MAKALAH
NASKAH
DRAMA AA-II-UU KARYA ARIFIN C. NOOR
MENGGUNAKAN
PENDEKATAN MIMETIK
diajukan
untuk memenuhi tugas mata kuliah “Apresiasi
Drama Indonesia”
pada
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
yang diampu oleh : Eny
Tarsinih, M. Pd.
disusun
oleh :
Ade
Kurniah
Muhammad
Jammal Baligh
Nuresah
Nurhalimah
Wiwin
Ariska
Semester
3A
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN
BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS WIRALODRA
INDRAMAYU
2014
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT,
karena atas segala limpahan rahmat-Nya kami dapat menyusun makalah ini dengan
tepat waktu. Sholawat serta salam kami limpahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW, beserta keluarganya, sahabatnya dan seluruh umatnya sampai akhir
zaman.
Makalah ini membahas tentang analisis naskah drama
Aa-Ii-Uu karya Arifin C. Noor. Dalam penyusunan makalah ini, kami banyak
mendapatkan bimbingan, bantuan, dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas yang kami
buat. Terutama ucapan terima kasih ditujukan kepada
dosen mata kuliah Apresiasi Drama Indonesia, Eny Tarsinih, M. Pd.
Adapun
isi dari makalah ini jauh dari sempurna karena keterbatasan kemampuan kami,
baik kemampuan mengolah konsepsi ataupun kemampuan apersepsi. Sehingga
harap dimaklumi apabila isi makalah kami banyak kekurangan, itu sebabnya kritik dan saran sangat kami harapkan untuk perbaikan makalah ini.
Semoga
makalah ini dapat bermanfaat
bagi penulis maupun pembaca, dan menjadi tambahan bagi khazanah ilmiah kita
semua.
Indramayu,
25 Desember
2014
BAB
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
Di dalam sastra ada sebuah hubungan
yang sangat erat antara apresiasi, kajian dan kritik sastra karena ketiganya
merupakan tanggapan terhadap karya sastra. Saat pembaca sudah mampu
mengapresiasi sastra, pembaca mempunyai kesempatan untuk mengkaji sastra. Namun,
hal ini tak sekadar mengkaji. Karena mengkaji telah menuntut adanya keilmiahan.
Yaitu adanya teori atau pengetahuan yang dimiliki tentang sebuah karya. Saat apresiasi merupakan tindakan
menggauli karya sastra, maka mengkaji ialah tindakan menganalisis yang
membutuhkan ilmu atau teori yang melandasinya. Tentang penjelasan mengkaji
seperti yang diungkapkan oleh Aminudin (1995:39) kajian (sastra) adalah
kegiatan mempelajari unsur-unsur dan hubungan antar unsur dalam karya sastra dengan
bertolak dari pendekatan, teori, dan cara kerja tertentu.
Dengan adanya kajian drama inilah,
peminat sastra melakukan analisis yaitu membedah karya-karya yang telah dibacanya sehingga unsur-unsur yang membangun drama tersebut dapat diketahui, juga rangkaian hikmah yang ada di
dalamnya dapat
tergambar dengan jelas.
Seperti yang kita ketahui bahwa
dalam menganalisis karya sastra dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan,
diantaranya Pendekatan Struktural, Pendekatan Pragmatik, Pendekatan Ekspresif,
Pendekatan Mimetik, Pendekatan Feminis, dan lain-lain.
Dalam makalah ini akan dilakukan
pengkajian drama yaitu penulis akan mengkaji naskah drama yang berjudul “Aa - Ii - Uu” karya Arifin C. Noer melalui
pendekatan mimetik. Namun sebelum penulis melakukan analisis melalui
pendekatan mimetik, terlebih dahulu penulis melakukan analisis melalui
pendekatan struktural. Hal itu karena setiap pendekatan seperti pendekatan
pragmatik, ekspresif, mimetik, maupun pendekatan-pendekatan lain pasti
memerlukan pendekatan struktural sebagai perantara untuk memahami karya sastra
itu sendiri.
1.2 Rumusan
Masalah
1.2.1
Apa yang dimaksud dengan
drama?
1.2.2
Apa yang dimaksud dengan
pendekatan mimetik?
1.2.3 Bagaimana kajian naskah drama “Aa - Ii - Uu” karya Arifin C. Noer
dengan menggunakan pendekatan
mimetik?
1.3 Tujuan
dan Manfaat
1.3.1
Ingin memberikan
pengetahuan tentang drama.
1.3.2
Ingin bemberi pengetahuan tentang
pendekatan mimetik.
1.3.3 Ingin memberi
pengetahuan tentang kajian naskah drama “Aa - Ii - Uu” karya Arifin C. Noer
dengan menggunakan pendekatan
mimetik.
BAB
2
LANDASAN
TEORI
2.1 Pengertian Drama
Pada umumnya, drama mempunyai dua arti,
yaitu drama dalam arti luas dan drama dalam arti sempit. Dalam arti luas,
pengertian drama adalah semua bentuk tontonan yang mengandung cerita yang
dipertunjukkan di depan orang banyak. Dalam arti sempit, pengertian drama
adalah kisah hidup manusia dalam masyarakat yang diproyeksikan ke atas
panggung.
Menurut
Waluyo (2001:2), drama berasal dari bahasa Yunani yaitu “draomai” yang
berarti berbuat, bertindak, atau bereaksi. Dengan demikian, drama dapat
diartikan sebagai perbuatan atau tindakan. Secara umum, pengertian drama adalah
karya sastra yang ditulis dalam bentuk dialog dengan maksud dipertunjukkan oleh
pemain.
Moulton berpendapat bahwa “drama adalah hidup yang ditampilkan dalam
gerak” (life presented in action). Hal itu diperkuat oleh pendapat Bathazar
Verhagen yang mengatakan bahwa “drama adalah kesenian melukis sifat dan sikap
manusia dengan gerak” (Slametmuljana dalam Tarigan, 1985: 70). Jadi, dapat
disimpulkan bahwa drama adalah sebuah cerita yang membawakan tema tertentu
dengan dialog dan gerak sebagai pengungkapannya.
Naskah drama merupakan salah satu genre
sastra yang disejajarkan dengan puisi dan prosa, sedangkan pementasan drama
adalah salah satu jenis kesenian mandiri yang merupakan integrasi antara
berbagai jenis kesenian seperti musik, tata lampu, seni lukis (dekorasi dan
panggung), seni kostum, seni rias, seni tari, dan lain sebagainya. Jika kita
membicarakan pementasan drama, maka kita dapat mengarahkan ingatan pada wayang,
ludruk, ketoprak, lenong, dan film. Pementasan naskah drama dikenal dengan
istilah teater.
2.2 Jenis-jenis Drama
Jenis-jenis drama dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
A. Berdasarkan isi ceritanya
1. Drama tragedi (drama duka) adalah drama yang melukiskan kisah sedih yang besar dan agung. tokoh-tokohnya terlibat dalam bencana atau masalah yang besar. Drama tragedi menceritakan pertentangan antara tokoh protagonis dengan kekuatan dari luar atau tokoh lainnya. Pertentangan ini berakhir dengan keputusan, kehancuran, atau kematian tokoh protagonis.
