Siap, siap !
Tidak ada waktu lagi, bajingan !
SABAR YANG CACAD BERDIRI BERBICARA
SEAKAN‑AKAN MUNTAH KARENA TERLALU LAMA MENGEKANG PERASAANNYA.
SABAR
Sejak kemarin, dua hari yang lalu,
setiap jam, setiap detik, setiap menit, semua sudah siap, siap, siap, tidak ada
yang tidak siap, semua sudah siap. Ini itu, ini itu, ini itu, ini itu, ini itu
...... kapan mau anu, kapan, sekarang pukul sebelas, kita akan terlambat, kita
bisa telat, kapan, sekarang ini, semua sudah siap, tinggal jalan, apa yang
ditunggu lagi, semua sudah siap, siap ..............
AZWAR (terkejut)
Pukul sebelas ! Astaga ! Bangsat ! Kita
terlambat !
SABAR
Bukan terlambat lagi, sudah gagal !
AZWAR
Kita harus berangkat sekarang ! Terlalu
banyak bicara !
SABAR
Jangan boros waktu terus hanya karena
satu orang yang tidak serius ! Aku tidak sabar.
(mengancam dan mengejek)
Atau kita berpisah saja
(mengulurkan tangan)
Sebab pada akhirnya sikap harus ditentukan
dengan tegas. Supaya jelas siapa kawan siapa lawan !
AZWAR
Tidak, kita sudah berjanji.
SABAR
Janji harus ditepati ! Atau, dendam !
AZWAR
Pasti ! Tapi tunggu sebentar, sebentar
saja. Sebentar. Ada yang ketinggalan. Ada.
(berlari pergi)
Tunggu !
SABAR
Ada lagi, ada lagi, ada saja yang
ketinggalan, aku tidak sabar.
AZWAR (dari jauh)
Sebentar saja ! Sabar !
SABAR
Kemarin juga sebentar, dua hari yang
lalu juga sebentar, waktu, waktu ingat, waktu tidak mau digondeli
(memaki‑maki dengan kasar)
Dasar keset ! Brengsek !
(kepada Moortri)
Kita tidak boleh kompromi, itu bukan
bidang kita. Kita harus, harus, harus, saat ini juga, setiap detik kesempatan
baik berkurang, jadi kita harus bertindak sekarang. Tidak ada lagi kesempatan
yang lebih baik dari sekarang, atau sama sekali tidak !
MOORTRI
Tapi anak dan istrinya bagaimana ?
SABAR (memberi
isyarat dengan tangan agar tak diganggu dengan pertanyaan itu)
MOORTRI
Kalau mereka mati ?
SABAR (memberi
isyarat lagi supaya pertanyaan itu dibuang)
MOORTRI
Oh, oh, oh, oh ! Kalau begitu saya
mundur saja. Silahkan laksanakan anu itu, kalau semuanya ......
(menirukan gerakan penolakan Sabar)
Silahkan, selamat berjuang !
SABAR (tersinggung)
Tidak usah disuruh, pada waktunya kita
akan !
(melihat jam tangannya)
Pukul sebelas sepuluh menit !
AZWAR (dari tempat
gelap)
Sebentar !
SABAR
Kita tidak suka ini dan itu. Ya adalah
ya. Tidak adalah tidak !
MOORTRI
O memang, memang, tapi ada orang yang
suka, ada yang tidak suka.
SABAR
Kita orang yang suka akan !
MOORTRI (merendah
dengan maksud menghina)
Syukurlah, saya orang yang ragu‑ragu
selalu kalau
SABAR
Kita tidak ragu‑ragu dalam
MOORTRI
Wah itu jempol sekali tapi
SABAR
Tapi kita tidak suka orang yang menjilat
dengan
MOORTRI
Maaf. Tapi saya tidak memuji karena
SABAR
Saya tidak suka orang yang merendahkan
diri dengan
MOORTRI
Maaf tapi
SABAR
Maaf apa ! Tidak ada yang harus dimaaf.
(melihat jam)
Pukul sebelas dua puluh lima menit.
AZWAR MUNCUL LAGI DALAM KEADAAN YANG
LEBIH SIAP.
SABAR
Nah ! Sekarang, sesudah muak menunggu
berangkat juga (berdoa) Selamat tinggal. Ayo !
AZWAR
Sabar.
(kepada Moortri)
Jadi kau ?
MOORTRI
Saya kenapa ?
AZWAR
Ikut tidak ?
MOORTRI
Saya ? Tidak, saya jangan. Jangan !
AZWAR
Sayang.
MOORTRI
Apa boleh buat.
AZWAR
Tapi paham kenapa ?
MOORTRI
Sedikit‑sedikit.
AZWAR
Lalu kenapa tidak ikut ?
MOORTRI
Eeeee
(berpikir)
ada tugas anu .... anu, anu, anu.
AZWAR
Kita juga punya.
MOORTRI (berpikir lama,
sehingga yang lain menunggu)
Eeeee .... bagaimana ya .......
SABAR
Pukul sebelas tiga puluh menit.
AZWAR
Ayo !
MOORTRI
Eeeee
(berpikir lama)
AZWAR
Ayolah !
MOORTRI
Eeeeee
(berpikir lama)
SABAR
Pukul sebelas tiga puluh dua menit !
AZWAR
Ayo !
MOORTRI (berpikir lama)
Ee .......
AZWAR
Ayo, ayo !
SABAR
Pukul sebelas tiga puluj tiga menit !
MOORTRI
Aduh, anu, sulit !
AZWAR
Masak begitu saja !
MOORTRI
Soalnya .....
AZWAR
Ya !
MOORTRI
Tapi ......
AZWAR
Ahhhhhhhh ! Beres, beres, beres ! Jangan
takut. Tidak ada apa‑apa !
MOORTRI
Memang, paham. Hanya. Yah !
(berpikir lama)
SABAR
Pukul sebelas tiga puluh lima menit !
AZWAR (memegang
tangan Moortri)
Ya !
MOORTRI
Jangan, jangan !
AZWAR
Alah
(memegang erat)
MOORTRI
Betul jangan !
AZWAR
Ah prek !
(mendorongkan dengan keras. Moortri lari
menghindar sambil berkata serius)
MOORTRI
Betul, betul, jangan !
AZWAR
Nanti akan menyesal !
MOORTRI
Sukar, sukar mengatakannya !
AZWAR
Tapi mengerti tidak !
MOORTRI
Paham juga, tapi (berpikir lama)
SABAR
Pukul sebelas tiga puluh tujuh menit !
AZWAR
Kalau paham, kalau mengerti, lalu kenapa
!
MOORTRI
Yahhhhh, sulit, sulit, ini lain. Lain
(mencoba menerangkan sesuatu yang tak bisa diterangkan)
AZWAR
Tidak ! Kau harus ikut ! (mendekatinya ‑‑
Moortri menghindar sambil sedikit takut melihat nafsu Azwar untuk mengajaknya)
Ayolah jangan bego !
MOORTRI
Tidak, tidak ! Betul !
AZWAR
Alah ikut !
MOORTRI
Tidak.
AZWAR
Jangan goblok. Semua orang ikut !
MOORTRI
Tidak semua, jangan bohong, tapi memang
banyak, banyak, tapi
(berpikir singkat)
Tidak !
AZWAR
Ah ikut !
MOORTRI
Tidak.
AZWAR
Ikut ! Ayo !
(mendekatinya, Moortri melompat menjauh)
Jangan goblok !
MOORTRI
Tidak !
(menjauh)
AZWAR
Kenapa ?
MOORTRI
Yah, ada tugas anu.
AZWAR
Bohong !
(memberi isyarat pada Sabar. Mereka
berdua bersiap membrangus Moortri)
MOORTRI
Sudah, pergilah kalau mau pergi Zwar,
aku tidak ikut. Betul. Jangan !
AZWAR
Aku ingin kau ikut ! Ayo ! Ayo kawan
(lembut)
MOORTRI
Ya, tapi
(berpikir)
SABAR
Pukul dua belas kurang dua puluh menit.
AZWAR (membentak Sabar)
Tunggu sebentar !
(kepada Moortri)
Aku ingin !
(berbisik lembut)
MOORTRI
Aku tahu.
AZWAR
Lalu ?
MOORTRI
Aku tidak bisa. Tidak mungkin.
AZWAR
Tidak bisa atau tidak mungkin ?
MOORTRI
Begini !
(mendekat dan berbisik)
AZWAR
Ahhhhhhhhhh !!!!!
MOORTRI
Tapi
(berbisik lagi disertai gerak‑gerik)
ya !
AZWAR (berpikir
keras)
SABAR
Pukul dua belas kurang sembilan belas
menit. Ayo ! Brengsek !
AZWAR
Tunggu !
(kepada Moortri)
Berpikirlah dua kali!
MOORTRI
Nah itulah ! Itulah ! Jadi begitu ! Jadi
tak mungkin. Apa boleh buat, kan ?
AZWAR
Ah prek !
(menangkap Moortri)
Kau ikut !
MOORTRI (meronta)
Oiiiiii !
(melepaskan diri dan lari menghindar
terus dikejar Azwar dan Sabar)
Jangan, jangan, jangan melakukan
kekerasan.
(Azwar dan Sabar memegangnya dengan
paksa)
MUNCUL ORANG BANYAK MEMPERHATIKAN
MEREKA, MEREKA TERPAKSA MENYEMBUNYIKAN PERSOALAN SAMPAI ORANG‑ORANG ITU ASYIK
KEMBALI MEMUSATKAN PERHATIANNYA PADA SESUATU DAN TERUS PERGI LAGI.
AZWAR
Kamu goblok !
MOORTRI
Aku tidak ikut pendeknya.
SABAR
Pengkhianat !
AZWAR
Tidak setia !
SABAR
Pengecut !
AZWAR
Kurang nyali !
SABAR
Bajingan !
(memaki panjang dengan kata‑kata kotor)
MOORTRI
Ya, apa sajalah, biar. Tapi pokoknya aku
tidak ikut.
AZWAR
Sini !
MOORTRI
Tidak !
SABAR (tiba‑tiba
kaget melihat jam)
Pukul dua belas kurang ! Ayo sekarang !
(menarik tangan Azwar)
AZWAR (berbalik
menampar mulut Sabar)
Sudah kubilang sabar ! Brengsek !
(cepat berbalik kepada Moortri)
Ayo kemari. Kalau tidak ikut mari
salaman
(mengulurkan tangan)
Mari !
MOORTRI
Aku tidak ikut !
(menghindar)
AZWAR (mengacungkan tangan)
Ayo ! Salaman !
MOORTRI
Kita berbeda pendapat, tapi jangan
sampai bermusuhan.
AZWAR
Tidak !
MOORTRI
Tapi nada suaramu itu !
AZWAR
Hanya salaman saja. Semua orang yang
berpisah kan salaman !
MOORTRI
Tapi, di situ dalamnya, aku tahu. Aku
tidak mau salaman.
AZWAR
Kau menolak uluran tanganku ? Sia‑sia
tanganku terulur
(menarik tangannya)
Kita, kita sudah ditakut‑takuti mas G.
Kita ketakutan sesudah bisa merdeka. Kita goblok !
(menunggu jawaban, tapi Moortri tak
menjawab)
Baik. Baik. Biar kita sendiri‑sendiri
yang memikul semua ini. Langkah kita menderap ke depan meskipun kita semua
tidak ada saling membantu. Malah menghasut supaya anu anu anu. Tidak ! Ini
kita!
(kepada Sabar)
Kita, kita ! Akan kita buktikan bahwa
kita, kita, kita
(kedengaran suara anak gadis itu
memanggil‑manggil lagi. Azwar ketawa)
bahwa kita, kita
(suara gadis itu bertambah dekat)
Pukul berapa Bar ?
(Sabar tak menjawab)
Baik, wah meskipun waktu sudah habis
percuma, tapi akan kita buktikan bahwa kita, kita
(suara gadis itu dekat sekali. Azwar
melambaikan tangan, memukul udara kosong untuk menggambarkan kepada Moortri apa
yang dimaksudkan)
SABAR
Aaaaaaaaaayo !!!!
(berteriak histeris karena tidak bisa
menahan ketidaksabarannya)
ENTIN (suaranya dekat sekali)
Oom ! Oom ! Oom Azwar !
AZWAR
Ayo !
(berlari diikuti oleh Sabar. Moortri
juga lari ke arah lain)
ENTIN MUNCUL DAN MEMANGGIL‑MANGGIL
KERAS. ORANG BANYAK DATANG TERTARIK LAGI UNTUK MEMPERHATIKAN. MEREKA BERTANYA‑TANYA
KEPADA ENTIN. ENTIN MENJELASKAN. ORANG‑ORANG ITU MENUNJUKKAN ARAH AZWAR LARI.
ENTIN MENGEJAR. MOORTRI MUNCUL MENYEMBUNYIKAN DIRI DI TENGAH ORANG BANYAK ITU.
IA GELISAH SIBUK MENCARI YANG HILANG TAPI TAK JELAS APA. IA MENCARI APA‑APA.
ORANG BANYAK ITU KEMBALI MEMUSATKAN PIKIRANNYA KE KEJAUHAN. MOORTRI BERDIRI
SENDIRIAN MELANJUTKAN KESIBUKANNYA. ENTIN MASUK KEMBALI DENGAN TERENGAH‑ENGAH,
GEMBIRA MELIHAT MOORTRI.
ENTIN
Oom, Oom Moortri !
(menjatuhkan diri karena capek)
MOORTRI (terkejut dan berhenti mencari)
Ah ?
ENTIN
Oom Azwar ke mana ?
MOORTRI
Baru saja pergi.
ENTIN
Masak. Ke mana ?
MOORTRI
Ke situ.
ENTIN
Ke situ, ada apa ?
MOORTRI
Anu.
(sibuk mencari lagi)
ENTIN
Tapi mbak Titik menyuruh Oom Azwar
pulang, dik Roni tambah kuning.
MOORTRI
Bagaimana, orangnya tidak ada di sini.
ENTIN
Yahhhhh. Telat.
MOORTRI
Roni sudah dimakani kutu ?
ENTIN
Kutunya habis. Kita harus cari lagi yuk
!
MOORTRI
Bilang pada Titik, anu‑anu‑anu‑anu‑anu‑anu
itu, anu dan anu dan anu juga.
ENTIN
Kami sudah tahu.
MOORTRI
Anu‑anu‑anu anuanuanu, anu ? Sebab kalau
tidak payah.
ENTIN
Ya kami sudah tahu !
MOORTRI
Anu ! Kan tidak mungkin tanpa itu !
ENTIN
Ya tahu ! Hanya anu yang belum.
MOORTRI
Masak ?
(berpikir)
Anu ?
ENTIN
Ya. Dan anu‑anu‑anu‑anu. Tapi sudah
diusahakan.
MOORTRI
Anu juga ?
ENTIN
Apalagi anu itu.
MOORTRI
Wah kalau begitu anu, ya ! Bisa ?
ENTIN
Memang, tapi tidak ainu !
MOORTRI
Lho kok tidak bisa ?
ENTIN
Karenanya anunya kurang anu.
MOORTRI
Oooooooo, anu ?
ENTIN
Bukan, anu ! Masak Oom tidak tahu !
MOORTRI
Anu ?
ENTIN
Anu !
MOORTRI
Anu ?
ENTIN
Mmmmm ! Masak !
(berteriak)
Anu !
MOORTRI
Sssttt ! Ohhh itu. Di sana ?
ORANG BANYAK ITU MULAI RAME.
ENTIN
Ya ! Masak begitu saja ! Mereka menunggu
apa di sana ?
(menunjuk orang banyak yang menunggu
itu)
Ke sana yuk ! Ikut !
(berdiri lagi)
MOORTRI (manggut‑manggut)
Hmmmmmm, jangan !
