Sejarah Kandanghaur - Selamat pagi menjelang siang dimanapun teman-teman berada. Bagaimana kabarnya? semoga baik-baik saja. Hari ini saya akan memposting asal-usul nama kecamatan Kandanghaur yang berada di Kabupaten Indramayu. Langsung saja ya.
Sejarah Kandanghaur merupakan sejarah misteri. Sangat jarang yang
mengetahui keberadaan tempat yang mengandung nama besar itu. Calon sebutan
untuk kabupaten, pernah menjadi nama tempat para Wedana bergantian membantu
Bupati dan sampai sekarang menjadi nama salah satu kecamatan di Kabupaten
Indramayu.
Alkisah, hampir di ujung selatan Indramayu terdapat sebuah perkampungan
yang sangat unik. Di sekelilingnya ditanami bambu (Sunda: haur) ori yang sangat
lebat yang menutup rapat lokasi itu, meng-kandang-nya dari dunia luar dengan
duri tajamnya. Hanya melalui satu pintu gerbang yang dijaga ketat para penghuni
yang terdiri dari para jawara, orang boleh berlalu lalang. Tamu tak diundang
sangat dipantang, seorang ksatria pun akan ditelan bumi bila kedatangannya
tidak dikehendaki.
Kehebatan mereka yang diiringi sifat isolasi bukan hanya membuat iri
penduduk sekitarnya tetapi juga berungkali merepotkan para prajurit kulit putih
yang selalu bertindak “Atas Nama Ratu” untuk menguasai negeri ini. Berbagai
tindakan, mulai dari jalan damai sampai penyerangan selalu membuahkan
kekecewaan. Kandanghaur tidak pernah dapat ditembus sama sekali apalagi
tertaklukan. Mereka harus mengakui bahwa kekuatan onak dan duri bambu jauh
lebih hebat daripada benteng-benteng beton yang pernah mereka buat.
Sadar bahwa upaya yang dilakukan selalu menemui kegagalan, Belanda
memutar otak. Tidak lagi melalui perang senjata ataupun kata-kata, tetapi
berubah gaya seakan menjadi Santa Claus. Mereka membagi-bagikan kepingan uang
emas kepada anak-anak Kandanghaur yang sedang main di luar pagar. Kilau gulden
yang semula ditampik para jawara menjadi benda menarik bagi anak-anaknya.
Hal ini terus berlangsung sampai mereka tumbuh dewasa, ketika para
orangtua sebagian telah menyerahkan tongkat kekuatan kepada penerusnya. Saat
itu mereka sadar bahwa emas bukan
sekedar mainan belaka tetapi menjadi sarana untuk mencapai segala yang
diinginkan. Tanpa sadar, ketergantungan terhadap uang mulai merasuk dalam jiwa.
Mengetahui hasil kerja kerasnya selama puluhan tahun mulai menampakkan
hasil, prajurit Belanda merancang strategi lanjutan. Gulden bukan lagi
dibagi-bagikan dari tangan ke tangan tetapi di-sawer-kan, dilempar jauh
menembus onak dan duri pagar bambu. Koin-koin emas berselipan diantara batang
bambu yang sangat sulit ditembus manusia.
Wong Londo memang cerdas. Keinginan memiliki gulden membuat penghuni
kampung ber-kandang haur ini nekad. Dengan menggunakan golok, parang, dan
wadung satu per satu bambu ori dibereskan. Dilumatkan dengan tanah sampai
akhirnya mereka mendapatkan uang emas yang diharapkan. Perkampungan itu lambat
laun tidak lagi dikurung bambu, menjadi terbuka dengan dunia luar seperti
halnya para penghuni kampung tetangganya.
Pucuk dicinta, ulam tiba. Disaat itulah Belanda melampiaskan dendam
kesumatnya. Jawara Kandanghaur tidak lagi punya perlindungan kuat, benteng
pertahanan telah jebol. Berbagai sisi yang telah terbuka dimanfaatkan penjajah
dengan sebaik-baiknya. Kejayaan dan kesatriaan Ki Geden Kandanghaur amblas
terkubur nafsu angkara anak-cucunya sendiri. Sejak itulah mereka berpencar,
sebagian tetap di tempat dan sebagian yang lain hidup dalam kesuksesan merantau
di pinggiran laut bergabung dengan para keturunan Nyi Ageng Parean.
Dari berbagai sumber.
0 Response to "Sejarah Kandanghaur"
Posting Komentar