1. Drama tragedi (drama duka) adalah drama yang melukiskan kisah sedih yang besar dan agung. tokoh-tokohnya terlibat dalam bencana atau masalah yang besar. Drama tragedi menceritakan pertentangan antara tokoh protagonis dengan kekuatan dari luar atau tokoh lainnya. Pertentangan ini berakhir dengan keputusan, kehancuran, atau kematian tokoh protagonis.
2. Melodrama adalah drama yang sangat menyentuh perasaan
(sentimental), mendebarkan hati, dan mengharukan. Ceritanya dilebih-lebihkan
sehingga kurang meyakinkan penonton. Tokoh-tokoh dalam melodrama adalah
tokoh-tokoh yang hitam putih dan bersifat tetap (stereotip). Seorang tokoh
jahat adalah seluruh wataknya jahat, tidak ada sisi baik sedikkitpun,
sebaliknya, tokoh hero atau tokoh protagonist adalah tokoh pujaan yang luput
dari kekurangan, kesalahan, dan tindak kejahatan. Tokoh hero ini pada akhirnya
akan memenagkan peperangan, masalah, atau persaingan yang ada. Tokoh-tokoh
dalam melodrama dilukiskan pasrah atau menerima nasibnya terhadap apa yang
terjadi. Biasanya sinentron dan film Indonesia merupakan melodrama.
3. Komedi (drama ria) adalah drama
ringan yang sifatnya menghibur dan di dalamnya terdapat dialog kocak yang
bersifat menyindir dan biasanya berakhir dengan kebahagiaan. Drama komedi
menampilkan tokoh tolol, konyol, atau tokoh bijaksana tapi lucu. Penilaian
penonton terhadap drama komedi dapat berbeda. Ada yang dapat tertawa saat
menonton drama komedi, ada juga yang tidak. Perbedaan penilaian ini disebabkan
oleh perbedaan budaya dan pengalaman. Penonton yang pernah mengalami peristiwa
yang diceritakan dalam drama komedi akan tertawa jika melihat drama tersebut.
4. Dagelan adalah drama kocak dan
ringan. Isi cerita dagelan biasanya kasar, lentur, dan vulgar. Dalam dagelan
tidak terdapat kesetiaan terhadap alur cerita. Irama permainan dapat melantur
dan ketetapan waktu tidak dipatuhi. Tokoh-tokoh dalam dagelan mempunyai watak
yang berubah-ubah dari awal sampai akhir. Tokoh yang serius dapat berubah
secara tiba-tiba menjadi kocak. Dagelan disebut juga banyolan, sering disebut
tontonan konyol.
B.
Berdasarkan cara penyajianya
1. Closed Drama (drama untuk dibaca)
adalah drama yang dibuat hanya untuk dibaca dan hanya indah untuk dibaca.
Closed drama mempunyai dialog-dialog yang panjang dan menggunakan bahasa yang
indah. Dialog-dialog yang digunakan tidak mencerminkan percakapan sehari-hari sehingga
sulit dipentaskan.
2. Drama treatikal (Drama yang
dipentaskan) adalah drama yang dapat dipentaskan. Drama treatikal dipentaskan
di atas pentas atau panggung.
3. Drama radio adalah drama yang
ditayangkan atau dipentaskan melalui radio. Drama radio mementingkan dialog
yang diucapkan melalui media radio. Drama radio biasanya direkam melalui kaset.
4. Drama televisi adalah drama yang
ditayangkan atau dipentaskan melalui media televisi. Kelebihan drama televisi
adalah dalam melukiskan flashback (kenangan masa lalu). Drama televisi
berbentuk scenario . drama televisi ditampilkan dalam bentuk film, sinetron,
atau telenovela.
C.
Berdasarkan bentuknya
1. Sandiwara yaitu berasal dari dua
kata bahasa jawa, yaitu sandi yang berarti rahasia dan warah yang berarti
ajaran. Sandiwara berarti suatu pengajaran yang diberikan secara rahasia dalam
bentuk tontonan.
2. Teater rakyat adalah segala jenis
tontonan yang dipertunjukan di depan orang banyak dan bersifat kerakyatan.
Seperti ketoprak dari jawa, lundruk dari jawa timur, arja dari bali, lenong
dari Jakarta, dan sebagainya.
3. Opera adalah drama yang berisikan
nyanyian dan music pada saat pementasanya. Nyanyian digunakan sebagai dialog.
Opera sering disebut drama musical.
4. Sendratari adalah seni drama tari
atau drama tanpa dialog dari pemainanya. Suasana dan adegan dinyatakan dengan
gerak yang berunsur tari. Sendratari sebagian besar diangkat dari cerita-cerita
klasik, seperti Ramayana dan mahabarata.
5. Pantomim adalah pertunjukan drama
tanpa kata-kata yang hanya dimainkan dengan gerak dan ekspresi wajah biasanya
diiringi musik.
6. Operet atau Operette adalah opera
yang ceritanya lebih pendek.
7. Tableau (tablo) adalah drama yang mirip pantomim
yang dibarengi oleh gerak-gerik anggota tubuh dan mimik wajah pelakunya. Atau
drama tanpa kata-kata, dan pelaku hanya mengandalkan gerak patah-patah.
8. Passie adalah drama yang mengandung
unsur agama atau religius.
9. Wayang adalah drama yang pemain
dramanya adalah boneka wayang.
10. Minikata yaitu drama dengan cakapan
singkat yang mengandalkan gerak treatikal.
D.
Berdasarkan
ada atau tidaknya naskah drama
1. Drama Tradisional adalah
tontonan drama yang tidak menggunakan naskah.
2. Drama Modern adalah
tontonan drama menggunakan naskah.
E. Berdasarkan masanya
1. Drama Baru (Modern) adalah drama
yang memiliki tujuan untuk memberikan pendidikan kepada mesyarakat yang umumnya
bertema kehidupan manusia sehari-hari.
2. Drama Lama (Klasik) adalah drama
khayalan yang umumnya menceritakan tentang kesaktian, kehidupan istana atau
kerajaan, kehidupan dewa-dewi, kejadian luar biasa, dan lain sebagainya.
2.3
Pendekatan Mimetik
Pandangan pendekatan mimetik ini
adalah adanya anggapan bahwa sebuah karya sastra merupakan tiruan alam atau
penggambaran dunia dan kehidupan manusia di semesta raya ini. Sasaran yang
diteliti adalah sejauh mana karya sastra merepresentasikan dunia nyata atau
sernesta dan kemungkinan adanya intelektualitas dengan karya lain. Hubungan
antara kenyataan dan rekaan dalam sastra adalah hubungan dialektis atau
bertangga. Mimesis tidak mungkin tanpa kreasi, tetapi kreasi tidak mungkin
tanpa mimesis. Takaran dan perkaitan antara keduanya dapat berbeda menurut
kebudayaannya, menurut jenis sastra, zaman kepribadian pengarang, tetapi yang
satu tanpa yang lain tidak mungkin dan, catatan terakhir perpaduan antara
kreasi dan mimesis tidak hanya berlaku dan benar untuk penulis sastra. Tak
kurang pentingnya untuk pembaca, dia pun harus sadar bahwa menyambut karya
sastra mengharuskan dia untuk memadukan aktivitas mimetik dengan kreatif
mereka. Pemberian makna pada karya sastra berarti perjalanan bolak-balik yang
tak berakhir antara dua kenyataan dan dunia khayalan. Karya sastra yang
dilepaskan dan kenyataan kehilangan sesuatu yang hakiki, yaitu pelibatan
pembaca dalam eksistensi selaku manusia. Pembaca sastra yang kehilangan daya imajinasi
meniadakan sesuatu yang tak kurang esensial bagi manusia, yaitu alternatif
terhadap eksistensi yang ada dengan segala keserbakekurangannya atau lebih
sederhana berkat seni, sastra khususnya, manusia dapat hidup dalam perpaduan
antara kenyataan dan impian, yang kedua-duanya hakiki untuk kita sebagai
manusia.