ENTIN
Entin ingin sekali ikut mereka dari dulu
Oom ! Masak kita di sini terus, mereka di situ !
MOORTRI
Jangan belum waktunya.
ENTIN
Masak. Biar tahu rasanya. Apa mereka
tidak punya pekerjaan lain selain begitu ? Enak ya tidak usah ngurus orang
sakit. Ayo Oom ! Ayo sebentar saja !
MOORTRI
Nanti kamu menyesal.
ENTIN
Masak ! Tidak, tidak Oom ! Kan hanya
sebentar, biar tahu saja. Nanti kita pulang sama‑sama lagi ya kan ? Ayo, untuk
selingan !
MOORTRI
Ah kamu !
ORANG BANYAK ITU BERGEMBIRA.
ENTIN
Wah, anu, anu sekali. Anu kan, ya Oom ?
(orang banyak itu tampak gembira dan
bahagia, Entin ikut ketawa)
Wah, wah enak ya Oom !
MOORTRI
Ah kamu ! (berusaha mengalihkan, tapi
orang banyak itu melakukan kegiatan yang menarik sekali. Mereka memanggil‑manggil
supaya Entin ikut)
ENTIN
Lihat Oom. Lihat mereka memanggil kita,
ayo, wah hebat. Kita pingin sekali Oom. Ayo Oom !
ENTIN MENARIK‑NARIK MOORTRI. ORANG
BANYAK ITU MAKIN GEMBIRA.
MOORTRI
Jangan ! (menyentakkan)
ENTIN
Kenapa ?
MOORTRI
Jangan !
ENTIN
Lho, sebentar saja apa salahnya, lihat !
ORANG BANYAK ITU MENYANYI GEMBIRA.
MOORTRI (berbicara tapi
tak mengeluarkan suara)
ENTIN
Ah ! Masak !
MOORTRI (berbicara tak mengeluarkan
suara lagi)
ENTIN (menjerit)
Masak !
MOORTRI
Ssttttttttt !
(melihat ke sekitarnya lalu berbicara
lagi tanpa mengeluarkan suara)
ENTIN
Wah ! Wah ! Masak !
MOORTRI (berbicara
tanpa suara terus dan Entin semakin tercengang)
TIBA‑TIBA ORANG BANYAK ITU BERSORAK
MENGELU‑ELUKAN SESEORANG. MOORTRI DAN ENTIN DIAM MENDENGARKAN.
ENTIN
Itu dia !
MOORTRI (memegang
tangan Entin)
Ayo pulang, kita harus mengumpulkan kutu
lagi.
ENTIN
Tapi dia akan lewat di sini. Oom bilang
tadi !
MOORTRI
Tidak ada waktu !
ENTIN
Masak. Waktu masih banyak. Entin ingin
bersalaman dengan dia.
MOORTRI
Dia tidak jadi lewat di sini. Besok !
ENTIN
Masak. Itu mereka ! Itu kan ! Nah itu !
Oom tadi berbisik !
MOORTRI
Dia lewat jalan lain.
ENTIN
Bohong ! Masak. Kenapa dia tidak lewat
di sini? Mereka itu !
MOORTRI
Ayo ! (menarik tangannya)
ENTIN
Masak ! (terseret)
MOORTRI
Ya !
ORANG BANYAK ITU BERSORAK LEBIH BAHAGIA
MENGELU‑ELUKAN YANG DATANG.
ENTIN
Itu, itu apa ! MAS G !
MOORTRI
Itu orang lain !
(menarik)
ENTIN
Entin pingin lihat mukanya saja !
MOORTRI
Ah, ayo ! Jangan brengsek ! (menarik
paksa)
ENTIN
Aduh, jangan maksa Oom ! (bertahan)
MOORTRI MENYERET ENTIN PERGI SUARA ITU
BERTAMBAH KERAS. KEMUDIAN GEGAP GEMPITA MENGELU‑ELUKAN. ENTIN LEPAS LARI HENDAK
BERGABUNG, MOORTRI MENGEJAR DAN MENANGKAPNYA.
ENTIN
Sebentar saja ! Sebentar !
MOORTRI
Jangan !
ENTIN
Sebentar !
MOORTRI
Ahhh !
(menyeret)
Tidak !
(menarik, Entin meronta)
SUARA ITU BERTAMBAH RAMAI. SESEORANG
BERTERIAK MEMANGGIL ENTIN, YANG DIPEGANG MOORTRI.
SESEORANG
Entin, Entinnnnnnn ! Ke bukitttttt !
Pukul dua belas malam ! Ini penting, jangan kelewatan ! Entinnnnn ! Pukul dua
belas malam .......
ENTIN MERONTA DALAM PEGANGAN MOORTRI.
ORANG ITU TERUS MEMANGGIL‑MANGGIL. SUARA ORANG RAMAI BERTAMBAH KERAS. MEREKA
TAMPAK GEMBIRA TETAPI TETAP TERKENDALI DAN SEDERHANA. MEREKA BERLALU. MOORTRI
MELEPASKAN PEGANGANNYA. ENTIN MEMPERHATIKAN.
SESEORANG (suaranya sayup‑sayup)
Entin ! Entiiin ! Pukul dua belas malam
di atas bukit ! Pukul dua belas malam .......
(dan seterusnya)
ENTIN BENGONG MENDENGARKAN. MOORTRI
SIBUK LAGI MENCARI SESUATU YANG HILANG.
BABAK II
SEJUMLAH ORANG ADA DALAM KAMAR. MEREKA
DIAM‑DIAM MEMPERHATIKAN APA YANG SEDANG TERJADI. SEBAGIAN DENGAN TIDAK PEDULI,
SEBAGIAN DENGAN SIMPATI DAN SEBAGIAN LAGI MENCOBA MEMPENGARUHI. SISANYA
PENONTON‑PENONTON ISENG. TITIK ISTRI AZWAR YANG BUNTING, MEMANGKU RONI YANG
SAKIT KUNING, SEMENTARA ENTIN MENCARI SESUATU KUTU DI KEPALANYA. MOORTRI
TERTIDUR DENGAN MENUTUP MUKA DENGAN KORAN.
TITIK
Itu itu, sejak dia bergaul dengan mas G.
ENTIN
Masak ? Sebelumnya ?
TITIK
Belum.
ENTIN
Apa dulu Oom Azwar giat di rumah ?
TITIK
O ya !
ENTIN
Membantu di dapur dan mencuci juga ?
TITIK
Membaca, mendengarkan radio dan mengurus
Roni.
ENTIN
Roni kan belum lahir ?
TITIK
Roni yang pertama dulu.
ENTIN
O ya. Tapi Roni yang pertama meninggal,
karena (mengingat) karena apa ?
TITIK
Akibat dia menjadi murid mas G. Roni
terbengkalai lalu mati.
ENTIN
O. Masak ? Seperti sekarang juga. Tapi
jangan !
TITIK
Lebih parah lagi. Sekarang sebetulnya
sudah agak mendingan, setelah ia berontak.
ENTIN
Lalu ?
TITIK
Ya begitulah. Kau sudah tahu sendiri di
mana, sedang apa, dan akan bagaimana abang, kita semuanya tidak tahu.
ENTIN
Apa Oom Azwar ingin mengikuti jejak mas
G.
TITIK
Dulu ! Sekarang dia sudah bebas.
ENTIN
Apa Oom Azwar murid Mas G yang terpandai
?
TITIK
Kata orang.
ENTIN
Karena itu mas G sering datang ke mari
?!
TITIK
Ya.
ENTIN
Mas G kelihatan sayang sekali pada Oom.
TITIK (bangga juga)
Ya ?
ENTIN
Oom sering diberi anu.
TITIK
Diberi anu ? Apa ?
ENTIN
Yah, orang sering lihat.
TITIK
Masak ?
ENTIN
Sumpah !
TITIK
Sering ?
ENTIN
Beberapa orang sudah pasti melihatnya.
TITIK
Kurang ajar.
ENTIN
Mas G memang banyak punya itu.
TITIK
Jadi itu sebabnya !
ENTIN
Mereka kelihatan akur sekali, tidak
seperti guru dengan murid, kan ?
TITIK
Mas G sudah menganggap abang sebagai
adik kandungnya.
ENTIN
Masak. Murid‑murid yang lalin apa tidak
iri ?
TITIK
Ssttttttt !
(menunjuk Moortri yang tidur)
ENTIN
Apa dia iri ?
TITIK
Sstt !
ENTIN (merendahkan suaranya)
O ! Apa dia tidak disukai guru ?
TITIK
Guru pernah bilang pada abang di sini,
dia
(menunjuk Moortri)
bakatnya kurang. Dia terlalu tertarik
oleh keduniawian dan lemah terhadap wanita. Dia kurang begitu.
ENTIN
Tapi orang banyak mengatakan mas G
sering memujinya juga.
TITIK
Itu taktik mas G supaya dia terus giat.
ENTIN
Eh ! Pintar juga taktiknya.
TITIK
Memang. Mas G jago kok. Dia musang
berbulu ayam.
ENTIN
Masak. Hebat dia ya, mas G itu. Pantas
semua orang memujinya.
TITIK
Memuja ! Memuja ! Hah !
ENTIN
Jarang orang seperti dia, ya !
TITIK
Mas G ?
ENTIN
Ya.
TITIK
Ah ! Sebetulnya tidak seberapa, hanya
karena dia sudah terlanjur dipilih.
ENTIN
Tapi meskipun begitu !
(berpikir)
Wah. Hebat mas G. Setiap dia lewat
perempuan‑perempuan, anak‑anak muda dan orang‑orang lain selalu menyambutnya.
Mas G, MAS G
(membayangkan)
Hebat. Ah !
TITIK
Memang, memang ! Itunya memang !
ENTIN
Apa syarat‑syaratnya untuk jadi murid
mas G ?
TITIK
Tidak ada.
ENTIN
Semua orang bisa ?
TITIK
Semua orang bisa.
(menunjuk Moortri)
Dia kurang bakatnya, diterima juga.
ENTIN
Umur ?
TITIK
Hhhhhhhhhhhhh !!
ENTIN
Kenapa ?
TITIK
Anu ya, kepingin ?
ENTIN (berpikir lama)
Ah nggak !
TITIK
Pasti !
ENTIN (berpikir lama)
Nggak !
TITIK
Pasti. Hati‑hati !
ENTIN (berpikir lama)
Kenapa ?
TITIK
Bahaya !
ENTIN (berpikir)
Entin tahu
(berpikir lama),
nggak ah, masak saya bukan si Anu !
Tidak sama.
TITIK
Betul ?
ENTIN (berpikir lama)
Sumpah !
TITIK
Syukur, jangan ! Mas G itu anu,
(menerangkan sesuatu dengan berbisik)
ORANG BANYAK BERBICARA SATU SAMA LAIN.
AGAK RAMAI. TIBA‑TIBA ENTIN MENDAPAT SEEKOR KUTU.
ENTIN
Wah lihat rajanya !
TITIK
Mana !
ENTIN
(memperlihatkan)
Ya ?!
TITIK
Hmmmmm !
ENTIN
Oom ! Oom ! Oom ! Ooooooommm !!!
(Moortri terperanjat bangun)
Dapat lagi rajanya. Sini lihat ! Wah !
MOORTRI (menggeliat‑geliat
malas)
Aduuuuh, pukul berapa sekarang ?
ENTIN
Cepat Oom botolnya !
MOORTRI
Pukul berapa ya. Sudah ada pukul dua
belas ?
(bangun mendekat sambil membawa botol)
Mana ?
ENTIN (kutu itu meloncat ke lantai)
Wah ! Oom tolong!
(mencari, Moortri ikut mencari)
MOORTRI
Mana ?
ENTIN
Sebentar. Itu, itu !
MOORTRI
Hmmmmmm. Ok. Seperti, wah memang besar !
Besar!
(menangkap lalu memasukkan ke botol
kecil yang sudah sedia, kemudian mengamat‑amati botol)
ENTIN
Yang ini sudah dari kemaren diincer,
baru dapat. Hebat juga akalnya
(memperhatikan botol)
Capek juga.
MOORTRI
Cari lagi barang sepuluh ekor. Masih
kurang ini.
ENTIN (menggeliat‑geliat)
Kira‑kira di sana
(menunjuk kepala Titik)
masih ada delapan ekor. Oom punya kutu
tidak ?
MOORTRI (kembali ke
kursinya)
Rasanya ini sudah hampir pukul dua
belas. Pukul berapa sebetulnya sekarang ? Sesudah Sabar pergi kita tidak tahu
pukul berapa‑pukul berapa. Tahu‑tahu sudah pagi. Tahu‑tahu sudah pukul tiga
siang sebelum kita sempat berbuat apa‑apa. Tahu‑tahu malam lagi. Pagi lagi. Dan
Roni tambah parah. Azwar tidak karuan kabarnya. Pukul berapa ya ? Ah ?
(ia mencari‑cari lagi sesuatu yang
hilang)
ENTIN (menunggu dengan sabar Moortri
selesai mencari)
Oom punya kutu tidak di kepala ?
MOORTRI
Saya ? Coba saja ! Kira‑kira belum pukul
dua belas ya ?
ENTIN
Entah.
(mendapat)
Ayo dicoba.
MOORTRI
Coba saja ! Tapi sambil membaca koran
ya, supaya tidak ngantuk.
(mengambil koran dan duduk membaca,
Entin memeriksa kepalanya)
ENTIN
Maaf ya Oom.
(hendak mencari)
MOORTRI
Tunggu.
(berpikir)
Rasanya ada yang tak beres
(berpikir keras dan tak menemukan apa‑apa)
Yah ayo mulai ! Belum rasanya !
(membaca keras‑keras)
Buah pikiran mas G telah merangsang kita
yang selama ini tidur. Mas G sekarang memegang kunci semuanya yang seharusnya
sudah lama kita rampungkan. Mas G sudah ada di sini sekarang, menanyakan kepada
kita sebuah pertanyaan yang sederhana
mengapa ?
(berpikir)
Berita surat kabar makin sulit dicari
maksudnya sekarang. Kenapa ya ?
ENTIN
Masak ? Ah, kepala Oom berbau duren !
MOORTRI (mengulang
membaca lalu berpikir keras)
Dahulu, tidak seorangpun yang sanggup
mendengarkan suara mas G yang halus, meskipun suara itu menembang setiap hari
sambil melawan musuh‑musuhnya yang kuat. Dan meskipun tibuan tangan telah
mengganyangnya dan ribuan suara meraung serentak sehingga udara jadi penuh
dengan lalu‑lintas pikiran, toh mas G masih mampu bertahan dengan gigihnya,
menjalani pengasingan, pembuangan, pemboikotan, sumpah serapah dan fitnah
maupun ketidakmengertian. Malah semua itu menyebabkan mas G bertambah bersinar
lagi, bertambah agung, bertambah perkasa, lebih hadir lagi dari sebelumnya
dengan lebih yakin dan lebih gigih dengan jiwa yang besar dengan memaafkan
semua musuh‑musuhnya sesuai dengan pribadinya yang anu itu. Mas G telah
menyalakan kembali hati semua kita yang pernah tertimbun kegelapan.
(melanjutkan membaca)
Inilah seruan mas G yang selalu
diucapkannya pada kita pemberontakan
tanpa kesombongan, perlawanan tanpa kebencian, perubahan tanpa pahlawan,
keyakinan tanpa kebuasan, pembaruan tanpa konfrontasi, persahabatan tanpa
pamrih, kematian tanpa ketakutan, kehidupan tanpa .....
TITIK
Bohong !
MOORTRI
Ah ?
(berpikir keras)
Bohong ? Yang mana ?
TITIK
Semua !
MOORTRI
Semua ?
(berpikir)
Semua yang ditulis di sini ?
TITIK
Semua yang tidak tertulis di situ juga !
MOORTRI
Semua pendapat mas G ?