Menurut Plato mimetik hanya terikat
pada ide pendekatan. Tidak pernah menghasilkan kopi sungguhan, mimesis hanya
mampu menyarankan tataran yang lebih tinggi. Mimetik yang dilakukan oleh
seniman dan sastrawan tidak mungkin mengacu secara langsung terhadap dunia
ideal. (Teew.1984:220). Hal itu disebabkan pandangan Plato bahwa seni dan
sastra hanya mengacu kepada sesuatu yang ada secara faktual seperti yang telah
disebutkan di muka. Bahkan seperti yang telah dijelaskan di muka. Plato
mengatakan bila seni hanya menimbulkan nafsu karena cenderung menghimbau emosi,
bukan rasio (Teew. 1984:221).
Berdasarkan pernyataan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pendekatan mimetik merupakan pendekatan yang lebih menekankan pada alam semesta. dengan kata lain, sebuah karya sastra dikaitkan dengan kenyataan yang ada, baik dalam lingkungan masyarakat (sosial), politik, budaya, maupun keadaan alam sekitar.
Sebelum menganalisis sebuah karya sastra menggunakan pendekatan mimetik, maka perlu juga terlebih dahulu dikaji atau dianalisis dengan menggunakan pendekatan struktural, yaitu pengkaji harus mengetahui unsur instrinsik karya sastra itu sendiri dengan maksud paham tentang makna yang terkandung di dalam karya sastra tersebut.
Berikut ini unsur-unsur instrinsik dalam menganalisis naskah drama, yaitu tema, tokoh dan penokohan, alur, sudut pandang, gaya bahasa, latar (setting), konflik, dan amanat.
Berdasarkan pernyataan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pendekatan mimetik merupakan pendekatan yang lebih menekankan pada alam semesta. dengan kata lain, sebuah karya sastra dikaitkan dengan kenyataan yang ada, baik dalam lingkungan masyarakat (sosial), politik, budaya, maupun keadaan alam sekitar.
Sebelum menganalisis sebuah karya sastra menggunakan pendekatan mimetik, maka perlu juga terlebih dahulu dikaji atau dianalisis dengan menggunakan pendekatan struktural, yaitu pengkaji harus mengetahui unsur instrinsik karya sastra itu sendiri dengan maksud paham tentang makna yang terkandung di dalam karya sastra tersebut.
Berikut ini unsur-unsur instrinsik dalam menganalisis naskah drama, yaitu tema, tokoh dan penokohan, alur, sudut pandang, gaya bahasa, latar (setting), konflik, dan amanat.
1.
Tema
Tema adalah ide yang
mendasari sebuah cerita. Untuk mencari tema sebuah novel, pembaca harus membaca
secara seksama cerita dengan cara membaca dari awal sampai akhir. Setelah itu,
temukan masalah yang paling dominan dalam cerita tersebut, contohnya tema
persahabatan, rumah tangga, dan lain-lain.
2.
Tokoh dan Penokohan
Tokoh adalah pelaku
yang dikisahkan pemain dalam cerita. Tokoh dalam sebuah novel, yaitu tokoh
antagonis, protagonist, dan tritagonis. Sedangkan penokohan
adalah pemberian watak atau karakter pada masing-masing pelaku dalam sebuah
cerita. Pelaku dapat diketahui karakternya dari cara bertindak, ciri fisik,
lingkungan tempat tinggal. Dengan kata lain, penokohan adalah sifat, watak atau
karakter yang dimiliki oleh para tokoh di dalam cerita. Penggambaran penokohan
dapat berupa uraian langsung dan tidak langsung. Contoh : baik, sombong, jujur,
dan lain-lain.
3.
Alur
Alur
adalah rangkaian peristiwa yang saling berhubungan di dalam sebuah cerita. Alur dalam novel dapat dibagi dalam beberapa
macam, antara lain:
a. Alur
maju adalah alur yang bercerita dari awal hingga akhir dengan berurutan ke masa
depan/progresif.
b. Alur
mundur adalah alur yang bercerita dari masa kini ke masa lampau.
c. Alur
campuran adalah alur yang bercerita dari masa kini ke masa lampau, lalu
disisipi cerita dari masa lampu ke masa kini (flashback), begitupun sebaliknya.
4.
Sudut Pandang
Sudut
pandang adalah cara pengarang dalam menyajikan peristiwa dan tokoh-tokoh yang
ada dalam sebuah cerita. Sudut pandang berkaitan dengan gaya pengisahan seorang
pengarang terhadap ceritanya. Sudut pandang ada dua, yaitu sudut pandang orang
pertama “aku” dan sudut pandang orang ketiga “dia”.
5.
Gaya Bahasa
Gaya bahasa
adalah cara pengarang dalam menggunakan bahasa untuk mengisahkan peristiwa dan
tokoh-tokoh yang ada dalam sebuah cerita.
Selain itu, gaya bahasa juga dapat diartikan sebagi cara pengarang
mempergunakan bahsa sebagaialat untuk mengekspresikan perasaan dan buah pikiran
yang terpendam di dalam jiwanya. Dengan
kata lain, gaya bahasa berkaitan dengan stile (style) pengarang dalam
mengisahkan cerita.
Gaya
bahasa dapat juga disebut majas. Berikut ini jenis-jenis majas, antara lain:
a. Majas Perbandingan
b. Majas Sindiran
c. Majas Penegasan
d. Majas Pertentangan
Majas Perbandingan dapat dibedakan menjadi 10 macam,
antara lain:
a. Personifikasi, yaitu gaya
bahasa yang melukiskan susatu benda dengan memberikan sifat-sifat manusia
kepada benda tersebut. Contohnya: Pensilku menari-nari di atas kertas.
b. Metafora, yaitu gaya bahasa
yang melukiskan sesuatu dengan perbandingan langsung dan tepat atas dasar yang
sama atau hampir sama. Contohnya: Wajahnya seindah bulan purnama.
c. Hiperbola, yaitu gaya bahasa
yang membandingkan segala sesuatu dengan suatu hal yang dilebih-lebihkan. Contohnya:
Budi berlari secepat kilat.
d. Litotes (Hiperbola Negatif),
yaitu gaya bahasa yang membandingkan segala sesuatu dengan sifat yang
berlawanan dengan keadaan yang sesungguhnya, dengan maksud untuk merendakan
diri. Contohnya: Saya hanyalah butiran debu.
e. Simbolik, yaitu gaya bahasa
yang membandingkan segala sesuatu dengan sifat yang berlawanan dengan sesuatu
yang lain, misalnya benda, binatang, atau tumbuhan sebagai symbol atau lambang.
Contohnya: Rumah Budi ludes dilalap si jago merah.
f.