(berpikir)
Tapi itu pendapat. Kenapa ?
TITIK
Itu. Hah !
(berkata tapi tak kedengaran suaranya)
MOORTRI (berpikir)
Itu saya tidak tahu, mungkin juga.
(gelisah)
Aduh mulai lagi terasa ada yang tidak
beres.
(kepada Entin)
Tunggu !
(mencari)
TITIK
Mas Moortri setuju dengan itu ?
MOORTRI (berhenti
mencari dan berpikir)
Bagaimana ya ?
TITIK
Kalau begitu mas Moortri benar‑benar
muridnya.
MOORTRI
O tidak, tidak ! O ya ! Dulu tapi, harus
diakui.
TITIK
Bukan karena bang Azwar, tetapi menurut
saya, semua sekarang, semua orang ikut‑ikutan. Ya tidak !
MOORTRI (berpikir)
Saya belum berani memastikan. Belum.
TITIK
Tapi mas kan satu angkatan dengan abang
!
MOORTRI (berpikir)
Memang.
TITIK
Kok bisa lain ?
MOORTRI (berpikir)
Begini,
(mencari kata‑kata yang tepat)
saya tidak berbeda dengan Azwar, hanya
anu ....... apa ?!
TITIK
Taktik ?
MOORTRI
Tidak juga, saya kira tidak, anu,
(berpikir)
tunggu !
TITIK
Kok aneh ?
MOORTRI
Memang saya mungkin terlalu banyak
pertimbangan. Mungkin karena usia atau tanggung jawab. Waktu masih berguru
dulu, mas G juga sering mengeritik itu, tapi anu, anu, itu sudah sifat saya,
tidak bisa dirubah lagi.
TITIK
Dan bang Azwar ?
MOORTRI
Maaf sebentar ya dik Entin
(berpikir dan mondar‑mandir)
ini bukan kata‑kata saya, tapi kata‑kata
mas G sendiri, Azwar memang besar bakatnya, besar sekali, besar, kuat, kaya,
orisinil, lain, lain, pendeknya cukup. Tapi, ya, ini, sayangnya sedikit, sayang
sekali, sayang sedikit saja, tetapi kalau dibiarkan, tidak benar‑benar
diperhatikan bisa, wah, waduh, bisa anu, sekarang ini buktinya, Azwar ini agak,
agak anu, anu, apa ya, rendah, kurang, lemah ah bukan, mungkin agak kurang
stabil, ya tetapi, tidak bukan, yaaaah, latar belakang agaknya, atau mungkin
sifat‑sifat jasmani, faktor‑faktor lahiriah bisa juga, semacam kompleks jiwa,
mungkin karena tekanan anu, yaahhhh pendeknya anu wah susah mengatakannya !
TITIK
Mas G selalu bicara lain‑lain. Kepada
saya dia begini, kepada Azwar begini, kepada orang lain begini, kepada mas
begini .......
(berpikir lama)
Dan kepada orang lain begini, begini,
begini ........
(berpikir lama)
Begini, begini, begini sekali atau
begitu sekali !
(berpikir dan mulai sedih)
Itunya begitu
(berpikir dan bertambah sedih)
Tapi kepada orang lain dia bicara lain !
(menangis tertahan)
MOORTRI (tarik nafas)
Itu sebenarnya begini,
(berpikir).
Saya terpaksa membuka rahasia. Apa boleh
buat, memang mas G sebenarnya sengaja berbuat begitu untuk anu,
(berpikir keras)
Apa? Bagaimana mengatakannya !
TITIK (hendak bicara tapi tak bisa
lalu meneruskan tangisnya)
Ah !
ORANG BANYAK ITU MONDAR‑MANDIR BERCAKAP‑CAKAP.
ENTIN
Saya mau lihat jam dulu. Pukul berapa
sekarang.
MOORTRI (berhenti berpikir setelah Entin
pergi)
Yah ! Bagaimana harus menerangkannya.
Anu, ini semacam apa ya, sudah menjadi sifat khas mas G. Khaerul Umam, kawan
kita yang sudah berhasil tahu soal ini. Hanya dia, hanya dia yang tahu, karena
dia memang, memang dapat diakui dan memang mampu. Yah begitu. Begitu. Begitu.
Jadi Azwar sebenarnya, sebenarnya sudah, sudaaaaaah cukup. O, ini jangan
dianggap kritik, ini yah sekedar, sekedar dari seorang kawan. Azwar bagi saya
lebih dari seorang saudara, ya kan ? Meskipun sekarang dia sudah begitu, tapi
tak apa‑apa. Segala sesuatu akhirnya akan selesai juga, tenanglah, yakin,
apapun yang akan terjadi, saya siap. Saya yakin, yakin seyakin, yakinnya
tentang persoalannya. Karena itu kita harus tenang‑setenang‑setenangnya dalam
menunggu dia kembali. Dik Titik sekarang susah karena satu kandungan yang lewat waktu,tapi itu biasa,
segala sesuatu bisa saja begitu. Kedua
Roni sakit serius. Tapi jangan cemas, kita sudah berusaha, lain kalau
tidak, dan syukur setelah makan kutu, kuningnya sudah mulai berkurang, lho ya
kan, fakta !
(berpikir mencari apa lagi yang dapat
diterangkannya. Entin masuk) Pukul berapa ?
ENTIN
Pukul
(pikirannya terpaut pada hal lain),
hampir setengah dua belas.
ORANG BANYAK ITU TERKEJUT BUBAR DAN
PERGI.
MOORTRI
Wah. Tidak terasa tiba‑tiba sudah pukul
dua belas lagi. Kemarin juga tahu‑tahu sudah pukul dua belas. Makin cepat saja.
TITIK SUDAH BERHENTI MENANGIS.
ENTIN
Sekarang gantian Oom. Oom yang mencari
kutu saya. Ayo !
MOORTRI
Apa punya ?
ENTIN
Coba saja.
MOORTRI (berpikir)
Tapi kita harus memikirkan dulu di mana
kita harus mencari kutu besok. Sebab ini harus diteruskan, kelihatannya cocok
dengan Roni. Mungkin tetangga di sebelah di sebelah itu mau menjual kutunya.
Kita beli asal tidak terlalu mahal. Tapi biasanya kalau tahu kita butuh, mereka
akan menaikkan harga, padahal biasanya sebaliknya, yang mau mencari kutu malah
diupah.
(ketawa)
Coba.
(melihat ke belakang dan sekitarnya,
kaget sebab tak ada orang lagi)
Lho ! Kok ! Tadi kan ?! Wah ! Bagaimana
ini.
ENTIN (duduk sambil baca koran)
Ayo Oom, rasanya gatal ini !
(menggaruk kepalanya)
MOORTRI (masih bingung
lalu ketawa menemukan jawabannya)
Wah ! Kalau diperlukan malah tidak ada.
Ah, ayo !
(mencari kutu di kepala Entin)
Coba‑coba ya.
ENTIN (membaca)
Buah pikiran mas G telah merangsang kita
yang selama ini tidur dan kelelap mimpi. Mas G sekarang memegang kunci semua
kamar‑kamar yang seharusnya sudah lama kita rampungkan. Mas G sudah ada di sini
sekarang, menanyakan kepada kita sebuah pertanyaan yang sederhana mengapa?
(berpikir)
Mengapa ?
(berpikir)
Kok mengapa ! Ya mengapa ! Ya kan Oom,
kok aneh !
MOORTRI
Kepalamu juga berbau duren ini !
ENTIN (mengulang membaca)
Buah pikiran mas G telah merangsang kita
yang selama ini tidur dan kelelap mimpi‑mimpi yang tidak wajar. Karena itulah
mas G datang sambil memegang kunci‑kunci semua kamar .......
(bunyinya menjadi agak lain)
......... nana‑na‑na‑na‑aa‑na‑na, ya dan
TITIK
Sudah !
MOORTRI
Ah !
(merenggutkan surat kabar)
Anak kecil ikut‑ikutan !
TIBA‑TIBA KEDENGARAN SUARA ORANG RAMAI
DI LUAR. SEMUANYA MEMPERHATIKAN.
ENTIN (meloncat bangun)
Mas G
(hendak keluar)
MOORTRI (memegang)
Kemana !
ENTIN
Entin ingin melihat, boleh kan ?
MOORTRI
Jangan !
ENTIN
Kenapa ?
MOORTRI
Jangan !
ENTIN
Lho ! Entin hanya melihat saja.
MOORTRI
Tidak ! Jangan !
ENTIN
Kenapa ? (orang‑orang bersorak)
Itu ! Sebentar saja !
MOORTRI
Jangan ! Bahaya !
ENTIN
Bahaya ? Ah masak !
TITIK
Cari lagi di sini dik Entin, yang
sebelah kanan rasanya gatal.
ENTIN
Tapi Entin ingin lihat.
TITIK (menina‑bobokan bayinya)
Tiga ekor lagi, dari pada ngantuk.
ENTIN
Sebentar.
(hendak menjenguk ke luar)
MOORTRI
Ayolah ! (menarik)
ENTIN
Saya hanya ingin lihat mukanya. Siapa
tahu besok dia tidak di sini lai ! Ya mbak
Titik ? Masak melihat saja tidak boleh.
Saya –
(hampir menangis)
MOORTRI (kepada Titik)
Masak dia mau melihat ?
ENTIN
Salahnya apa ? Hanya melihat, melihat,
melihat dari jauh ! Ya mbak ! MOORTRI
Dari jauh dari dekat sama saja.
ENTIN
Tapi saya belum pernah melihat, saya
kepingin sekali saja. Sebentar saja.
MOORTRI
Nanti ketagihan.
ENTIN
Tidak ! Tidak kan mbak ?
MOORTRI
Oom bertanggung jawab di sini kalau tidak
Azwar, nanti kalau terjadi
apa‑apa, bagaimana ?
ENTIN
Apa‑apa, apa !
MOORTRI
Lho bisa saja, kan ?
ENTIN
Apa‑apa, apa !
MOORTRI (berpikir)
Sesuatu yang tidak diingini ?
ENTIN
Misalnya ? Apa ?
MOORTRI (berpikir)
Hal‑hal yang merugikan ?
ENTIN
Ya apa ?
MOORTRI (berpikir)
Kesulitan‑kesulitan, macam‑macam
kemungkinan, berbagai‑bagai hal yang tidak diingini yang merugikan. Pendeknya
anu bagaimana menerangkannya. Sulit dengan kata‑kata ini harus dimengerti sebab
agak dalam ! Lho, ya kan ?
ENTIN (berpikir)
Masak ?
MOORTRI
O ya ! Belum lagi (berbisik) dan yang
lain, kan?
ENTIN (berpikir)
Masak ! Betul mbak ?
MOORTRI
Betul ?
ENTIN
Tapi orang‑orang itu semua, mereka
bilang mas G, begitu, wah !
MOORTRI
Memang !
ENTIN
Orang‑orang lain, semuanya bilang !
MOORTRI
O ya ?
ENTIN
Bahkan
(sukar untuk mengatakan)
paling !
MOORTRI
Betul, betul !
ENTIN
Dan katanya akan bisa menjadi
(berpikir),
sebab mas G memang betul‑betul ! Betul
tidak ?
MOORTRI
Ya, ya, ya !
ENTIN
Dan anunya
(melukiskan dengan gerak)
begini !
MOORTRI
Memang !
ENTIN
Ininya
(melukiskan dengan gerak)
begitu !
MOORTRI
Memang !
ENTIN
Bukan itu saja, mas G memang paling !
MOORTRI
Lho ya, memang !
ENTIN
Anu juga !
(berbisik)
MOORTRI
O ya kan ?
ENTIN
Kalau begitu, mengapa !!
MOORTRI
Nah, ya kan ? Jadi dia memang berbahaya
!
ORANG BANYAK DI LUAR MENYANYI AGAK KACAU
SAMBIL MEMBUAT MUSIK DENGAN KALENG DAN TONG ATAU PETI.
TITIK
Dia selalu dilebih‑lebihkan orang !
ENTIN
Ya ! Dia hebat ! Ya ?!
TITIK
Khaerul Umam kawan kita yang sudah
berhasil tidak kalah, kalau dapat kesempatan
!
MOORTRI (berpikir)
Ya !
ENTIN
Masak ?
TITIK
Oooooo, yaaaaa ! Ya toh mas Moortri ?
MOORTRI (berpikir)
Ya ! Ya !
ENTIN
Lebih hebat dari mas G ?
MOORTRI (berpikir)
Ya !
ENTIN
Apanya yang lebih ?
MOORTRI
Anu, apa ya dik Titik ? Mas G memang
begitu, tapi Khaerul Umam juga.
TITIK
Khaerul Umam juga, ya !
MOORTRI
Tapi jangan lupa, itu semuanya karena
yah ! Ya kan ? Karena. Memang,
memang sulit. Semua. Coba kalau tidak
ada, dia tidak akan bisa. Ya tidak dik Titik ?
ENTIN
Masak ?
MOORTRI
Ya kan dik Titik ?
TITIK
Ya !
MOORTRI
Nah ! Pendeknya dik Entin harus berhati‑hati.
Karena pada umur sekian ini bahaya banyak sekali. Sekali keliru, yahhhh, tidak
akan bisa lagi memulai, terpaksa meneruskan dengan sesuatu yang sudah, sudah
maaf (berbisik) ternoda. Sebab kehormatan, perhatikan dik Entin, ya kan dik
Titik ? Kehormatan adalah, adalah ter‑terpenting.
ENTIN
Kehormatan apa ?
MOORTRI
Kehormatan, ya kehormatan pada umumnya, apa
saja. Lho ya kan dik Titik ? Kita harus dik, melihat kenyataan ini, menghitung
untung ruginya dan melakukan apa saja yang baik. Paham? Kita, kita, jangan kita
mengulangi kesalahan orang lain. Lihat terus ke depan. Nah baru, kita akan
berhasil seperti Khaerul Umam kawan kita yang sudah berhasil itu. Mas G, mas G
itu, yahhhhh, ok, begitulah, begitulah dia !
ORANG‑ORANG YANG MENYANYI ITU BERHENTI
LALU KEDENGARAN SUARA MENGELU‑ELUKAN.
SUARA (banyak orang
serentak)
Mas G ! Mas G ! Mas G !
ENTIN
Wah ! Semua orang melihatnya. Entin
pergi sebentar ya !
TITIK
Jangan !
ENTIN
Orang lain kok melihat ?
TITIK
Mereka tolol !
MOORTRI
Dik Entin,
(mau berbicara tapi terdengar seseorang
memanggil Entin)
SUARA
SESEORANG
Entin, Entinnnnnnnnnnn ! Ayo !
Entinnnnnn ! Sekarang cepaat ! Di atas bukit, pukul dua belas malam ! Ikut
tidak ??? Di atas bukit ! Pukul dua belas malam ! Entiiiiin ! Kamu ada di sana
tidak ? Budeg !
ENTIN (tak sengaja berteriak)
Adaaaa !
MOORTRI
Ssstttttttttt !
SUARA
SESEORANG
Ayo Entin ! Nanti kamu terlambat !
Sekarang ! Sekarang ini di atas bukit pukul dua belas tepat ! ENTIN Tunggu !!!
MOORTRI
SSttttttt !
ENTIN
Saya ikut ya mbak ?
SUARA
SESEORANG
Jangan minta ijin tidak akan dikasih,
lari saja! Sekarang sudah pukul dua belas. Melompat di jendela seperti kemaren
! Jangan takut lecet sedikit tidak apa supaya jangan telat. Jangan dengar
Moortri, dia orang banci !
MOORTRI
Kurang ajar !
(mengintai keluar)
SUARA
SESEORANG
Ayo Entin, kamu goblok ! Cepat ! Jangan
ketinggalan ! Sekarang ! Sekarang ! Ini sudah pukul dua belas ! Kamu yang
paling bertingkah ! Ayo !
ENTIN
Mbak, saya pergi ya ?
MOORTRI
Mentang‑mentang dibiarkan, tambah kurang
ajar ! (bersiap hendak melakukan sesuatu)
TITIK
Awas mas Moortri, jangan terpancing !
MOORTRI
O nggak, saya cuma mau kencing !
(masuk ke belakang)
ORANG BANYAK BERGEMBIRA TAPI TETAP
TERKENDALI.
SUARA (serentak)
Mas G, Mas G, Mas G !
SESEORANG
Entinnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnn ! Lewat
pintu belakang saja ! Kita tunggu ! Pakai otakmu sedikit. Apa kami harus .....
(berpikir) ......
ah kamu goblok ! Penyakit kuning
menular, kamu jangan mau jadi tukang cari kutu ! Apa yang ...... di situ apa,
apa yang dicari di situ ! Azwar bukan berjuang, dia sedang tidur dengan
gendaknya !
TITIK
Kurang ajar !
ORANG BANYAK BERGEMBIRA DENGAN TERTIB.
SUARA
MAS G ! MAS G ! MAS G !
MOORTRI (masuk lagi
membawa kayu)
Kurang ajar ! Awas !
TITIK
Kalau aku tidak sibuk, aku akan lari ke
sana menghajarnya. Kurang ajar !
MOORTRI
Makin lama makin berani. Awas ! Harus
dibereskan ini.
TITIK
Kalau tidak ingat anak‑anak, saya bisa
membunuhnya !
MOORTRI
Akan saya gertak, biar mereka takut
sedikit. (keluar membawa kayu) Heeeeee !!
SESEORANG
Awas ! Lari dia bawa kayu !
(kedengaran suara lari)
Ayo Entiiinnn !
MOORTRI (suara saja)
Ayo ! Ayo !
(kedengaran suara berlarian. Seorang
masuk dari pintu belakang mencari Entin)
SESEORANG
Ayo Entin ! Ayo
(memegang tangan Entin)
Kenapa kamu lama sekali ! Goblok !
Dablek ! Bego !
ENTIN
Mbak !
(hampir terseret)
TITIK
Tolong ! Tolong !
(Moortri cepat masuk)
MOORTRI
Hai ! Hai ! Hai !
(mengejar dengan tongkatnya. Orang
tersebut berlari keluar menyelamatkan diri sambil berteriak Lari Entin, lari !)
ORANG BANYAK BERGEMBIRA TAPI KHUSUK.
SUARA
MAS G ! MAS G ! MAS G !
SESEORANG (datang berlari sambil memukul
tembok) Kamu goblok Entin (terus lari dikejar oleh langkah Moortri yang
berteriak hai, hai, hai !)
TITIK
Setan !
SESEORANG (jauh)
Entin ! Kamu pembohong ! Awas ! Di bukit
pukul dua belas ! Buat apa meladeni orang itu ! Jangan takut ! Ayo ! Ayo !
TITIK
Setan ! Tutup kupingmu Entin, jangan
dengarkan mereka ! Tutup !
(Entin menutup kupingnya)
SESEORANG
Buka kupingmu Entin !!!!!!!
(Entin membuka kupingnya)
Namamu belum dicoret. Kita masih tunggu
kamu. Bertahan terus, kita akan usahakan ‑‑‑‑ banyak yang seperti kamu. Tapi
kami terus menunggu kamu ! Jangan takut ! Teguhkan hatimu! Tahan ! Aduh !
Bangsat ! Moortri banci !
TITIK
Siapa itu Entin ?
ENTIN
Teman.
TITIK
Pacar ya !
ENTIN
Pacar juga boleh.
TITIK
Kalau mau ikut, ikutlah !
ENTIN
Tidak.
TITIK
Jangan merasa dipaksa di sini !
ENTIN
Tidak (menangis)
TITIK
Ya, tapi tak usah menangis !
ENTIN
Entin tidak menangis !
TITIK
Saya tidak memaksa kamu tinggal di sini.
Kalau mau ikut, pergilah. Tapi tak usah
datang kemari lagi ! Paham ? Kamu
merdeka ! Sejak dulu kamu merdeka. Kamu merdeka
tidak ? Ah ?
ENTIN
Ya.
(Moortri datang terengah‑engah)
MOORTRI
Waduh ! Mereka berkumpul di bukit.
Banyak sekali. Penuh sesak.
ENTIN
Banyak yang datang Oom ?
MOORTRI
Penuh ! Orang berdesak‑desak, mereka
tidak perduli mendung. Mungkin di puncak bukit, di tempat mereka itu, sebentar
lagi akan turun hujan yang berbadai. Tapi mereka tak perduli. Mereka terus
berdatangan. Aku jadi malu membawa kayu di antara mereka (melempar kayunya)
banyak yang melihat saya. Mereka mengira saya akan ikut. Saya jadi malu ! Hah
(melepas bajunya) Anak bengal itu, mempermainkan kurang ajar !
ENTIN
Mas G sudah datang ?
MOORTRI
Sudah. Hhhhhhh, mukanya pucat, tapi
bercahaya, dia tersenyum dan semua orang terpaku melihat daya tariknya yang
ajaib itu. Aku jadi ingat masa‑masa lalu waktu bersama dia, sebelum dia begini
(berpikir).
Dia memang bangsat. Tapi saya kok seperti
melihat Sabar ! Dia berdiri dekat mas G, rambut mas G dipegangnya. Mas G diam
saja, lalu sabar menangis.
(berpikir)
Sabar atau bukan. Di sana terlalu banyak
orang, muka orang kelihatan sama saja.
ENTIN
Orang hebat, ya !
MOORTRI (berpikir)
Ya.
TITIK
Sabar ada di situ ?
MOORTRI
Ya
(mengingat),
kalau saya tidak salah lho. Mungkin juga
tidak. Masak dia ada di situ ?
TITIK
Kenapa ? Dia kan ikut abang berjuang ?
MOORTRI
Ya. Itulah, kenapa ? Kenapa ya !
TITIK
Hhhh ! Sabar ! Jiwanya belum kuat. Dia
masih ragu‑ragu.
MOORTRI
Orang‑orang yang seperti dia, anu,
mudah, begini, begitu.
ENTIN
Pakaian apa yang dipakai mas G ? Dia
masih bertelanjang dada dan rambutnya panjang kepirang‑pirangan ?
TITIK
Sudah ! Jangan sebut‑sebut terus !
Dadanya memang telanjang rambutnya memang pirang, semua persis begitu. Masak
dia saja terus‑terusan. Sekali‑sekali pikirkan dong bang Azwar, dia juga sedang
berjuang sekarang, hanya belum berhasil. Atau Khaerul Umam, teman kita yang
sudah berhasil ! Sini Entin, cari lagi, di sebelah kanan dekat telinga rasanya
ada yang merayap.
(Entin mendekati Titik lagi terus
mencari kutunya, tapi kurang berminat)
MOORTRI
Ya, ya ! (berpikir) Azwar kok belum ada
beritanya. Berhasil atau tidak ?
TITIK
Abang selalu sial !
MOORTRI
Ya, ya. Padahal buka tidak mungkin lho !
Ini terus terang dik Titik ! Di atas segala kekurangannya, dik Azwar itu boleh
lho. Ada, ada dia !
TITIK
Oooooo ya ! Saya yakin, bukan karena
saya istrinya. Abang punya sesuatu !
MOORTRI
Itu sudah cukup sebagai permulaan ! Ya
kan !
TITIK A
bang selalu dianggap orang lain, kurang
ini, kurang itu, kalau dia bicara, itu dianggap alasan saja, tidak ada yang
memberinya kesempatan, dan kalau dia ternyata kemudian bisa, itu dianggap
biasa, biasa, orang lain juga dapat melakukannya kalau mau, tapi kalau dia
kebetulan gagal, segera saja dicap nah
itulah akibatnya, itulah upahnya, itulah akhirnya, ini kan tidak anu, saya
tidak, saya bukannya. mas Moortri paham apa yang saya maksud ?
MOORTRI
O ya ! Itulah problemnya yang terbesar !
TITIK
Tapi berapa orang yang seperti mas
Moortri !
MOORTRI
Yahhhhhhh ! Kita jangan mengharap
terlalu banyak, dik !
TITIK
Saya tidak memuji abang. Tetapi seperti
kata mas Moortri, dia mempunyai sesuatu ! Tapi kenapa ? Saya hanya bisa
ngomong, sekarang terserah apa yang akan terjadi, kalau saya bukan perempuan ;
senyumnya, kata‑katanya, kentut‑kentutnya semuanya menjadi emas. Abang lari ke
sana‑ke mari supaya jangan disangka iri, tapi berapa orang yang mau mengerti,
(mendapat kesulitan dengan anak yang
digendongnya)
anak ini suka ngambek seperti bapaknya,
ditaruh sebentar saja sudah marah, jadi anu mas Moortri, kacau jadinya,
bagaimana kita bisa benar‑benar tenang dalam bekerja, lain dengan Khaerul Umam
kawan kita yang sudah berhasil itu, ya kan ?
ENTIN
Oom, sini Oom, sini. Katanya mau mencari
tiga ekor, dari pada ngantuk, sambil ngomong.
MOORTRI
Sebentar ! Bagaimana dik Titik ? Lain
dengan kawan kita Khaerul Umam yang sudah berhasil itu?
(berpikir)
Lho ya, tapi kan ada, ada sesuatu yang,
yang bagaimana ya mengatakannya, dik Entin misalnya tidak akan bisa kita ajak
melihat kemungkinan ini, karena, ada sesuatu yang hanya, yang hanya, lho ini,
dapat di, dianukan kalau kita benar‑benar sudah. Seperti dik Azwar, dik Titik,
saya. Kawan kita Khaerul Umam yang sudah berhasil itu dan mungkin hanya
beberapa orang lagi, yang benar‑benar dapat. Ya kan ? Soalnya begini
(mendekat dan berbisik‑bisik kepada
Titik supaya jangan didengar Entin)
Lho ya kan ? Sebab praktisnya saja, ini
merupakan kejahatan yang anu sekali. Coba saja perhatikan misalnya,
(berbisik lagi)
Bukan ? Lho memang kita mengerti bahwa
orang lain, dia misalnya,
(berbisik lagi)
Ya ?
(berbisik lagi)
Sebab, sebab
(berbisik lagi)
Nah jadi kita tidak bisa tidak, karena
(berbisik lagi) ......
SABAR MASUK DENGAN DRAMATIS SEKALI.
TAMPAK TIDAK SUKSES, TIDAK PUAS, PENUH CITA‑CITA YANG LAIN, TETAPI TAK DAPAT
BERBUAT YANG LAIN SESUATU YANG TAK BISA DIATASINYA. ENTIN YANG PERTAMA KALI
MELIHAT.
ENTIN (terpekik)
Sabar !
(semuanya kaget. Moortri cepat berdiri
mengulurkan tangan)
MOORTRI
Bagaimana dik Sabar ! Sukses ?
SABAR
Hhhhhhhhh !
MOORTRI
Bagaimana ?
SABAR
Hhhhhhhhh !
MOORTRI
Sukses atau anu lagi ?
SABAR
Mckkkkkkkkkk !!!
MOORTRI
Bagaimana ? Bagaimana dik ?
SABAR
Ahhhhhhhhhhhhh !
MOORTRI
Ada halangan ? Bagaimana dik ?
SABAR
Ahhhhhhhhhhhhh !
MOORTRI
Ada halangan ? Di mana dik Azwar ?
SABAR
Hhhhhhhhhh !
MOORTRI
Kenapa ? Ada apa ? Kecelakaan ?
SABAR
Aduhhhhhhhh !
MOORTRI
Lho kenapa, kenapa dik ? Mana dik Azwar
?
SABAR
Mas, mas Moortri......hhhhhhhhh !
MOORTRI
Coba‑coba tenang dulu !
(Titik menangis)
MOORTRI
Duduk, duduk dulu !
(menyeretkan kursi menolong duduk)
Biar, tenangkan pikiran dulu, duduk saja
dulu tak usah bicara, tenang, tenang saja, tidak, tidak apa‑apa, tenang, atur
nafas, tenang, tenang, dik Entin tolong ambilkan air dingin
(Entin mengambilkan air. Moortri memijit
pundak Sabar, Sabar memejamkan mata sambil mengeluh‑ngeluh)
Tenang, tenang saja dik.
(kepada Titik yang menangis)
Tenang, tenang dik Titik, tidak ada apa‑apa,
tidak, tidak ada apa‑apa, tenang saja, segalanya beres, pasti beres, kita atur
nanti sebaik‑baiknya, jangan khawatir, pokoknya tenang‑tenang dulu !
TITIK
Bang Azwarrrrr !!!!!
(menangis pilu ‑‑‑ Moortri cepat
mendekatinya)
MOORTRI
Tenang dik tenang ! Tidak apa‑apa,
yakin, saya yakin, saya percaya dik Azwar tidak apa‑apa. Tenang saja dia cuma
capek, tenang tidak ada apa‑apa !
(Entin datang membawa air)
ENTIN
Oom, ini airnya !
(Moortri mendekati Sabar lagi sambil
mengambil air dari Entin dan memberi isyarat agar Entin merawat Titik)
Minum, minum dulu biar tenang. Minum
dulu dik Sabar ! Minum dulu biar tenang !
MOORTRI (Sabar minum,
Moortri terus memijitnya)
Lagi ?
(Sabar menggeleng)
Tenang‑tenang ! Bayangkan langit,
bayangkan warna hijau, bayangkan cahaya putih dari kejauhan, bayangkan bunga‑bunga
tanjung di atas kolam yang jernih, air yang mengalir di sela‑sela ilalang yang
bergoyang‑goyang karena di pucuknya hinggap capung yang mendengarkan gerak‑gerik
udara, bayangkan salju di puncak Himalaya dengan kabut yang turun ke lerengnya,
angin pegunungan, perdamaian, burung‑burung beterbangan, telaga warna, taman
bunga, anak‑anak kecil, hutan rimba yang tenang yang tidak terjamah ......
tenang, tenang di sini ada Moortri, Moortri siap menolong. Azwar selamat !
Azwar tidak apa‑apa ! Azwar tidak apa‑apa ! Azwar tidak apa‑apa ! Azwar tidak
apa‑apa bukan .....
(suaranya kemudian menjadi tidak yakin.
Entin menjerit karena TITIK pingsan, sementara itu Sabar tambah merintih)
ENTIN
Oom, tolong Oom !
MOORTRI
Tenang, tenang pokoknya tenang semua !
(berteriak)
Moortri ada di sini ! Moortri akan membela
!
(menantang)
Siapa berani mengacau di sini ! Ini
Moortri, lawan dulu Moortri !
(mengepalkan tangan)
Ini Moortri ! Ayo pergi ! Pergi jangan
bikin kacau !
(menggeram)
Mmmmmmm‑mmmmmmmyaaaaaakkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkssssssssss‑yaaaaaaaaaakkkkkkkkkkkkkkk
!
(lalu mendekati Entin yang ketakutan
memegangi tubuh Titik)
Tenang dik, tenang tidak apa‑apa. Azwar
selamat, ia tidak apa‑apa.
ENTIN
Entin takut Oom !
MOORTRI
Tenang‑tenang !
(Entin tetap ketakutan)
Tenang! Belum apa‑apa sudah takut !
Tidak apa‑apa, percaya Moortri ! Ini soal rutin ! Ini !
(mengeluarkan balsem)
Urut tengkuknya dengan ini !
ENTIN (menerima balsem)
Entin takut Oom !
MOORTRI
Takut apa ! Tidak ada apa‑apa ! Semuanya
sudah pergi !
SABAR (menjatuhkan
tubuhnya ke lantai dan bermaksud menyiksa dirinya, Entin terpekik lagi)
MOORTRI (cepat
memegangi Sabar)
Tenang ! Tenang !