Metonimia, yaitu gaya bahasa
yang menggunakan mrek atau nama barang untuk melukiskan suatu hal. Contohnya:
paling enak itu membaca Koran sambil minum kapal api. (kapal api disini
bermakna salah satu merk kopi)
g. Asosiasi, yaitu gaya bahasa
yang membandingkan sesuatu dengan keadaan lain karena adanya persamaan sifat.
Contohnya: Rian kuat seperti gatot kaca.
h.
Alegori, yaitu gaya bahsa yang
memperlihatkan suatu perbandingan yang
utuh. Contohnya: Hidup ini layaknya perahu yang berlayar di tengan samudera.
i.
Eufeminisme, yaitu gaya bahasa
yang menggambarkan segala Sesuatu dengan kata-kata yang lebih lembut namun
bermakna sama. Contohnya: perusahaan itu menerima karyawan tunarungu.
j. Sinekdok, gaya bahasa ini
dibedakan menjadi 2, antara lain: 1) pars pro toto, yaitu gaya bahasa
yang menyebutkan sebagian untuk menggantikan seluruhnya. Contohnya: Hingga saat
ini, Dian belum kelihatan batang hidungnya. 2) totem pro parte,
yaitu gaya bahasa yang menyebutkan seluruhnya untuk menggantikan sebagian.
Contohnya: Besok Inggris akan berhadapan dengan Brazil dalam final piala dunia.
Majas
sindiran dapat dibedakan menjadi 3 mcam, antara lain:
a.
Ironi, yaitu gaya bahasa yang
melukiskan sesuatu yang sebaliknya dari kenyataan yang ada. Contohnya: Tulisanmu sangat bagus, sampai aku tak bisa membacanya
b.
Sinisme, yaitu gaya bahasa
yang menggunakan kata-kata sebaliknya, sama seperti ironi namun ini lebih kasar.
Contohnya: Lama-lama aku bisa gila bila bekerja dengan kamu.
c.
Sarkasme, yaitu gaya bahasa
yang merupakan sindiran paling kasar dibandingkan yang lainnya. Contohnya: Dasar kau
sampah tiak berguna !
Majas
penegasan dapat dibedakan menjadi 5 macam, antara lain:
a.
Repetisi, yaitu majas
penegasan yang menggunakan kata yang berulang-ulang. Baisanya digunkan dalam pidato.
b.
Pleonasme, yaitu majas
penegasan yang menggunakan kata yang sebenarnya tidak perlu, atau pemborosan kata.
Contohnya: mundur ke belakang, maju ke depan.
c.
Klimaks, yaitu majas penegasan
yang menyatakan hal dengan cara berturut-turut menggunakan kata yang semakin
lama semakin menguat artinya.
d.
Anti Klimaks, yaitu majas
penegasan yang menyatakan hal dengan cara berturut-turut menggunakan kata yang
semakin lama semakin melemah artinya. Contohnya: jangan motor,
sepedapun saya tidak punya.
e.
Retorik, yaitu majas penegasan
yang menggunakan kalimat tanya yang sebenarnya tidak memerlukan jawaban, karena
merupakan pertanyaan yang konyol.
Majas pertentangan dapat dibedakan menajdi 2 macam,
antara lain:
a.
Antitesis, yaitu majas
pertentangan yang menggambarkan sesuatu dengan menggunakan pasangan kata yang berlawanan
arti. Contohnya: tua-muda, msikin-kaya, dan
sebagainya.
b. Paradoks, yaitu majas
pertentangan yang menggambarkan sesuatu seolah-olah bertentangan padahal sesungguhnya
tidak. Contohnya: di tengah keramaian aku merasa sepi.
6. Latar atau Setting
Latar
adalah unsur yang merujuk pada tempat, waktu dan suasana yang melatarbelakangi
peristiwa dalam cerita terjadi. Latar dibedakan menjadi tiga, antara lain:
a.
Latar tempat adalah gambaran
yang menunjukkan tempat dalam suatu cerita atau peristiwa. Contoh: rumah,
taman, sekolah, dan sebagainya.
b.
Latar waktu adalah gambaran
yang menunjukkan waktu dalam suatu cerita atau peristiwa . Contoh: pagi, siang,
sore, malam, dan sebagainya.
c.
Latar suasana adalah
gambaran yang menunjukkan suasana yang disajikan dalam suatu cerita atau
peristiwa . Contoh : sunyi, sepi, bising, dan sebagainya.
7.
Konflik
Konflik adalah pertentangan atau masalah yang terjadi
dalam sebuah cerita yang disajikan dalam karya sastra melalui tindakan atau
alur yang dimainkan oleh pemain. Konflik dibagi menjadi 2 jeni. Yaitu konflik
internal dan konflik eksternal. Konflik internal yaitu konflik yang berasal
dari dalam diri sendiri, sedangkan konflik ekternal yaitu konflik yang berasal
dari luar diri si tokoh dan dipengaruhi oleh orang lain atau unsur dari luar.
8.
Amanat
Amanat adalah pesan
yang terkadung dalam sebuah cerita. Amanat dalam novel pada umumnya disampaikan
pengarang kepada pembaca melalui dua cara, yaitu secara tersurat (dapat dilihat
langsung) dan tersirat (dipahami dari balik cerita).
BAB
3
PEMBAHASAN
3.1 Sinopsis Naskah Drama “Aa - Ii - Uu” karya Arifin C.
Noer
Bermula dari kisah sebuah
keluarga yang terdiri dari Ibu dan Bapak Rustam serta ketiga anaknya yang
bernama Aa, Ii, dan Uu. Aa merupakan anak pertama berjenis kelamin laki-laki,
sedangkan Ii merupakan anak kedua berjenis kelamin perempuan, dan Uu merupakan
anak ketiga berjenis kelamin perempuan.
Suatu malam Uu mengatakan
kepada ibunya bahwa ia ingin menjadi Ahli Sejarah dan masuk perguruan tinggi
mengambil Jurusan Sejarah. Mendengar pernyataan anak bungsunya tersebut sang
ibu kaget, namun ia tidak juga menentang cita-cita anaknya tersebut, sang ibu
hanya bertanya lalu menyuruh Uu untuk beristirahat.
Tokoh ibu (ibu Rustam) lalu
memberitahukan suaminya tentang keinginan anak bungsunya tersebut. Bapak Rustam
marah, dan akhirnya memicu pedebatan diantara suami istri tersebut, yaitu Ibu
Rustam dan Bapak Rustam. Sang Bapak dengan tegas menentang cita-cita UU yang
ingin menjadi ahli sejarah, dengan pertimbangan bahwa bidang pekerjaan tersebut
dari segi material tidak menjamin kehidupan anaknya. Namun berbeda dengan Ibu
yang mendukung dan memberi kebebasan terhadap Uu untuk memilih jalan hidupnya,
termasuk cita-cita yang Uu pilih. Ibu berasumsi bahwa setiap manusia berhak
menentukan jalan hidupnya masing-masing, dan sebagai orangtua tidak berhak
memaksakan kehendak bahwa seorang anak harus menjadi apa.
Rupanya keluarga ini
merupakan keluarga yang keras kepala, baik ibu, bapak, Aa, Ii, dan Uu sama-sama
memiliki watak keras kepala. Oleh karena itu masing-masing tetap pada
pendiriannya.
Aa dan Ii yang merupakan
kakak Uu walaupun tidak secara tegas menentang Uu yang memilih jurusan sejarah,
namun sesungguhnya watak mereka berdua sama seperti ayahnya yang memandang
sesuatu selalu dari segi materi dan uang.
Teman-teman sekolah Uu
semasa SMA juga ternyata memandang rendah profesi ahli sejarah. Sampai akhirnya
Uu mengadu pada ayah dan ibunya. Namun tidak disangka, bukannya mendapat
dukungan dari bapaknya, sang bapak berpihak pada teman-teman Uu. Uu kesal,
sampai akhirnya ia memutuskan untuk mengurung diri di kamar dan mogok makan
sampai sang bapak mengizinkannya untuk mengambil Jurusan Sejarah. Segala upaya
telah Bapak, Aa, dan Ii lakukan untuk membujuk Uu tidak mengambil Jurusan
Sejarah. Namun Uu tetap pada pendiriannya bahwa ia akan tetap mengambil Jurusan
Sejarah bagaimanapun konsekuensinya. Sampai akhirnya Pak Rustam menelfon Oom
dan Tante untuk datang ke rumahnya dan membujuk Uu agar mau nurut dengan
ayahnya. Segala upaya juga dilakukan oleh Oom dan Tante, namun sia-sia.
Setelah beberapa rencana
gagal, lalu Oom dan Tante berfikir sejenak, lalu sehubungan dengan kegemaran Uu
membaca dan mendengarkan cerita dongeng, maka Oom dan Tante menyarankan bahwa
Ibu harus menceritakan sebuah dongeng tentang anak yang penurut terhadap
orangtuanya. Dengan demikian sekiranya agar Uu dapat melupakan keinginan masuk
Jurusan Sejarah. Awalnya, ibu tidak mau, namun setelah dibujuk oleh Oom dan
Tante akhirnya ia mau.
Singkat cerita, setelah
mendengar dongeng tersebut akhirnya setiap ditanya Uu selalu menjawab, “Iya Ma,
Iya Ma, Iya Ma” secara berulang-ulang. Hal itu semakin membuat Ibu, Bapak, Oom,
dan kedua kakaknya khawatir. Tidak lama kemudian Aa dan Ii juga tertular oleh
UU, yaitu setiap ada yang berkata atau bertanya kepada mereka maka mereka hanya
menjawab “Iya Ma, Iya Pa, Iya Oom, Iya Tante.” Keadaaan semakin kacau tatkala
Uu hilang dari kamarnya dan disusul oleh hilangnya Aa dan Ii.
Seorang pembantu di rumah
Oom dan Tante menyarankan untuk memanggil dukun. Datanglah dukun ke rumah Oom
dan Tante. Sempat terjadi perdebatan antar tokoh, baik itu Bapak dengan Oom,
Bapak dengan Dukun, Bapak dengan Pembantu, dan lainnya. Sang dukun menyarankan
agar Pak Rustam dapat dengan lapang dada mengabulkan keinginan anak-anaknya,
terutama keinginan Uu yang ingin masuk Jurusan Sejarah. Awalnya Pak Rustam
tetap pada pendiriannya menolak saran dari Dukun, sampai pada akhirnya ia
menyerah lalu merelakan Uu mengambil Jurusan Sejarah. Tidak lama kemudian UU
terbangun dari igauannya, lalu ibu berkata kepada Uu bahwa semua mengizinkan ia
mengambil Jurusan Sejarah. Lalu mereka saling berpelukan, hidup dengan bahagia.
3.2 Analisis melalui Pendekatan Struktural
1.
Tema
Tema naskah drama “Aa - Ii - Uu” yaitu tentang kehidupan sosial
2.
Tokoh dan Penokohan
Tokoh dan penokohan, serta watak yang terdapat
pada naskah drama “Aa - Ii - Uu”,
antara lain:
a. Tokoh Bapak : bernama Rustam,
adalah bapak dari Aa, Ii, dan Uu. Bapak merupakan tokoh antagonis, wataknya
keras kepala, materialistis, egois, kasar,. Hal itu tercermin ketika beliau
menentang Uu untuk menjadi ahli sejarah dan masuk pada Jurusan Sejarah.
1)
“Kamu betul-betul kurang
memahami zaman sekarang. Doktoranda
apapun memang sama, tapi nilai komersialnya berbeda-beda. Insinyur juga
macam-macam dan boleh dikatakan sama tingkatannya satu sama lain, tapi tetap
masing-masing memiliki nilai komersial yang berbeda beda.” (Arifin C Noer,
1968:6)
2)
“Makin banyak kamu bicara
makin kelihatan kamu bodoh”. (Arifin C Noer, 1968:6)
3)
“Karena ukuran-ukuran yang
menguntungkan. Tepat! Karena kepintaran Lidia secar ekonomis menguntungkan atau
diharapkan akan bisa menguntungkan untuk rumah tangga kalian. Begitu bukan?”
(Arifin C Noer, 1968:8)
4)
“Luar biasa. Kalian
betul-betul benih masa depan yang siap. Nah Ma, kamu sudah dengar sendiri
pernyataan mereka tentang zaman mereka nanti. Kalau diusut secra logis dasar
dan cara berpikir mereka jelas-jelas mencerminkan bentuk dan sifat hubungan
kita masa depan, yaitu hubungan yang dingin yang selalu dilandasi ukuran
komersial.” (Arifin C Noer, 1968:9)
5)
“Karena buat saya orang
yang bekerja sia-sia, yang tidak menghasilkan uang berarti pengkhayal konyol.
Boleh saja orang semacam itu hidup kalau mereka bisa hidup tanpa usus dan perut
besar.” (Arifin C Noer, 1968:10)
b. Tokoh Ibu : bernama ibu
Rustam, adalah Ibu dari Aa, Ii, dan Uu. Ibu merupakan tokoh protagonis,
wataknya baik, penyayang, keras kepala.
1)
Watak ibu yang keras kepala
tercermin pada dialognya dengan tokoh Bapak,
“Saya kira saya tidak kolot. Waras. Coba saja. Misalnya Uu
betul-betul jadi ahli sejarah yang kata kamu tidak komersial itu, yang tidak
menghasilkan uang itu, apa akan mengubah nasibnya sebagai seorang istri kelak?”.
(Arifin C Noer, 1968:6)
2)
“… zamannya robot-robot dan
angka-angka. Menjijikan sekali.” (Arifin C Noer, 1968:9)
c.
Tokoh Aa : adalah anak pertama
dari Bapak dan Ibu Rustam. Aa berperan sebagai laki-laki. Ia merupakan
mahasiswa Jurusan Ekonomi. Ia adalah tokoh yang cerdas, bijaksana,
bertanggungjawab dan penyayang. Hal itu tercermin pada percakapan berikut ini:
AA : “Kita mesti lembut, Pa.” (Arifin C
Noer, 1968:15)
II :
“ kita tidak boleh menekan dan apalagi bersikap keras.”