SABAR (mencoba bicara
tapi sukar)
Mas, mas ..........
MOORTRI
Jangan bicara dulu, tenangkan saja !
SABAR
Mas, mas ..........
MOORTRI
Jangan bicara dulu ! Tenang dulu !
(mencoba mendudukkan di lantai dan
mengeluarkan rokok) Rokok ? (Sabar
menolak, Moortri sendiri yang merokok) Hhhhhhh, tenang, tenang dik (kepada
Entin) Teruskan ke pelipisnya dan ulu hatinya.
ENTIN
Takut Oom !
MOORTRI
Tenang !
(komat‑kamit)
Segalanya akan selesai nanti.
(komat‑kamit)
Yahhhhhhh ! Tenang‑tenang !
(Sabar menangis)
SABAR
Mas ........
(menangis)
MOORTRI
Menangislah puas‑puas, biar tenang.
Hhhhhh ! (mengebul‑ngebulkan asap rokok sementara Sabar menangis seperti anak
kecil)
SABAR TIBA‑TIBA BERHENTI MENANGIS,
TERCENGANG MELIHAT KE SEKITARNYA. IA MEMANDANGI MOORTRI DENGAN TERPERANJAT. IA
BERDIRI TEGANG. MOORTRI IKUT TERPERANJAT. IA BERSIAP‑SIAP MENGHADAPI SESUATU.
SABAR (meledak‑ledak)
Kenapa saya di sini ? Saya harus di sana
! Saya harus di sana sekarang ! Saya harus berjuang ! Saya harus berjiwa
partisan ! Saya harus punya inisiatip, saya harus di depan, saya harus besar,
saya harus berkorban, saya harus merintis, saya harus kukuh, saya harus sabar,
saya tidak boleh lelah, saya tidak boleh lengah, saya tidak boleh takut, saya
tidak boleh ragu‑ragu, saya tidak boleh pengecut, saya tidak malas, saya tidak
macet, saya tidak gagal, saya tidak perlu istirahat, saya tidak perlu senang‑senang,
saya tidak boleh berhenti, saya tidak boleh senang‑senang, saya tidak boleh
iseng‑iseng, saya tidak boleh tidur, saya tidak mau mundur, saya harus sukses,
saya harus menang, saya harus maju ke depan, saya harus di sana, di sana
sekarang bersama Azwar, saya harus, saya harus, saya harus
(berteriak sekuat‑kuatnya dengan
menyesal)
SAYA HARUSSSSSSSS !
(merendahkan suaranya lagi)
Tapi saya di sini sekarang. Kalah,
habis, musnah.
(berteriak lagi)
SAYA HARUSSSSSS !!!!
(Menggagahkan dirinya)
Mmmmmmmmmyaaaakkkkkkkkkk !
(keluar berlari)
MOORTRI (menarik nafas
lega)
Hhhhhhhh !
(menjatuhkan tubuh di kursi)
Ada‑ada saja.
(tiba‑tiba kaget berdiri lagi)
ENTIN
Saya takut Oom ! Kenapa dia ? Apa dia
anu ?
MOORTRI
Hhhhhhh !
(bingung)
Jangan‑jangan dia gila.
(keluar menyusul)
ENTIN (menangis)
Kenapa saya tidak ikut ke bukit saja
tadi ! Sekarang sudah telat.
SAYUP‑SAYUP KEDENGARAN SABAR BERTERIAK‑TERIAK.
ENTIN
Sekarang sudah pukul dua belas ! Mas G
sedang bersila, dalam lingkaran, mengucapkan pesan‑pesannya.
SUARA SABAR MEMAKI CAMPUR SUARA MOORTRI.
ENTIN (masuk lagi Seseorang itu
sekarang dari jendela)
Kenapa saya tidak ikut kemarin, padahal
bisa. Saya harus ikut mestinya !
SESEORANG
Entin ! Entin !
ENTIN (menoleh)
Sssssssttttttttt !
SESEORANG
Ayo !
(merendahkan suaranya)
ENTIN
Belum mulai ?
SESEORANG
Cepat ! Sudah !
ENTIN
Tapi ini ?
(menunjuk Titik)
SESEORANG
Biarin saja ! Ayo jangan brengsek ! Mau
ikut tidak ? Mau tidak !
(hendak pergi)
Wah !
ENTIN
Sstttttt ! Tunggu !
(berpikir)
SESEORANG
Ya ayo ! Tele‑tele terus ! Ayo !
ENTIN
Tapi,
(berpikir)
SESEORANG
Ah, brengsek kamu !
KEDENGARAN SUARA SABAR MEMAKI‑MAKI.
SABAR (suara saja)
Azwar !!! Azwarrrrr !
SESEORANG
Cepat, nanti telat ! Cepat !
ENTIN
Stttt ! Aku ragu‑ragu ! Sebab
(berpikir lama)
SESEORANG
Ah prek ! Mau ikut tidak ? Ini sudah
pukul dua belas.
ENTIN
Sebentar !
(berpikir lama)
SESEORANG
Kalau tidak aku pergi sendiri ! Aku tak
mau ketinggalan ! Masak kamu saja yang diurus ! Orang lain masih banyak yang
mau !
ENTIN
Tunggu ! Tapi baik tidak ?
SESEORANG
Kamu brengsek !
(pergi)
ENTIN
Tunggu !
MOORTRI MASUK.
MOORTRI
Aneh, dia benar‑benar sudah gila. Azwar
disumpahnya.
ENTIN
Saya takut Oom !
MOORTRI
Takut apa !
SABAR (berteriak‑teriak)
Azwar ! Azwar ! Azwar !
MOORTRI (tertegun)
Kenapa dia sebetulnya ?
(keluar)
Heee !!
SESEORANG (muncul)
Ayo ! Entin kamu bagaimana !
ENTIN
Ceritakan dulu bagaimana !
SESEORANG
Tidak ada waktu !
ENTIN
Sedikit saja !
SESEORANG
Dulu kan sudah !
ENTIN
Ayo ! Dalam lingkaran, dalam lingkaran
lalu bagaimana ? Dadanya telanjang ?
SESEORANG
Dadanya telanjang, rambutnya gondrong,
matanya menyala.
ENTIN
Bibirnya ?
SESEORANG
Bibirnya seperti empal, kedua tangannya
seperti batang tebu dan suaranya wah ! Ayo, jadi ikut tidak ?
ENTIN
Suaranya bagaimana ?
SESEORANG
Kamu brengsek ! Suaranya tidak begitu
bagus, tapi isinya penting !
(kedengaran Sabar dan Moortri
bertengkar)
SESEORANG
Kenapa mereka ?
ENTIN
Sabar mungkin gila.
SESEORANG
Itulah. Akibat !
ENTIN
Akibat apa ?
SESEORANG
Ayo !
ENTIN
Tapi apa saja katanya ?
SESEORANG
Ya ! Ayo !
SUARA PERTENGKARAN ITU TETAP DI DEPAN
PINTU. SABAR MEMAKI‑MAKI AZWAR. ENTIN DAN ORANG ITU MEMBERESKAN TITIK ‑ YANG
MASIH KUAT MEMELUK RONI SEMENTARA MATANYA TERPENJAM.
SABAR (suaranya)
Kurang begini, kurang begitu, harus
begini, harus begitu, beginikan, begitukan, terlalu ! Kebanyakan ! Kebanyakan !
Berapa kali harus, berapa kali harus. Berapa ! Berapa ! Kamu !!!!
(masuk, Entin diseret orang itu lari
keluar lewat pintu belakang)
ENTIN
Aduh ! Jangan
(terseret keluar)
Jangan !
SABAR (masuk dengan
galak, Moortri mengikutinya dan berusaha menyabarkan)
Ini permainan ! Lelucon, memutar balik
soal ! Menganiaya sesama manusia, mengganggu kesempatan orang lain ! Bajingan !
Kamu harus digasak !
(ia mengamuk dalam kamar dan menyiksa
kursi tempat duduk Moortri sampai berantakan dibuatnya)
Ini aku ! Ini manusia yang punya otak !
Aku bukan kursi ! Aku bukan tembok ! Aku bukan batu ! Ini bukan kerbau ! Kamu
persetan ! Kamu harus dibasmi.
(menemukan tongkat Moortri dan
mengambilnya lalu memukul‑mukul kursi itu)
Kamu persetan ! Kamu harus digasak !
Dibasmi ! Membunuh manusia lain, menculik milik orang lain, kamu yang begini
begitu, kamu yang punya dosa, kamu yang harus, kamu, kamu, kamu, kamu !
MOORTRI (tak berani
mencegah)
Kenapa, kenapa ?
SABAR
Dia bilang anu, anu, anu, tapi
kenyataannya anu, anu, anu !
MOORTRI
Dia siapa ?
SABAR
Minggir ! (mendekati Titik)
MOORTRI
Tapi, tapi istrinya tak bersalah !
SABAR
Anu, anu, anu, bangsat !
MOORTRI
Betul dik Sabar, dik Titik tidak ikut !
SABAR
Tidak apa ! Aku gasak dia !
MOORTRI
Betul dik Sabar, betul !
SABAR
Ahhhh ! Jangan ikut campur, aku sedang
mata gelap. Aku hancurkan kamu ! (mengangkat tongkat itu)
MOORTRI
Sabar dik !
SABAR
Kurang ini, kurang itu, harus begini,
harus begitu, bajingan, ayo minggir !
MOORTRI
Betul dik Sabar !
SABAR
Minggir !
(Moortri minggir karena Sabar siap
memukulkan tongkat itu) (kepada Titik)
Keluar !
MOORTRI
Dia sedang sakit.
SABAR
Bajingan ! Kamu jangan ikut campur !
MOORTRI
Betul dik. Untung eh dik Sabar dia
sakit. Dia hanya ikut‑ikutan !
SABAR
Ikut‑ikutan apa ! Dia biang keladinya !
Kamu juga bangsat !
(memukul Moortri ‑ Moortri meloncat)
MOORTRI
Maaf !
SABAR
Maaf apa ! Aku sudah jadi tepung, kamu
cuma bilang maaf ! Siapa bertanggung jawab, bangsat!
(memalingkan mukanya lagi ke TITIK dan
mengangkat tongkatnya)
Mana suaramu yang berkaok‑kaok dulu,
keluarkan ! Keluarkan ! Kamu hanya berani kalau orang lain bodoh, kamu lari
kalau orang lain sudah minta bukti, kamu penjahat !
MOORTRI
Maaf dik Sabar, ampun !
SABAR
Diam ! Ayo lototkan lagi matamu
sekarang, keluarkan lidahmu, kamu mengajari tapi kamu sendiri yang begitu, guru
bangsat, guru bangsat guru bangsat ! Mana jiwamu yang besar, mana jiwamu yang
gila itu, mana kekuatanmu yang dahsyat, mana, mana, mana, mana ! Kamu kok diam!
MOORTRI
Ampun, ampun dik Sabar, kami memang
salah !
(menyembah‑nyembah)
SABAR
Mana mukamu yang betul, letakkan di sini
sekarang, biar kuinjak ! Mana suaramu yang berkaok‑kaok di telinga dulu, kamu
lari kalau orang lain sudah hampir mampus, kamu cari korban lain, kamu kotor,
kamu busuk, kamu bangsat, babi, kotoran kebo, najis kakus, sundal, terkutuk,
bangke, kamu menganjurkan karena kamu tidak suka orang lain yang dapat, kamu
iri hati, kamu tidak mau bekerja, kamu mau merampok hasil orang lain, kamu
mencuri tapi pura‑pura memberi derma, kamu tukang adu domba tapi berlagak jadi
korban, kamu penghalang orang lain yang sedang dapat kesempatan baik, kamu
harus diganyangggggg !!!
(ia mukul dengan keras di samping Titik
dengan tongkat itu. Kemudian ia tertegun. Terjadi perubahan besar sekali. Hening
sebentar. Kemudian ia tampak kuyu dan loyo sekali)
Maaf !
(dengan sedih ia melemparkan tongkat itu
ke samping. Lalu berjalan dengan loyonya ke luar ke arah ia masuk tadi tanpa
berkata‑kata)
MOORTRI MELIRIK TITIK YANG MASIH
BERSANDAR KE KURSI DENGAN MATA TERPEJAM MEMEGANGI RONI. IA AGAK CEMAS DAN TIDAK
TAHU APA YANG HARUS DIPERBUATNYA. IA MENCARI LAGI SESUATU YANG DIRASANYA HILANG
DARI TUBUHNYA. SEMENTARA ITU DI KEJAUHAN KEDENGARAN SESEORANG MENGUCAPKAN
SERUAN.
..............
Pembrontakan tanpa kesombongan,
perlawanan tanpa kebencian, perubahan tanpa perlawanan, pembaruan tanpa
konfrontasi, perkelahian tanpa darah, pertengkaran tanpa dendam, perbedaan
tanpa permusuhan, persahabatan tanpa pamrih, kematian tanpa ketakutan,
kehidupan tanpa kesengsaraan .......
(dan seterusnya tak jelas)
MOORTRI KEBINGUNGAN. MULA‑MULA IA HENDAK
MENDEKATI TITIK. TETAPI KEMUDIAN IA RAGU TAKUT KALAU‑KALAU TITIK DAN RONI LEBIH
DARI YANG DISANGKANYA. IA KEMUDIAN KEMBALI MERASA ADA SESUATU YANG TAK BERES
DALAM DIRINYA. LALU IA KEBINGUNGAN MENCARI SESUATU YANG HILANG. IA PANIK LALU
MENANGGALKAN BAJUNYA, CELANANYA, SEHINGGA TINGGAL HANYA CELANA DALAM. PUNGGUNG
DAN DADANYA TAMPAK BEKAS DIKEROK. TETAPI SEMUA ITU TIDAK MEMBERESKAN APA YANG
TIDAK BERES. IA SEMAKIN MERASA KEHILANGAN. IA TERUS MENCARI. DI KEJAUHAN SERUAN
ITU MASIH KEDENGARAN.
..............
Pembrontakan tanpa kesombongan,
perlawanan tanpa kebencian, sikap tanpa kehilangan, percintaan tanpa belas
kasihan, perpisahan tanpa air mata, pengulangan‑pengulangan tanpa kebosanan,
pemujaan tanpa perbudakan, sepi tanpa kebosanan, kebosanan tanpa sepi,
permusuhan tanpa perbedaan, pamrih tanpa persahabatan, ketakutan tanpa
kematian, kesengsaraan tanpa kehidupan, permusuhan tanpa perbedaan, darah tanpa
perkelahian, perlawanan tanpa perubahanm, kebencian tanpa perlawanan,
kesombongan tanpa pembrontakan .......
MOORTRI (heran. Berhenti mencari dan mendengarkan)
Ahhhh ????
.............. (mula‑mula seruan itu tak terdengar
lagi, kemudian terulang kembali seperti semula)
Pembrontakan tanpa kesombongan,
perlawanan tanpa kebencian, perubahan tanpa pengrusakan, perbedaan tanpa
permusuhan, persengketaan tanpa dendam .....
(tiba‑tiba berbalik)
dendam tanpa persengketaan, kesombongan
tanpa pembrontakan ......
(dan seterusnya)
MOORTRI
Ah !
..............
Pembrontakan tanpa kesombongan,
persengketaan tanpa dendam ..... (dan seterusnya)
MOORTRI
Hmmmmm !
..............
Kesombongan tanpa pembrontakan, dendam
tanpa persengketaan ...... (dan seterusnya)
MOORTRI
Ah !?
..............
Pembrontakan tanpa kesombongan,
persengketaan tanpa dendam ....... (dan seterusnya)
MOORTRI
Ya !
..............
Percintaan tanpa belas kasihan,
perceraian tanpa air mata, perpisahan tanpa pertemuan, pertemuan tanpa
perpisahan .... (seruan mulai lagi kacau) ........
MOORTRI
Wah !
ORANG BANYAK MASUK. MEREKA TAK
MENGHIRAUKAN MOORTRI. MEREKA LANGSUNG MENGURUS TITIK. MEREKA MEMPERSOALKANNYA
DAN MENCOBA MENOLONGNYA. SEBAGIAN MEMBENAHI KERUSAKAN DALAM KAMAR.
SALAH
SEORANG
Inilah akibatnya !
SALAH
SEORANG
Sudah kita duga dari dulu. Kita diam‑diam
dikiranya tidak memperhatikan, tidak bisa dong, kita bersama‑sama di sini
bagaimana mau pisah, biarpun ada perbedaan kan !
SALAH
SEORANG
Akhirnya sesudah begini, kita juga yang
menanggung.
SALAH
SEORANG
Sekarang ini bagaimana, kenyataannya
begini sudah.
SALAH
SEORANG
Ya apa boleh buat.
SALAH
SEORANG
Padahal diam‑diam sudah kita
peringatkan, masak harus terang‑terangan, kita kan punya perasaan, pakai dong.
Ukur sedikit, kita tidak bisa seenak perut sendiri saja.
SALAH
SEORANG
Suaminya sebetulnya ke mana ?
SALAH
SEORANG
Ada yang bilang berjuang, ada yang
bilang di rumah gendaknya.
SALAH
SEORANG
Mungkin berjuang sambil iseng ke rumah
gendaknya.
SALAH
SEORANG
Ya itu kan bukan urusan kita.
SALAH
SEORANG
Tapi menurut beritanya begitu, ya saya
cuma menyampaikan.
SALAH
SEORANG
Lha yang biasa ngurus di sini.
SALAH
SEORANG
Tadi kan di sini. Di mana sekarang ?
SALAH
SEORANG
Lihat kita datang dia cepat‑cepat cuci
tangan.
SALAH
SEORANG
Sama saja.
SALAH
SEORANG
Jadi ?
SALAH
SEORANG
Ayolah !
MEREKA BEKERJA MEMBERESKAN TITIK DAN
RONI. DI KEJAUHAN SERUAN ITU SEMAKIN JELAS.
..............
Pembrontakan tanpa kesombongan,
perlawanan tanpa kebencian, perubahan tanpa perlawanan, pembaruan tanpa
konfrontasi, perkelahian tanpa darah, pertengkaran tanpa dendam, perbedaan
tanpa permusuhan, persahabatan tanpa pamrih, kematian tanpa ketakutan,
perceraian tanpa air mata, kesengsaraan tanpa putus asa, kesunyian tanpa penderitaan,
kesunyian tanpa penderitaan, kesunyian tanpa penderitaan (tiba‑tiba kacau lagi)
penderitaan tanpa kesunyian, air mata tanpa perceraian, putus asa tanpa
kesengsaraan, ketakutan tanpa kematian, kebencian tanpa perlawanan, dendam
tanpa persengketaan, kesombongan tanpa pembrontakan, darah tanpa perkelahian
..... (dan seterusnya)
MOORTRI TERKEJUT. CEPAT MERAIH
PAKAIANNYA. MENGENAKAN CELANA DENGAN TERGOPOH‑GOPOH LANTAS BERGEGAS KE LUAR.
ORANG BANYAK ITU TERSENTAK MEMANGGIL MOORTRI.
ORANG
BANYAK
Heeeeee ?????
MOORTRI SUDAH PERGI.
BABAK
III
SEJUMLAH ORANG ADA DALAM PERTENGKARAN,
PERSAHABATAN, RAHASIA PRIBADI DAN PEMBUNUHAN. MEREKA ADA DI MANA‑MANA, MUNCUL
DI MANA‑MANA DAN AKHIRNYA MENGAMBIL PERANAN DI MANA‑MANA. AZWAR DAN SABAR YANG
SEDANG BERTENGKAR BERUSAHA MENYEMBUNYIKAN PERSOALANNYA.
SABAR Bertanya.
AZWAR Menjawab.
SABAR Bertanya.
AZWAR Menjawab.
SABAR Bertanya.
Bertanya. Bertanya.
AZWAR Menjawab
singkat.
SABAR
Menyangsikan.
Menerangkan sesuatu. Menyerang. Lalu bertanya.
AZWAR Menjawab
singkat.
SABAR Tidak terima.
AZWAR Menerangkan.
SABAR Memotong dengan
pertanyaan.
AZWAR Menjawab dengan
pertanyaan.
SABAR
Tetap
bertanya.
AZWAR Menjawab
singkat.
SABAR Tidak percaya.
AZWAR
Menceritakan sesuatu dengan singkat.
SABAR Memotong dengan
pertanyaan.
AZWAR Menjawab
singkat, terus menceritakan sesuatu.
SABAR
Memotong
dengan marah minta perhatian.
AZWAR
Menyabarkan,
lalu mulai membentangkan sesuatu.
SABAR Memotong
(cepat)
AZWAR Menjawab cepat.
SABAR
Menjawab
cepat.
AZWAR Menjawab cepat.
SABAR
Menjawab cepat.
AZWAR Menjawab cepat.
SABAR Menjawab dan
bertanya.
AZWAR Ikut bertanya.
SABAR Bertanya
kembali.
AZWAR Ikut bertanya.
Bertanya. Bertanya. Menjawab sendiri, menceritakan sesuatu yang diakhiri dengan
pertanyaan.
SABAR Mengalihkan soal.
AZWAR Memperingatkan.
SABAR
Memperingatkan
kembali dan mengancam.
AZWAR Mulai marah.
SABAR Marah juga.
AZWAR Tidak berusaha
menahan lagi emosinya.
SABAR Memperlihatkan
ketidakperdulian dan terlanjur memaki.
AZWAR Marah.
Berpidato dan akhirnya terlanjur memaki pula.
SABAR Membalas
memaki.
AZWAR Memaki.
TERJADI PERANG MULUT DENGAN SUARA
BERSAHUT‑SAHUTAN, SALING DAHULU‑MENDAHULUI. ORANG BANYAK SEGERA DATANG
MENONTON. KARENA DITONTON PERTENGKARAN ITU MULAI SURUT. AKHIRNYA TINGGAL SABAR
YANG BERKOAR TERUS MENERANGKAN SESUATU. CENDERUNG MEMBERI NASEHAT DAN MENCOBA
MENGAKHIRI KALIMATNYA DENGAN MEYAKINKAN SEKALI.
AZWAR (beberapa saat
setelah Sabar selesai bicara)
Sudah puas ?
SABAR BERPIKIR LALU MENGANGGUK.
AZWAR
Ada yang mau ditanyakan lagi ?
(Sabar menggeleng)
Ada yang mau diterangkan lagi ?
(Sabar menggeleng)
Ada yang mau dikritik lagi ?
(Sabar menggeleng)
Ada yang mau dibantah lagi ?
(Sabar menggeleng)
Ada yang mau disangsikan lagi ?
(Sabar menggeleng)
Ada yang mau dimaki lagi ?
(Sabar menggeleng)
Ada yang mau ditambahkan lagi ?
(Sabar menggeleng)
Jadi sudah ?
(Sabar mengangguk, Azwar melukiskan
sesuatu Sabar mengangguk)
Yakin betul ?
(Sabar mengangguk. Sabar mengangguk tapi
kemudian menggeleng)
Nah !
(Sabar mengangguk kemudian menggelengkan
kepalanya beberapa kali. Ia bertambah lama bertambah tenang lalu akhirnya duduk
kembali di batu semula seperti pada babak satu)
AZWAR (melepaskan
lelahnya akibat pertengkaran, ngelap keringat dengan handuk kecil yang
disembunyikannya di bawah kerah bajunya. Menasehati dirinya sendiri)
Sekarang kita terlambat. Tapi kita tambah dewasa, kita
lebih mengerti satu sama lain. Kita lebih yakin dari semula. Kita telah tidak
mencapai tetapi kita masih belum apa‑apa. Kita akan mulai lagi. Satu kali, dua
kali, bila perlu seribu kali. Sampai kita benar‑benar tidak bisa lagi. Jangan
menyesal, tidak ada yang salah. Ini nasib jelek. Sekarang mari kita pulang
sebentar untuk menyiapkan diri kita kembali. Jalan masih panjang. Jalan tak ada
ujung. Tapi kita hanya manusia biasa. Kita mempunyai keluarga, rumah, mungkin
anak kita sakit, atau istri kita diserang oleh tetangga. Mungkin kampung
membutuhkan kita untuk kerja bakti memperbaiki selokan untuk Perayaan Hari
Nasional. Kita lupakan untuk sementara sambil menyimpan tenaga, mencari ide‑ide
baru dan kesempatan yang lebih tepat. Kita tidak kalah. Kita hanya berlaku
sedikit bijaksana demi kelanjutan kita sendiri. Banyak jalan lain. Dan kita
memilih jalan kita sendiri, tanpa dipaksa atau tanpa disogok atau bukan tanpa
perhitungan. Mari kita pulang. Waktu tinggal sedikit. Pergunakan kesempatan
sebaik mungkin. Waktu adalah uang. Dan siapa cepat dia akan dapat. Mengalah
tidak berarti kalah. Memang kawan kita yang telah berhasil juga sering mengalah
sebelum sukses. Menyerah tidak berarti kalah. Kau dengar ? Aku bicara dengan
kau. Kau dengar apa yang kukatakan ?
(Sabar tidak menjawab)
Kita harus tetap bersatu setelah cakar‑cakaran. Jangan
dengarkan cemoohan orang. Biarkan anjing menyalak, kita ikut menyalak. Mereka
akan banyak komentar karena mereka memang bertugas untuk memberi komentar.
Ambil sarinya komentar‑komentar itu. Kita tidak akan mati karena komentar,
kecuali kalau kita memang tidak mempunyai rencana. Memang kawan kita yang sudah
berhasil pernah juga hampir gagal karena komentar. Kita tidak akan melakukan
kesalahan yang sama. Karena kita sudah menyiapkan diri.
(melipat handuknya kembali dan memasukkannya ke baju, Moortri
muncul diam‑diam, tapi Azwar mengetahuinya, dia pura‑pura tak melihat)
Kita tidak kalah, kita mundur selangkah untuk melompat.
(bertambah keras dan mulai berpidato lagi)
Kita sadar apa yang kita lakukan. Kita tetap maju,
meskipun tampaknya mundur. Bukti akan menjadi saksi. Siapa yang benar dan siapa
yang akan menang pada akhirnya. Pada akhirnya. Bukan sekarang harus dinilai.
Kekalahan‑kekalahan kecil sedang menyusun dirinya menjadi kemenangan yang
sejati. Yang abadi dan universil sifatnya. Jangan sedih, jangan kecewa, jangan
menangis, jangan kecil hati, jangan berhenti berharap. Jangan malas, jangan
menunda, jangan tak perduli, jangan lalai, jangan berhenti. Kita harus tetap
berjalan, berjuang, mengepalkan tangan, bergerak, bersorak, mengumpulkan tenaga
dan serentak menjatuhkan pukulan yaaaaaaaaaaaaaaaaak !! Itulah. Itu baru.
(Moortri sejak Azwar mulai berpidato, mendengarkan pidato
itu. Azwar hendak mulai lagi menyambung pidato tersebut, tapi Moortri cepat
memotong)
MOORTRI
Selamat datang Zwar !
AZWAR
Oh ! Moortri ! Apa kabar ?
MOORTRI
Selamat bertemu kembali !
(mereka bersalaman)
AZWAR
Apa kabar ? Kok di sini ?
MOORTRI
Baik‑baik saja. Sukses ?
AZWAR
Yah, cukup !
MOORTRI
Pf (hendak mengulurkan tangan sekali
lagi. Tidak disambut)
AZWAR
Ah, jangan berlebih‑lebihan.
MOORTRI
Tidak, ini serius. Aku ikut bangga
perjuanganmu tidak sia‑sia.
AZWAR
Kau dengar dari siapa.
MOORTRI
Aku selalu mengikuti radio, koran dan
pembicaraan orang‑orang di jalanan.
AZWAR
Mereka bilang apa ?
MOORTRI
Yah begitulah. Sekarang sudah terbukti
bahwa Guru tidak benar.
AZWAR
Apanya yang tidak benar ?
MOORTRI
Semuanya. Kau telah berjasa memberikan
gambaran yang benar tidak saja kepadaku, tetapi kepada banyak orang.
Teruskanlah usahamu yang luhur ini Zwar. Kau telah menjadi harapan banyak orang
sekarang. Tetapi aku tidak iri. Karena aku tahu semua itu kau perjuangkan sejak
lama sekali, dengan darah, kemiskinan dan mengorbankan nyawa anak istrimu.
(Azwar terkejut tapi Moortri terus
bicara dan menggenggam tangan Azwar dengan dramatis sekali)
Aku terharu Zwar. Aku menyesal mengapa
tidak mengikuti jejakmu sejak dahulu. Aku terlalu menghiraukan kepentingan
jasmani dan lemah terhadap wanita. Aku sudah kehilangan banyak. Tapi sekarang
aku tahu apa yang harus kulakukan. Jangan heran, kalau sekarang pikiranku
berbalik seratus delapan puluh derajat. Perjuanganmu yang terus berkobar‑kobar
meskipun istri dan anakmu menjadi korban, benar‑benar telah membuka mataku. Aku
marah pada diriku sendiri kalau mengingat hari keberangkatanmu dahulu. Sampai
detik terakhir kau tidak bosan‑bosannya mencoba menginsafkanku. Dan sampai
terakhir aku tak juga berhenti bodoh.
(Azwar hendak berbicara tapi cepat
dipotong oleh Moortri)
Jangan berhenti membimbingku Zwar,
sekarang aku hanya seorang anak kecil ingusan yang masih asing di dunia yang
luas ini. Tunjukkan padakuk mana utara selatan, mana matahari dan bulan dan
bimbing aku dalam kegelapan malam yang berbadai, dengan laut yang bergelombang
buas penuh dengan maut, tanpa harapan hanya kebimbangan bercampur kesangsian dalam
kabut pikiran jahat serta kebodohan yang menghapuskan semua akal sehat. Aku
akan mengikuti jejakmu !
(hendak memeluk Azwar)
Gu ..........
AZWAR
(menghindar)
Jangan cengeng ah !
MOORTRI (berpikir)
Itu yang akan saya lakukan kalau kau
sukses.
AZWAR
Ah ?!
MOORTRI
Ya kan ? Itu yang harus saya lakukan
kalau anda sukses.
AZWAR (berpikir)
Kau kok berubah sekarang !
MOORTRI
Kau yang berubah !
AZWAR
Ck, ck, ck lain sekali !
MOORTRI
(berpikir)
Azwar‑Azwar !
(memperhatikan Azwar dari segala arah
seperti memeriksa sebuah patung)
AZWAR
Aku heran !
MOORTRI (memperhatikan
dan pikir‑pikir)
Anak muda‑anak muda.
AZWAR
Kau habis ngisap ganja ya !
MOORTRI (berpikir)
Anak muda yang hebat, semangat, hidup,
berambisi !
AZWAR
Kau benar‑benar sudah berubah Moortri,
dulu tidak begini !
MOORTRI
(memperhatikan
Azwar)
Sabar, sabar !
AZWAR
Kau sekarang seperti Guru !
MOORTRI
(menyelidik
Azwar)
Tenang, tenang ! Saya tetap hormat
terhadap orang‑orang yang jujur seperti kau.
AZWAR
(berpikir)
Kau mimpi atau mabok ini !
MOORTRI (menyimpulkan)
Oh Azwar‑Azwar, kenapa kau jadi begitu
sekarang !
AZWAR
(marah)
Kau sendiri kenapa jadi sinting begini!