(Arifin C Noer, 1968:15)
AA : “Ini semata-mata masalah
approach.” (Arifin C Noer, 1968:15)
II :
“Kita semua tahu Uu sangat manja dan sakit-sakitan sejak kecil.” (Arifin C
Noer, 1968:15)
AA : “Jadi
satu-satunya cara yang paling efektif adalah cara persuasif.” (Arifin C
Noer, 1968:15)
II :
“Saya akan mencoba membujuknya pertama kali. Sebagai kakak langsung barangkali
saya akan mnedapat tempat yang istimewa di hatinya.” (Arifin C Noer, 1968:15)
AA : “Saya
juga akan berusaha sekuat tenaga menyelamatkan masa depan Uu, karena Uu adalah
adik yang lemah.” (Arifin C Noer, 1968:15)
II : “Ya. Tante pasti akan
mampu melunakkan hatinya.”
(Arifin C Noer, 1968:16)
d. Tokoh Ii : adalah anak kedua
dari Bapak dan Ibu Rustam. Ii berperan sebagai perempuan. Ia merupakan
mahasiswi Jurusan Farmasi. Ia adalah tokoh yang baik hati, penyayang, cerdas,
bijaksana, dan bertanggungjawab. Hal itu tercermin pada percakapan berikut ini:
AA : “Kita mesti lembut, Pa.” (Arifin C Noer,
1968:15)
II :
“Kita tidak boleh menekan dan apalagi bersikap keras.”
(Arifin C Noer, 1968:15)
AA : “Ini semata-mata masalah
approach.” (Arifin C Noer, 1968:15)
II :
“Kita semua tahu Uu sangat manja dan sakit-sakitan sejak kecil.” (Arifin
C Noer, 1968:15)
AA :
“Jadi satu-satunya cara yang paling efektif adalah cara persuasif.” (Arifin C
Noer, 1968:15)
II :
“Saya akan mencoba membujuknya pertama kali. Sebagai kakak langsung
barangkali saya akan mendapat tempat yang istimewa di hatinya.” (Arifin C
Noer, 1968:15)
AA :
“Saya juga akan berusaha sekuat tenaga menyelamatkan masa depan Uu, karena Uu
adalah adik yang lemah.” (Arifin C Noer, 1968:15)
II : “Ya. Tante pasti akan
mampu melunakkan hatinya.”
(Arifin C Noer, 1968:16)
e. Tokoh Uu : adalah anak ketiga
dari Bapak dan Ibu Rustam. Uu berperan sebagai perempuan. Wataknya keras
kepala, pemarah (mudah marah dan berkata kasar), dan manja.
1)
Wataknya yang pemarah tercermin pada kutipan
dialog berikut: “Brengsek.”
(Arifin C Noer, 1968:11)
2)
Wataknya yang keras kepala
tercermin pada kutipan dialog berikut:
UU : “Kalau semua tidak setuju Uu
akan mengunci diri dalam kamar dan mogok makan.” (Arifin C Noer, 1968:15)
UU : “(OS) Di sini ada gunting. Kalau pintu
dibongkar saya bunuh diri.”
(Arifin C Noer, 1968:21)
UU : “Jangan main tipu. Uu bisa lebih nekat.”
(Arifin C Noer, 1968:21)
Selain itu,
Watak Uu yang keras kepala juga tercermin pada dialog berikut ini:
Bapak : “Uu ini suara Papa.
Dengar tidak, Uu?”
(Arifin C Noer, 1968:19)
Uu : “(OS) Dengar.” (Arifin C Noer,
1968:19)
Bapak : “Kalau begitu buka pintunya.”
(Arifin C Noer, 1968:19)
Uu : “(OS) Tidak mau. Kecuali
kalau papa setuju Uu masuk Jurusan Sejarah.” (Arifin C Noer, 1968:20)
Bapak : “Kita berunding dulu, Sayang.”
(Arifin C Noer, 1968:20)
Uu : “(OS) Tidak ada perundingan.
Soalnya kita sama-sama keras kepala.” (Arifin C Noer, 1968:20)
3)
Wataknya yang manja tercermin
dari kutipan dialog berikut:
UU : “Sedetik boleh
dan hanya untuk cium.” (Arifin C Noer,
1968:17)
AA : “Lah, dia Cuma
manja.” (Arifin C Noer, 1968:17)
f.
Tokoh Berlin : adalah teman
Uu. Berlin merupakan tokoh antagonis. Wataknya materialistis, karena ia
merendahkan dan menertawakan Uu setelah ia mengetahui bahwa Uu memilih untuk
masuk Jurusan Sejarah. Tercermin pada kutipan dialog berikut: “Yang lucu
tidak ada! Yang ada yang tragis!” (Arifin C Noer, 1968:12)
g. Tokoh Sitegal : adalah teman
Uu. Sitegal merupakan tokoh antagonis. Wataknya materialistis, karena ia
merendahkan dan menertawakan Uu setelah ia mengetahui bahwa Uu memilih untuk
masuk Jurusan Sejarah. Tercermin pada kutipan dialog berikut: “Memilih ko
Jurusan Sejarah. Kok ndak jurusan silat saja.” (Arifin C Noer, 1968:12)
h. Tokoh Ketua (ketua kelas Uu
semasa SMA) : memiliki watak atau sifat yang terkesan bijaksana dan realistis,
namun padahal lebih condong bersifat materialistis. Hal itu tercermin pada
percakapan berikut ini:
Ketua : “Kamu tau kenapa kita
tertawa?” (Arifin C Noer, 1968:13)
Uu : “Nggak.” (Arifin C Noer,
1968:13)
Ketua : “Karena kita tidak setuju. Kita semua
tidak rela kamu sebagai kawan akan mengingatkan jumlah orang-orang miskin di
negeri ini.” (Arifin C Noer, 1968:13)
Uu : “Kok!” (Arifin C Noer,
1968:13)
Ketua :
“Memasuki Jurusan Sejarah atau jurusan atau fakultas-fakultas lainnya yang
sejenis adalah sia-sia, karena ditijau dari segi lapangan kerja sangat sempit.
Di Republik ini tidak perlu banyak-banyak ahli sejarah. Cukup seorang saja
untuk mengepalai satu departemen dengan pelayan sebagai pembantunya. Nah, jelas
sekarang? Yang dibutuhkan sekarang adalah tenaga-tenaga yang terampil laksana
komputer untuk perputaran roa ekonomi.” (Arifin C Noer, 1968:13)
i.
Tokoh Seseorang
(teman Uu yang tidak disebutkan namanya) : memiliki watak materialistis. Hal
itu tercermin pada kutipan dialog berikut: “Mudah-mudahan dia insaf.”
(Arifin C Noer, 1968:12)
j.
Tokoh Yang Lain (teman Uu yang
tidak disebutkan namanya) : memiliki watak materialistis. Hal itu tercermin
pada kutipan dialog berikut: “Milih ko daerah gundul.” (Arifin C Noer,
1968:12)
k. Tokoh Tante (Seli) : adalah
tantenya Aa, Ii, dan Uu. Ia memiliki watak yang mudah panik, terkesan
berlebihan, namun baik hati dan penyayang.
l.
Tokoh Oom (Bahar) : adalah
Oomnya Aa, Ii, dan Uu. Ia memiliki watak yang mudah panik, terkesan berlebihan,
namun baik hati dan penyayang.
m.
Tokoh Pembantu : adalah
pembantu di rumah Bapak dan Ibu Rustam. Tokoh ini memiliki karakter yang lucu
karena latah.
n.
Tokoh Dukun : memiliki
karakter yang lucu.
3.