MOORTRI
Kau cepat tersinggung sekarang !
AZWAR
Sekarang ? Sejak dahulu aku tidak suka
tersinggung !
MOORTRI (berpikir dan
menyerang)
Tidak dulu kau sabar dan penuh humor.
AZWAR
Humor ada waktunya !
MOORTRI
(tiba‑tiba
menjadi sedih)
Jangan terlalu dipikir Zwar !
AZWAR
Aku tidak mengerti, jalan pikiranmu
sekarang. Kau pikir kau ini sudah sama dengan Guru ? Caramu ngomong itu !
MOORTRI (sedih)
Bagaimana caraku ngomong.
AZWAR
Seperti Guru !
MOORTRI
Dan caramu menipu Sabar ?
AZWAR
Apa ?
MOORTRI
Menipu Sabar !
AZWAR
Menipu Sabar ? Menipu apa !
MOORTRI (menarik nafas panjang)
Sudahlah soal kecil ! Istrimu.
AZWAR (marah)
Tunggu dulu ! Menipu apa !
MOORTRI
Sudahlah Zwar.
AZWAR
Sudah apa ! Aku tidak pernah menyuruh
dia ikut. Dia ikut sendiri. Dia bukan anak kecil lagi. Umurnya sudah ........
(lupa)
sekian tahun. Kakinya pincang itu tidak
ada hubungan dengan kewarasan otaknya jangan bikin diskriminasi ! Dia sudah
dewasa ! Ini kesalahan umum !
MOORTRI
Ok baiklah. Istrimu dan anakmu
...........
AZWAR
Terangkan dulu menipu bagaimana !
MOORTRI
Sudahlah Zwar. Kau perasa sekali
sekarang.
AZWAR
Ini soal besar. Orang selalu mengira
semua ini kesalahanku. Keteledoranku, kemalasanku, kurang ini dan kurang ituku.
Mereka tidak pernah mengerti ! Mereka mengatakan aku PENIPU. Tetapi kalau Guru
yang melakukan semua ini mereka bilang OHHHH hebat, hebat, besar !
MOORTRI
Sabar Zwar. Kau jangan panik.
AZWAR
Siapa bilang aku panik ! Aku tenang. Aku
menguasai keadaan. Aku punya perhitungan. Komentar‑komentar, boleh, boleh saja,
silahkan sebanyak‑banyaknya, malah bagus. Tapi .....
(tidak meneruskan)
MOORTRI
Tapi apa ?
AZWAR
Tapi aku tidak panik ! Aku bergerak
dengan otak bukan dengan klenik !
MOORTRI
Waduh !
AZWAR
Kau boleh mengejek. Kau boleh menyangka
bahwa siasat berarti kekalahan. Kemenangan bagiku bukan sekedar bukti untuk
dipamerkan tetapi tercapainya target, kalau perlu tidak usah kelihatan. Orang
bilang kita mengalah bukan karena kalah !
MOORTRI
Memang.
AZWAR
Lalu kenapa kau memperlakukan aku
begini.
MOORTRI
Apa yang telah saya lakukan Zwar ?!
AZWAR
Mengejek !
MOORTRI
Ah ?
AZWAR
Sayang kalau aku keliru seperti orang
lain. Percuma kau berguru bertahun‑tahun. Kau hanya mewarisi sikapnya saja
bukan inti ........ ambisimu !
MOORTRI
Nanti dulu, soalnya jadi tidak jelas.
AZWAR
Sudahlah.
MOORTRI
Kau keliru Zwar ! Jangan menyangka aku
tidak mengerti kau !
AZWAR
Memang tidak ! Dari dulu !
MOORTRI
Kau yang tidak mengerti !
AZWAR
Aku sudah bosan debat kusir.
MOORTRI
Kenapa kau begini sekarang !
AZWAR
Ini siasat, siasaat tahu ! (membentak
keras)
MOORTRI (setelah diam
mencoba mengalihkan pembicaraan)
Ck‑ck‑ck. Azwar istrimu dan anakmu.
AZWAR
Tak usah mengalihkan pembicaraan.
MOORTRI
Tapi istri dan anakmu .............
AZWAR
Aku tahu !
(cepat)
Paling mereka mati. Ya nggak?
MOORTRI (lama diam
berpikir serius)
Aku tak ngerti sekarang.
AZWAR (enteng saja)
Semua itu resiko.
(menunggu reaksi Moortri, tapi tak ada
reaksi, kemudian meneruskan)
Kau satu‑satunya sahabatku. Aku tidak
suka kau berubah. Aku akan sedih sekali Moortri. Lebih dari pada kalau aku
benar‑benar kalah. Aku harap kau menghentikan kepura‑puraanmu. Seperti dulu.
Bicara padaku seperti dulu. Halangi aku. Beri aku nasehat yang bertentangan
dengan kemauanku. Ayolah !
MOORTRI
(berpikir
keras)
Hhhhhhhhh !
AZWAR
Ayolah. Aku ingin berdebat. Bantah aku.
Jangan mengejek dengan ketawa dan pura‑pura memaklumi. Itu sifat perempuan !
Maki aku sekarang. Sesali aku. Karena aku mau pulang. Karena aku lemah. Karena
aku selalu teringat kepada Roni dan Titik. Karena aku tidak bisa bebas dari
Guru. Ayo maki aku, cepat. Aku sudah menipu Sabar. Memutar balik semua
peristiwa dengan, ini, itu, ini itu yang tidak dapat dimengerti orang lain.
Prek ! Apa semua itu ! Berapa banyak, bagaimana. Ayo Moortri ! Sekarang
giliranmu. Aku sudah pulang. Aku menyerah. Aku kalah ! Anak itu di sana
sekarang
(menunjuk tempat Sabar)
Masih tetap ingin menjadi pahlawan. Aku
tidak. Akuk Azwar. Aku sekarang suami Titik, bapak Roni. Aku ingin pulang dan
jadi manusia biasa saja. Ayolah Moortri !
MOORTRI
Jadi kau akan berhenti ?
AZWAR
Ya.
MOORTRI
Dengan alasan ?
AZWAR
Apa boleh buat.
MOORTRI
Lalu anakmu yang mati dan istrimu yang
mati ?
AZWAR (terkejut)
Ah ?
MOORTRI
Ya. Semua korban yang lain baik yang
kelihatan maupun yang tidak kelihatan ?
AZWAR
Jangan main‑main !
MOORTRI
Jadi kau berhenti !
AZWAR
Betul mereka mati ?
MOORTRI
Jadi kau berhenti !
AZWAR
Titik dan Roni mati ? Dan bayi dalam
kandungannya ?
MOORTRI
Bagaimana nasib Sabar ! (keras)
Bagaimana nasib yang lain‑lain !
AZWAR
Kenapa kau tidak kasih kabar sebelumnya
!
MOORTRI
Sekarang sudah terlambat buat pulang
!!!!
AZWAR
Mereka benar mati tidak !
MOORTRI
Kalau kau pulang mereka mati. Kalau kau
terus mereka hidup lagi.
AZWAR
Betul ?
MOORTRI
Aku jamin. Aku sudah berjanji untuk
menjaga bukan ?
AZWAR
Tiga‑tiganya ?
MOORTRI
Komplit.
AZWAR
Kau jangan memainkan orang yang sedang
lemah !
MOORTRI
Kau berhak untuk tidak percaya ! AZWAR Tidak aku percaya. Aku hanya sangsi.
MOORTRI
Sedikit sangsi, artinya masih normal.
AZWAR
Tapi aku tidak senormal dulu lagi.
MOORTRI
Baiklah kalau mau pulang. Mari.
Kuantarkan kau ke kuburan mereka. Ayo !
(menarik)
AZWAR
Jangan begitu.
MOORTRI
Ayo !
AZWAR
Alah jangan main‑main !
MOORTRI
Waktu tinggal sedikit. Pukul berapa
Sabar ! (tidak ada jawaban)
AZWAR
Kami baru bertengkar tadi.
MOORTRI
Aku tahu ! (tegas)
AZWAR
Kau tahu semua seperti Guru saja.
MOORTRI
Pukul berapa Sabar !
(tidak ada jawaban)
Aku kira sudah setengah dua belas.
(melihat sekelilingnya)
Ya setengah dua belas lebih lima menit.
Waktu cepat sekali sekarang seperti mimpi.
(waktu berlalu)
AZWAR
Aku merasa digerakkan oleh kemauan orang
lain.
MOORTRI
Pukul dua belas kurang dua puluh menit.
Cepat sekali !
AZWAR
Jangan dihitung, bisa tambah cepat.
(waktu berlalu)
MOORTRI
Pukul dua belas kurang lima belas menit.
AZWAR
Jangan dihitung, kubilang.
MOORTRI
Aku hanya menolong supaya tidak telat.
AZWAR
Dia masih begitu bagaimana ? (menunjuk Sabar)
MOORTRI
Kalau kau yang panggil pasti dia bangun.
(memanggil)
Sabar ! Sabar ! Heee Sabar Subur ! Heeee
Sabar !!!! Sabar ! Sabar ! Sabaaaarrrrr !
(memanggil dengan segala macam cara tapi
Sabar tetap tak bergerak)
Kalau kau yang panggil dia tidak akan
bingung.
AZWAR
Soalnya aku masih kesel. Kalau dia
bangun mulutnya akan ikut bangun dan mulai mendongkelku.
MOORTRI (melihat
langit)
Lihat sudah pukul ........
AZWAR (membentak)
Kubilang jangan !
MOORTRI
Panggillah supaya tidak telat.
AZWAR
Sebentar, biar marahku hilang dulu.
MOORTRI
Kalau begitu ayo pulang !! (hendak
menarik)
AZWAR
Jangan begitu. Kau sekarang cepat benar
ngambek.
MOORTRI
Ayolah panggil dia.
AZWAR
Aku tidak suka mulutnya.
MOORTRI
Memang ada guru yang tidak suka murid
yang berbakat.
AZWAR
Ah prek ! Anak ini tolol !
MOORTRI
Karena dia suka membangkang.
AZWAR
Terlalu banyak mulut !
MOORTRI
Guru juga berkata begitu dulu !
AZWAR
O ya ?
MOORTRI
Memang kawan kita yang sudah berhasil
akan ketawa kalau melihat ini. Ayo panggil dia !
AZWAR
Melihat apa ?
MOORTRI
Panggil dia, melihat kita berdua.
AZWAR
Ya. Barangkali.
MOORTRI (melihat waktu)
Sudah pukul
AZWAR
Jangan, jangan !
MOORTRI
Wah terlanjur.
AZWAR
Pukul dua belas kurang sepuluh menit ?
MOORTRI
Ah ?
(melihat waktu)
AZWAR (membentak)
Jangan ! Jangan !
MOORTRI
Pukul dua belas kurang lima menit.
AZWAR
Setan ! Waktu selalu mengejar‑ngejar.
Ada saja yang salah.
(menyiapkan dirinya kembali)
Sabarrrr !!!!
(sekali panggil mendamprat)
SABAR (menoleh tapi
tak mau bergerak)
AZWAR
Dia masih ngambek.
MOORTRI
Saya tidak mengadukan, tapi saya hanya
ingin memperingatkan kau sedikit. Hati‑hati dengan dia.
AZWAR
Ya. Cacad selalu menyembunyikan dendam.
MOORTRI
Belum lama berselang ......
AZWAR
Dia brengsek !
MOORTRI
Jadi kau sudah tahu.
AZWAR
Semua sudah selesai. Aku sudah
membereskannya.
MOORTRI
Kau marahi dia ?
AZWAR
Lebih dari marah.
MOORTRI
Lalu dia ?
AZWAR
Barangkali dia menyesali perbuatannya
sekarang.
MOORTRI
Apa dia minta maaf ?
AZWAR
Ah prek maaf ! Maaf tak usah diucapkan.
Lebih dari minta maaf.
MOORTRI
Kau harus menghukumnya.
AZWAR
Aku mempunyai cara‑cara tertentu untuk
itu.
MOORTRI
Biasanya kau melakukannya seperti Guru.
AZWAR (marah)
Aku punya cara sendiri !
MOORTRI
Baik. Aku hanya mengingatkan.
AZWAR
Dan sekaligus menyindir.
MOORTRI
Maaf.
AZWAR (menggeleng)
Kau benar‑benar berubah Moortri.
MOORTRI
Masak ? Ya ? Kau juga !
AZWAR
Kita semua berubah karena kita modern !
MOORTRI
Guru !
AZWAR
(tidak
mau mendengar)
Memang kawan kita yang sudah berhasil
juga berubah.
MOORTRI
Dan sementara itu
(melihat waktu)
Sudah pukul dua belas.
AZWAR
Baik. Sabar !
(Sabar tak ada lagi di tempatnya)
Sabar !
(mereka memeriksa tapi tak ada Sabar.
Moortri mencoba memanggil keras‑keras)
MOORTRI
Sabaaaaaaaarrr ! Mungkin dia kencing
atau buang air. Sabaarrrrr !
AZWAR
Sudah tak ada gunanya.
(ia memungut kertas di atas batu)
Lihat ! Ia meninggalkan pesan
(Moortri membaca. Azwar mengambilnya
kembali sebelum Moortri selesai membaca. Membacanya dalam hati. Lalu mereka
berbisik‑bisik. Kemudian Azwar merobek surat itu. mencemoohkan isi surat)
Hhhhh !! Kita lahir sendiri‑sendiri.
Kita harus berani berjalan terus sendirian.
MOORTRI
Memang begitu.
AZWAR (mengulurkan
tangan)
Selamat tinggal ! Kau tidak ikut ?
MOORTRI
Aku memang tidak ikut kan !
(menyembunyikan tangannya)
AZWAR
Kenapa kau tak mau salaman ?
MOORTRI (tak mau
menyambut)
Tapi istrimu ? Tanggung jawabmu terhadap
keluarga.
AZWAR
Yahhhhh !
MOORTRI
Yah apa ! Kau harus berpikir dua kali.
AZWAR (tak tahu apa
yang harus dijawabnya)
MOORTRI
Kau tidak boleh seperti Guru. Mamang
kawan kita yang sudah berha..........
AZWAR
Aku bosan mendengar nasehatmu Moortri !
Kau tidak pernah berubah. Kata‑katamu selalu sama. Susunan, lagunya, titik
komanya dan isinya. Kau bukan seorang laki‑laki. Kau mayat ! Jiwamu macet !
MOORTRI
Sudah kuduga kau juga makin mirip dengan
Guru. Semua kata‑kata itu, kata‑katanya. Kau tidak tahu ia mempunyai kata‑kata
yang baru sekarang. Kau pernah dengar
(berbisik)
AZWAR
Prek !
MOORTRI
Kau takut kalau aku bicara tentang
dirimu !
AZWAR
Sebab kau mencampurkan aku dengan
tafsiranmu. Aku bukan nasi goreng. Aku Azwar. Aku akan buktikan, aku AZWAR !
MOORTRI
Kau sudah gagal.
AZWAR
Itu siasat tahu !
MOORTRI
Itulah yang selalu dikatakan oleh Guru.
Mamang sahabat kita yang sudah berhasil ........
AZWAR (marah besar
dan membanting sesuatu ke tanah)
Sekali lagi kau sebut nama mereka,
persahabatan kita putus !
MOORTRI
Apa kau takut dengan mereka !
AZWAR
Aku tidak takut kepada siapapun.
MOORTRI
Merka juga makan nasi seperti kita, kan
!
AZWAR
Aku tidak takut !
MOORTRI
Jadi kau akan berangkat kembali ?
AZWAR
Kau selalu bikin aku bingung !
MOORTRI
Terserah kepadamu Azwar !
AZWAR
Aku hanya manusia biasa.
MOORTRI (melihat waktu)
Pukul dua belas ! Sudah telat sekarang.