Alur
Naskah drama
“Aa - Ii - Uu” karya Arifin C. Noer menggunakan alur maju.
4.
Sudut Pandang
Naskah drama
“Aa, Ii, Uu” karya Arifin C. Noer menggunakan sudut pandang orang ketiga tunggal,
karena penulis tidak terlibat langsung dalam cerita atau peristiwa namun
penulis menjadi seseorang yang serba tahu.
5.
Gaya Bahasa
a.
Majas Perumpamaan
1)
Bapak : “Karena buat saya
orang yang bekerja sia-sia, yang tidak menghasilkan uang berarti pengkhayal
konyol. Boleh saja orang semacam itu hidup kalau mereka bisa hidup tanpa
usus dan perut besar.” (Arifin C Noer, 1968:10)
b.
Majas Hiperbola
1)
Bapak : “Semut pun tahu itu dan papa tidak akan menanyakan soal itu.
Pertanyaan papa sederhana
saja. Kenapa kamu memilih lapangan farmasi?” (Arifin C Noer, 1968:9)
2)
Bapak : “Artinya membiarkan Uu jatuh kepada pilihan yang keliru! Semua
orang mengejar uang dan kamu biarkan Uu mengejar angin yang bernama lamunan
sejarah. Sebagai ibu seharusnya kamu menyadarkan Uuu yang baru aiueo itu bahwa
sejarah tidak akan pernah menyelesaikan hidup ini. Hanya uang yang punya
kemampuan tidak terbatas untuk menyelesaikan apa saja.” (Arifin C Noer, 1968:10)
3)
UU : “(OS) Di sini ada gunting. Kalau pintu dibongkar saya
bunuh diri.”
c.
Majas Ironi (sindiran)
“Milih ko daerah gundul.”
(Arifin C Noer, 1968:12)
d.
Majas Metafora
1)
Berlin : “Sebagai penutup,
marilah kita berdoa agar malam ini Tuhan memberi petunjuk bagi domba kecil
yang sesat ini.” (Arifin C Noer, 1968:13-14)
2)
Bapak : “Kalian jangan
seperti ondel-ondel. Apa saran kalian?”
(Arifin C Noer, 1968:15)
3)
Tante : “Betul-betul buah
simalakama…” (Arifin C Noer, 1968:24)
e.
Majas Anti Klimaks
II : “Satu minggu. Dua hari saja barangkali dia sudah
terkapar sakit. Dia kan sakit-sakitan.” (Arifin C Noer, 1968:20).
f.
Majas Alegori
Bapak : “Itulah sebabnya
kenapa Uu ingin masuk Jurusan Sejarah. Uu sangat- sangat dipengaruhi
dongeng-dongeng. Otak Uu bagaikan diliputi kabut yang menggelapi
istana-istana zaman dahulu.” (Arifin C Noer, 1968:14)
g.
Majas Litotes
Bapak : “Maafkan saya karena sikap kasar saya, tapi percayalah,
kekerasan
saya
hanyalah topeng seorang lelaki kikuk yang selalu gagal menyatakan cintanya.”
(Arifin C Noer, 1968:28)
h.
Majas Simbolik
Bapak : “Nasibmu, Sayang sedang diolah di meja perundingan.”
(Arifin C
Noer, 1968:30).
i.
Majas Asosiasi
Oom : “Susah payah namun tetap tabah, Uu menempuh badai tentamen
demi
tentamen.
Dia memang srikandinya kampus.” (Arifin C Noer,
1968:30)
6.
Latar atau setting
a. Latar tempat
Latar tempat yang terdapat
pada naskah drama ini yaitu di kamar, kuburan, dan ruang tengah (rumah).
Pada prolog berikut ini
menunjukkan setting tempat yaitu di kamar.
“Sandiwara ini dimulai dengan
Uu sedang membereskan buku-bukunya, sementara Ibunya sedang menyiapkan
tempat tidurnya. Malam sudah lewat jam dua belas.” (Arifin C Noer, 1968:3)
b. Waktu.
Latar waktu
pada naskah drama ini yaitu pagi, siang,
dan malam hari.
Pada prolog berikut ini menunjukkan
setting waktu, yaitu malam hari. “Sandiwara
ini dimulai dengan UU sedang membereskan buku-bukunya, sementara Ibunya sedang
menyiapkan tempat tidurnya. Malam sudah lewat jam dua belas.” (Arifin C Noer, 1968:3)
c. Suasana
Setting suasana yang terdapat dalam
naskah drama “Aa - Ii - Uu” karya
Arifin C. Noer, antara lain:
1)
Suasana tegang, tergambar
ketika Uu memutuskan untuk mengurung diri di kamar dan mogok makan. Hal itu
tercermin pada dialog berikut ini:
UU : “(OS) Jangan main tipu. Uu bisa lebih nekat.
Bapak : ”Jangan gegabah, Ii.”
UU : “(OS) Papa.”
Bapak : “Ya, Sayang.”
UU : “Uu haus.”
Bapak : “Segera papa bawa minuman, Sayang. Buka dulu pintunya.”
UU : “Ngga mau.”
Bapak : “Nanti kamu mati kehausan, Sayang.”
UU : “Biar.”
2)
Suasana hening tergambar
ketika sang Dukun sampai di rumah Oom dan Tante.
7.
Konflik
Awal
mula konflik yaitu ketika Uu
memberitahu ibunya bahwa ia ingin masuk jurusan sejarah dan menjadi ahli sejarah. Lalu sang ibu (tokoh ibu) memberitahu
kepada tokoh bapak tentang keinginan Uu tersebut, namun tokoh Bapak menolak
dengan keras dan tegas bahwa Uu tidak boleh masuk Jurusan Sejarah dan menjadi
Ahli Sejarah seperti yang diharapkan Uu. Hal itu karena tokoh Bapak
mempertimbangkan dari segi komersialnya, bahwa menjadi ahli sejarah tidak akan
menjamin kehidupan seseorang. Sampai pada akhirnya tokoh ibu dan tokoh bapak
tenggelam dalam perdebatan.
Perdebatan itu tercermin pada dialog, berikut ini:
Bapak : “Kamu
betul-betul kurang memahami zaman sekarang.
Doktoranda apapun memang sama, tapi nilai komersialnya berbeda-beda.
Insinyur juga macam-macam dan boleh dikatakan sama tingkatannya satu sama lain,
tapi tetap masing-masing memiliki nilai komersial yang berbeda beda.”
(Arifin C Noer, 1968:6)
Ibu : “Uu kan perempuan.
Sudah untung dia mau sekolah sampai tinggi. Jadi biarkan saja dia maunya apa.”
(Arifin C Noer, 1968:6)
Bapak : “Zaman
sekarang tidak mau membedakan lagi mana perempuan mana laki, apalagi dalam soal
pendidikan. Jangan berpikiran kolot dong.” (Arifin C Noer, 1968:6)
Ibu : “Saya kira saya tidak
kolot. Waras. Coba saja. Misalnya Uu betul-betul jadi ahli sejarah yang
kata kamu tidak komersial itu, yang tidak menghasilkan uang itu, apa akan
mengubah nasibnya sebagai seorang istri kelak?” (Arifin C Noer, 1968:6)
Bapak : “Makin banyak kamu
bicara makin kelihatan kamu bodoh”. (Arifin C Noer, 1968:6)
Perdebatan selanjutnya tercermin pada dialog berikut
ini:
Bapak : “Yak! Zaman sekarang
memang zamannya pedagang, dan zaman yang akan datang…” (Arifin C Noer,
1968:9)
Ibu : “… zamannya
robot-robot dan angka-angka. Menjijikan sekali.” (Arifin C Noer, 1968:9)
Bapak : “Kamu boleh bilang
menjijikan tapi yang pasti bukan zamannya pengkhayal- pengkhayal.” (Arifin
C Noer, 1968:9)
Ibu : “Mulai ngaco.
Bagaimana bisa kamu menyebut ahli sejarah sebagai pengkhayal?” (Arifin C
Noer, 1968:9)
Bapak : “Karena buat saya orang
yang bekerja sia-sia, yang tidak menghasilkan uang berate pengkhayal konyol.
Boleh saja orang semacam itu hidup kalau mereka bisa hidup tanpa usus dan perut
besar.” (Arifin C Noer, 1968:10)
Ibu : “Terserah kamu mau
omong apa tapi saya tetap berpihak kepada Uu!” (Arifin C Noer, 1968:10)
Bapak : “Artinya membiarkan Uu
jatuh kepada pilihan yang keliru! Semua orang mengejar uang dan kamu biarkan Uu
mengejar angina yang bernama lamunan sejarah. Sebagai ibu seharusnya kamu
menyadarkan Uuu yang baru aiueo itu bahwa sejarah tidak akan pernah
menyelesaikan hidup ini. hanya uang yang punya kemampuan tidak terbatas untuk
menyelesaikan apa saja.” (Arifin C
Noer, 1968:10)
Ibu : “Uu berhak memilih
dan saya juga punya hak untuk berpihak.” (Arifin C Noer, 1968:10)
Bapak : “Mulai keras kepala.”
(Arifin C Noer, 1968:10)
Ibu : “Sejak tadi kita
sudah keras kepala. Sejak tadi kita pelotot- pelototan dan tidak diskusi.”
(Arifin C Noer, 1968:10)
Perdebatan berlanjut ketika Aa dan Ii hendak bangkit
dari tempat duduknya, berniat menghindari perdebatan yang terjadi antara ibu
dan bapaknya, namun sang bapak melarangnya.
Bapak : “Persis. Karena kita
sadar bahwa Uu keliru, kita berkewajiban menyadarkannya. Tapi mamamu bersikap
lain.” (Arifin C Noer, 1968:10)
Ibu : “Tapi Uu menyukai
jurusan itu dan kenapa kita mesti keberatan?” (Arifin C Noer, 1968:11)
Bapak : “Kita keberatan karena
pilihannya itu tidsk sksn membuahkan keuntungan buat dirinya.” (Arifin C
Noer, 1968:11)
8.
Amanat
Naskah drama
“Aa - Ii - Uu” karya Arifin C. Noer mengandung amanat bahwa tidak baik
memaksanakan kehendak kepada anak. Jika anak ingin menjadi Ahli Sejarah, sudah
sepatutnya sebagai orang tua mendukung, menfasilitasi, serta memberi semangat
dan motivasi kepada anaknya tersebut.
3.3
Analisis Naskah Drama “Aa - Ii - Uu” karya Arifin C. Noer menggunakan Pendekatan Mimetik
Dikisahkan
bahwa dalam naskah drama “Aa - Ii - Uu” karya Arifin C. Noer,
tokoh Bapak menentang keras keinginan anaknya untuk mengambil Jurusan Sejarah
karena ditinjau dari segi materil. Dalam kehidupan nyata di masyarakat, memang
kondisi seperti itu sering terjadi, yaitu konflik antara anak dengan orangtua,
karena keinginan orangtua yang tidak sesuai dengan keinginan anak, ataupun
sebaliknya.
Naskah
drama “Aa Ii - Uu” karya Arifin C. Noer
juga menceritakan tentang perbedaan pola pikir antara suami istri. Bahwa tidak
selamanya sudut pandang atau cara berpikir seorang suami selalu sejalan dengan
istri. Dalam naskah ini diceritakan
bahwa terjadi perdebatan antara Bapak Rustam dengan Ibu Rustam. Bahwa Bapak
Rustam tetap melarang Uu masuk Jurusan Sejarah, sedangkan Ibu Rustam tetap
mendukung cita-cita dan keinginan Uu.
Naskah
drama “Aa - Ii - Uu” karya Arifin C. Noer
mengisahkan bahwa Aa yang merupakan anak pertama mengambil Jurusan Ekonomi, Ii
yang merupakan anak kedua mengambil Jurusan Farmasi, sedangkan Uu berkeinginan
untuk mengambil Jurusan Sejarah. Hal itu menunjukkan bahwa tidak selamanya
dalam satu keluarga bahkan adik dan kakak sekalipun minat dan bakatnya sama.
Dalam kenyataannya pun memang dalam satu keluarga bakat dan minat terkadang
berlawanan. Bahkan dari segi kecerdasan dapat berbeda, misalnya kakak pintar
dan adik bodoh, kakak rajin dan adik malas, dan sebagainya.
BAB
4
PENUTUP
4.1
Simpulan
Kesimpulan yang bisa diambil dari makalah ini, diantaranya adalah:
1.
Drama
mempunyai dua arti, yaitu drama dalam arti luas dan drama dalam arti sempit.
Dalam arti luas, pengertian drama adalah semua bentuk tontonan yang mengandung
cerita yang dipertunjukkan di depan orang banyak. Dalam arti sempit, pengertian
drama adalah kisah hidup manusia dalam masyarakat yang diproyeksikan ke atas
panggung.
2. Pendekatan
mimetik adalah adanya anggapan bahwa sebuah karya
sastra merupakan tiruan alam atau penggambaran dunia dan kehidupan manusia di
semesta raya ini.
3. kajian
naskah drama “Aa - Ii - Uu” karya Arifin
C. Noer
dengan menggunakan pendekatan mimetik, yaitu:
a.
adanya konflik
antara orang tua dan anak dalam kehidupan keluarga. Begitupun dalam kehidupan
nyata, hal itu pasti terjadi.
b.
perbedaan pola pikir antara
suami dan istri. Bahwa tidak selamanya sudut pandang atau cara berpikir seorang
suami selalu sejalan dengan istri. Hal itupun bisa kita temui di kehidupan
nyata.
c.
tidak selamanya dalam satu
keluarga bahkan adik dan kakak sekalipun minat dan bakatnya sama. Dalam
kenyataannya pun memang dalam satu keluarga bakat dan minat terkadang
berlawanan.
4.2
Saran
Saran
yang bisa dikemukakan penulis setelah menganalisis naskah drama “Aa - Ii - Uu”
karya Arifin C. Noer dan membuat makalah ini adalah hendaknya menghindarkan
konflik dalam kehidupan berkeluarga, entah itu antara orang tua dan anak, suami
dan istri, ataupun sesama saudara. Kemudian juga jangan pernah memaksakan
kehendak, karena setiap orang mempunyai jalan hidupnya masing-masing dan akan
berakibat tidak baik jika kehendak itu dipaksakan.
DAFTAR
PUSTAKA
0 Response to "Makalah Naskah Drama Aa - Ii - Uu Karya Arifin C. Noor Menggunakan Pendekatan Mimetik"
Posting Komentar