AZWAR
Tapi aku selalu membuat jam tuaku itu
maju seperempat jam, supaya aku tidak pernah telat.
MOORTRI (hendak melihat
waktu lagi)
O ya !
(tidak jadi melihat malah Azwar
mengambil jam melemparkannya)
AZWAR
Jangan dilihat ! Kita harus bebas !
MOORTRI
Kau akan berangkat tidak Zwar ?
AZWAR (termenung)
MOORTRI
Kau takut sendirian ?
AZWAR
Seandainya aku pulang keluargaku akan
mati. Kalau aku terus mereka akan hidup. Aku mengerti apa arti kata‑kata kiasan
itu.
MOORTRI
Itu bukan kata kiasan.
AZWAR
Jadi mereka telah mati. Terus terang
saja mereka sudah mati atau belum ?
MOORTRI
Sudah, sudah !
AZWAR
Kapan !
MOORTRI
Bayi itu sudah mati kemarinnya, tapi
istrimu terus juga menggendong seperti ia masih hidup. Kami carikan dia kutu
seperti harapan masih ada. Tapi setelah Sabar datang mengacaukan sandiwara kami
itu, istrimu pingsan dan tidak sadar sampai matinya. Tapi semuanya sudah beres
sekarang. Aku dan Entin sudah mengatur sebaik‑baiknya.
AZWAR (termenung
sejenak)
Benar atau tidak ceritamu ?
(tak dijawab)
Benar atau tidak ceritamu aku akan terus
maju ! Pukul berapa sekarang ?
(mau melihat waktu terus terkejut)
Lho, jamku !
(memungut jam yang tadi dilemparkan lalu
melihat)
Pukul dua belas lewat
(membuang kembali)
Biar ! Baik ! Tolong jaga istriku baik‑baik.
Kalau aku pulang aku akan membawa kutu Roni.
(mereka bersalaman)
Jangan bilang kepada siapa‑siapa aku
bertemu denganku.
(kedengaran suara Entin memanggil‑manggil)
Semuanya rahasia OK
(mengulurkan tangan)
ENTIN
Oom Azwar, Oom Azwar, Oom Azwarrrrrr
!!!!
AZWAR
Aku akan rindu kepadamu. Tapi seperti
kata Guru terus
mengejarku, dia bersembunyi di kepala, di kuping, di mulut, di gigi, di perut.
Yaaaaaaaaaakkkkkkkkkk ! Ini Azwar ! Ini bukan siapa‑siapa ! A .....
(hendak ngomong lagi tapi Entin sudah
tambah dekat)
ENTIN
Oom Azwar, Oom Azwar !
(Azwar lari keluar setelah memeluk
Moortri)
ENTIN (muncul terus mengejar Azwar)
Oom Azwar ! Oom Azwar, Oom Azwar ! Oom
Azwarrrrrrrrrrrr ! Mbak Titik dan dik Roni
(suaranya tambah jauh)
MOORTRI (mendengarkan suara Entin, lalu mulai
mencari jam yang dilemparkan oleh Azwar, tapi tak menemukannya)
Wah pukul berapa sekarang ?
SIBUK LAGI MENCARI SESUATU YANG HILANG
DALAM DIRINYA. ENTIN MUNCUL MENUNGGU MOORTRI SELESAI MENCARI.
ENTIN
Itu kan Oom Azwar ?
MOORTRI
Ah ?
ENTIN
Kenapa ia tidak mau dipanggil ? Atau
bukan ?
MOORTRI
Itu ? Bukan !
ENTIN
Oooooo, pantas. Kelihatannya seperti Oom
Azwar.
MOORTRI
Bukan.
ENTIN
Jadi Oom Azwar belum juga pulang sampai
sekarang.
MOORTRI
Ya.
ENTIN
Tidak bertanggung jawab !
MOORTRI
Dia sedang berjuang. Semua orang harus
menjadi pahlawan sekarang.
ENTIN
Oom sendiri tidak !
MOORTRI
Kelihatannya saja tidak.
ENTIN
Jadi Oom ini pro Oom Azwar !
MOORTRI
Hmmmmmmmmm.
ENTIN
Ha ! Entin sudah tahu ! Entin juga sudah
menemui Guru.
MOORTRI
Menemui Guru ?
ENTIN
Ha ! Masak Oom tidak tahu. Saya diam‑diam
pergi ke Bukit tiap malam, masak Oom tidak tahu ! Tapi ini rahasia ! Guru
bilang ia tahu semuanya tapi ia
memaafkan
(berbisik)
tapi jangan bilang kepada siapa‑siapa
ini rahasia Oom. Guru bilang, saya mengerti dan maklum. Oom Mamang yang sudah
berhasil itu sudah keliru. Oom Azwar itu juga keliru. Oom sendiri hampir,
katanya. Dan Sabar, wah, berat. Tapi ini rahasia lho Oom. Awas kalau Oom
bocorkan kepada orang lain. Guru bilang, itu sebenarnya tidak begitu tapi
begini. Perkara itu bukan perkara yang sekarang ini diperkarakan oleh orang,
bahkan juga bukan yang diperkarakan oleh Oom Azwar tapi lain. Bukan di situ
tapi di sana. Lalu Guru juga bilang Oom Moortri begini, begini dan begini jadi
sebenarnya tidak begini ini. Guru bilang
kita harus Hmmmmmmmmmm
(menggeram lalu mengepalkan tangan)
Kau harus ikut, kau tidak boleh berhenti
kau mesti tabah dan kau pasti bisa. Dan kita harus mulai berlatih. Kita harus
Yyyyyak ! Kita harus lebih yaaaak ! Kita harus Yak, yak, yak sehingga kita
benar‑benar bisa yyyyyyyyyaaaaaaaaakkkkkkkkk ! Ya kan Oom ? Oom Azwar sudah
keliru. Sabar juga keliru. Oom sendiri juga keliru. Bahkan Chaerul Umam
sebenarnya juga keliru. Dia seharusnya bisa lebih giat lagi dari itu, tapi dia
sudah terlalu puas. Dia tidak mau tahan. Sayang sekali. Dan Oom Azwar, kalau ia
agak tahan sedikit dan terus, terus, terus pasti ia akan ketemu. Sabar
sebenarnya tidak jelek, tapi ia kurang pasti terus‑terusan, sehingga akhirnya
ia menjadi kacau seperti sekarang ini. Ia akan terus begitu untuk selama‑lamanya.
Dan maaf, Oom sendiri juga sedikit, sedikit sekali, tapi yang sedikit itu bisa
besar kalau tidak distop Oom Moortri harus berani sedikit lagi, sedikit saja.
Karena kalau Oom tidak berani sekarang, kata Guru Oom juga akan payah. Karena
itu Oom segera harus yak, yak, yak, yak, sekarang juga.
(Moortri diam‑diam ke dekat batu dan
mengangkat batu itu tapi tak bisa, Entin terus mengeritiknya sambil mendekati.
Moortri memberi isyarat supaya ditolong mengangkat batu)
MOORTRI
Tolong diangkat !
ENTIN (terus bicara tapi berusaha
menolong)
Jadi kata Guru kita semua sekarang sudah
ck, ck, ck ! Benar tidak Oom ! Kita tidak boleh ck‑ck‑ck lagi sekarang ini.
Sebab kita akan wah. Karena itu harus yak, yak, yakkk.
MOORTRI
Bawa ke sana
(menunjuk ke tengah. Mereka berdua
mengangkatnya ke tengah, Entin terus bicara)
ENTIN
Kata Guru kita harus mulai dengan yang
baru, kita sudah dalam waktu yang lain, kita tidak bisa lagi tetap seperti
dulu. Si A, si B dan si C bahkan juga si AB, harus kita gasak. Kita tidak boleh
lagi seperti dulu. Kita harus, harus Oom, kita harus sekarang juga, tidak bisa
ditunda lagi ! Kita harus yak !
(sampai di tengah. Mereka beristirahat
tapi tetap masih memegang batu itu)
Pikiran‑pikiran Guru sekarang sudah jauh
lebih maju. Kita sudah jauh. Kita sekarang harus begini, begini, begini, dan
baru yaaak, yaaak !
MOORTRI
Ayo ke sana !
(menunjuk sudut yang jauh. Mereka
mengangkatnya ke sana dan Entin terus juga bicara)
ENTIN
Kita sebenarnya bisa, tapi kita sudah
lupa. Kita sudah terlalu banyak menyia‑nyiakan waktu. Kita sudah banyak
memboroskan tenaga. Sekarang kita sudah terlambat. Tapi Guru bilang asal kita
mau saja kita akan bisa. Kita harus marah kepada diri kita sendiri. Kita harus
bangkit dan Mmmmmmmmmmmmmmm ! Mmm Mmmm ! bila perlu kita harus yaaaaaaaaa !
Kita harus mencapai itu. Sebab kita kata Guru bukan budak. Kita adalah Calon !
Dan kita ...........
MOORTRI (sampai di
tempat gelap, memberi komando)
Ya, ya di sini ! Kamu jongkok !
ENTIN (keduanya di
tempat gelap)
Kita harus maju kata Guru. Chaerul Umam
kawan kita yang sudah berhasil, menurut Guru ............
MOORTRI
Angkat ke atas !
ENTIN
Chaerul Umam kawan kita yang sudah
berhasil menurut Guru tidak ........
MOORTRI
Angkat !
ENTIN
Tidak berhasil. Ia tidak sukses. Ia
hanya kebetulan. Nasib baik. Orang yang sukses menurut Guru adalah orang yang
terus, terus, terus. Guru sendiri sudah mengeritik dirinya sendiri bahwa Guru
bukan maju tapi mundur. Dan Guru sendiri mengatakan bahwa Guru ..........
KEDENGARAN BATU ITU JATUH MENIMPA. SUARA
ENTIN PUTUS. UNTUK BEBERAPA LAMA SEPI. ORANG BANYAK CEPAT MERUBUNG APA YANG
TERJADI.
SALAH
SEORANG
Kenapa dia ? Barusan ribut !
SALAH
SEORANG
Lho !
SALAH
SEORANG
Ini kecelakaan !
SALAH
SEORANG
Ah !
SALAH
SEORANG
Habis !
SALAH
SEORANG
Lihat saja !
SALAH
SEORANG
Wah !
SALAH
SEORANG
Aneh ya.
SALAH
SEORANG
Biasaa. Akhirnya kau sama juga.
SALAH
SEORANG
Ya tapi, ah masak.
SALAH
SEORANG
Lho bukti ini ! Jelas.
SALAH
SEORANG
Tapi meskipun begitu.
SALAH
SEORANG
Jangan dicari‑cari.
SALAH
SEORANG
Kalau tidak bagaimana nanti. Kita kan
harus.
SALAH
SEORANG
Ya tapi jangan dipaksakan cepat‑cepat,
lihat dulu bagaimana ini.
SALAH
SEORANG
Bagaimana lagi, sudah jelas kan. Tadi
dia ribut sekarang tiba‑tiba begini !
SALAH
SEORANG
Siapa yang bertanggung jawab ini !
SALAH
SEORANG
Salahnya sendiri kan !
SALAH
SEORANG
Itu dengar !
TERDENGAR SAYUP‑SAYUP SUARA SESEORANG
MEMANGGIL ENTIN.
SESEORANG (suara saja)
Entinnn ! Entinnnnn ! Di mana kamu.
Sudah pukul dua belas. Cepattt ! Jangan telat lagi. Entinnnnnnn !
SALAH
SEORANG
Ssttttt ! Ini akan jadi hebat.
SALAH
SEORANG
Kita tidak usah ikut campur.
SALAH
SEORANG
Lho kita harus ikut campur terus, kita
kan sudah ikut melihat dari tadi kan !
SESEORANG (suara saja)
Eentinnn
Entinnnnn ! Jangan dengarkan Moortri dia orang banci. Entiiinn di mana
kamu. Di mana kamu, jangan bersenda gurau terus ! Ayo !
MOORTRI MEMISAHKAN DIRI DARI ORANG
BANYAK KE SUDUT YANG JAUH. SALAH SEORANG DARI ORANG BANYAK ITU MEMANGGILNYA.
SALAH
SEORANG
Heeeee !
SALAH
SEORANG
Husss !
SALAH
SEORANG
Biar !
SALAH
SEORANG
Tapi.
SALAH
SEORANG
Ssssstt !
SESEORANG (suara)
ENTIIIN ! Sudah lewat pukul dua belas,
jangan sembunyi. Entin ! Nanti kita telat.
MEREKA DIAM MENONTON SAMBIL MENDENGAR
SUARA BERTERIAK ITU. MOORTRI KEMBALI LAGI MERASA DIRINYA KEHILANGAN. IA MENCARI‑CARI.
SEKALI INI LEBIH PANIK DARI BIASANYA. KEMUDIAN IA AGAK BINGUNG DAN MULAI
MEROBEK‑ROBEK PAKAIANNYA SENDIRI. TAPI TIDAK JUGA MENEMUKAN APA‑APA. IA TERUS
MENCARI SEMENTARA ITU SUARA MEMANGGIL ENTIN ITU MENJAUH MENDEKAT BERPUTAR‑PUTAR.
SESEORANG (hanya suara)
Entinnnnn ! Kau dengar suaraku kan ! Aku
tahu kau ragu‑ragu, kau diancam jadi kau takut. Jangan takut. Entin, kau
dengar, jangan takut ! Biar telat sedikit tidak apa. Kau dengar ini ? Biar !
Kita akan terus ! Ayo Entin ! Tahan terus. Kita akan tipu dia seperti dulu
lagi. Sabar. Aku tahu kau sedang di situ. Kita akan cari. Wah di mana kamu, di
mana kamu Entinnnn. Jangan goblok, ini sudah lewat pukul dua belas. Kita akan
ditinggal, kesempatan sedikit sekali. Kamu dengar tidak ? Budeg ! Jangan
brengsek terus. Masak. Goblok kamu, bikin susah terus. Semua rusak lantaran
kamu, kamu saja yang jadi gara‑gara terus. Entinnnnnnnnnnnnnn ! Entinnnnnnnnnn
! Bangsat !
MOORTRI SEMAKIN PANIK MENCARI. IA
MENCABIK‑CABIK TERUS.
SESEORANG (suaranya dekat)
Kita sudah telat. Terpaksa
(melemparkan batu dan kaleng kepada
Moortri)
Entinnnnnn ! Brengsek kamu, bikin rusak
semua !
(melempar sampah kotor)
Rasain ! Rasain ! Kita pergi sekarang !
Biar kamu nyesal, habis kamu sendiri yang tolol ! Entin ! Kamu dengar tidak!
Sudah dikasih kesempatan ! Kamu mempermainkan kita ! Kamu pura‑pura saja ! Kamu
cuma mau enaknya saja, tapi tidak berani. Hayo kamu jahat !
(melempar lagi)
ORANG ITU TERUS MELEMPAR‑LEMPAR TAK
SENGAJA ORANG BANYAK ITU KENA. MEREKA PUN MARAH.
ORANG
BANYAK
Hee ! Hee !
(balas melempar, yang dilempar lari)
MOORTRI TAK PERDULI MASIH TERUS MENCABIK
PAKAIANNYA DAN TAK MENEMUKAN APA‑APA.
SESEORANG (berteriak dari kejauhan agak
takut)
Entiinnn ! Entinnn ! Entinnn ! Kita
pergi ! Selamat tinggal ! Maaf ! Jangan marah ! Apa boleh buat! Jangan salah
paham ! Jangan sedih ! Jangan salahkan kita ! Jangan .....
(dan seterusnya)
MOORTRI TELANJANG BULAT.
SELESAI
ITTOEN, 15 OKTOBER 1973
Sekian saja postingan kali ini, semoga bermanfaat bagi Anda.
Wassalamu'alaikum....
0 Response to "Naskah Drama Anu karya Putu Wijaya"
Posting Komentar