Kembang di
Tanah Cikarang
Karya: Muhammad Jamal Baligh
Karya: Muhammad Jamal Baligh
Di salah
satu perusahaan yang
ada di Cikarang
Selatan, tepatnya di
PT. Hikari, ada
seorang buruh pabrik
bernama Andi. Dia
adalah pekerja baru
di pabrik pembuat
sekrup dan baut
untuk sepeda motor
Yamaha tersebut. Dia
diterima bekerja setelah
melewati serangkaian test. Di
pabrik itu, Andi
ditempatkan di bagian
operator. Di pabrik
yang mempunyai 500 karyawan itu,
Andi berkenalan dengan
salah satu karyawan
wanita yang bernama
Listi.
“Hai, siapa
namanya?” Listi membuka
percakapan.
“Andi, nama Mbak
siapa?” Andi balik
bertanya.
“Listi, nggak
usah panggil Mbak, Listi
aja,” kata Listi.
“Iya Mbak
eh Listi,” kata
Andi dengan tersenyum.
“Asalnya dari
mana kamu?” tanya
Listi lagi.
“Indramayu, kalau
kamu?” Andi bertanya
lagi.
“Oh, Kota Mangga itu
ya? Aku asli Cikarang Utara,”
kata Listi.
“Iya, hehehe.
Oh anak sininya….”
kata Andi tersenyum
ramah.
Obrolan mereka
tiba-tiba terhenti ketika supervisornya datang
menghampiri mereka. Listi
ditunjuk oleh atasannya
tersebut untuk mengajari Andi menggunakan
berbagai mesin yang
ada di divisinya.
Dengan tekun
dan sabar, Selama
seharian itu Listi
bekerja sama dengan
Andi membuat berbagai
macam sekrup, salah satu produk unggulan pabriknya.
Setelah melewati
hari dengan baik,
tibalah jam pulang.
Andi dan Listi
saling bertukar nomer handphone. Kemudian
Listi pamit pulang
ke rumahnya sementara
Andi pulang ke
kontrakannya.
***
Andi menempati
pintu kontrakan nomer
3. Kontrakan tiga
petak ruangan yang
banyak tersebar di
seluruh penjuru Bekasi
itu, memang diperuntukkan
bagi para perantau
dari luar kota
yang sedang mencari peruntungan mengadu nasib bekerja
di Bekasi.
Di
tempat tidur di
ruangan tengah, Handphone Nokia
Andi berbunyi. Ada
SMS dari Listi,
menanyakan bagaimana kesannya
di hari pertama
bekerja. Andi membalas
kalau dia lumayan
paham dan betah
kerja di situ. Listi
pun senang mendengarnya.
Obrolan berlanjut, dua
manusia yang mulai
saling mengenal satu
sama lain ini
mulai hanyut dalam obrolan
hingga larut malam.
***
Besoknya, di
hari kedua Andi
bekerja, dia sudah disambut senyum
manis Listi ketika
mereka tak sengaja bertemu
di pintu gerbang
pabrik. Listi, gadis
berwajah oriental dan berkulit
putih itu, mempunyai rambut
hitam yang panjang
dan lurus dengan
poni di atasnya. Ah,
sungguh sangat beruntung
bila bisa memilikinya,
gumam Andi dalam
hati. Tapi dia
cepat-cepat mengubur angannya
itu. Baginya, itu
hanyalah angan kosong
saja. Tak mungkin
dia yang cuma
modal tampang pas-pasan
begitu bisa merebut
hatinya Listi. Apalagi
dia tahu kalau
di pabriknya banyak
laki-laki lain yang
juga menaruh hati
pada Listi. Misi
yang sulit bisa
mendapatkan kembang desa
seperti dia, gumam
Andi.
***
Jam
istirahat berbunyi, Andi
duduk di meja
makan bersama teman-teman
barunya, tak terkecuali
dengan Listi. Tiba-tiba
Listi menghampiri Andi, duduk
di
sampingnya. Andi merasa
canggung makan siangnya
ditemani Listi. Apalagi bila
melihat teman-teman yang
lainnya terus melihat
ke arahnya.
“Sudah biarkan
saja, mereka emang
kayak gitu,” Listi
berbisik ke Andi.
Andi hanya
mengangguk. Menunduk.
“Hai Listi,
boleh aku duduk
di samping kamu?”
tiba-tiba Jono datang
menghampiri.
“Silakan,” jawab
Listi datar.
“Jutek amat
jawabnya,” kata Jono.
“Kamunya aja
yang gampang pakai
perasaan,” jawab Listi.
“Oh ada
yang baru toh
rupanya, pantes….” kata
Jono melirik ke
arah Andi.
“Ngomong apa
sih kamu tuh?”
hardik Listi.
“Gitu aja
sewot,” kata Jono mencoba tersenyum.
“An, kita
keluar yuk. Sudah
nggak berselera makan
di sini,” kata
Listi ke Andi.
Mereka berdua
lalu pergi keluar
mencari makan, meninggalkan
Jono yang bengong
sendirian. Sementara itu
anak-anak lain yang melihat kejadian
itu hanya bisa
tersenyum menertawakan.
“Sial kalian
berdua, sudah membuat
aku malu di
depan anak-anak,” Jono bergumam pelan.
Sementara itu,
di pinggiran gerobak
somay, Andi dan
Listi sedang asik menikmati makan
somay bersama.
“Kamu kenapa
sama Jono? kelihatannya
benci banget sama
dia,” tanya Andi.
“Bukannya benci,
tapi jaga jarak
saja sama dia. Dari dulu
dia ngejar-ngejar aku
terus, sudah sering
dia nembak aku,
tapi selalu aku tolak. Aku
nggak nyaman sama
dia, dia orangnya
sombong. Dia juga sama anak
rantau kayak kamu,
orang Jawa,” jawab
Listi.
“Oh gitu, memang kamu
nyamannya kalau sama
siapa?” selidik Andi.
“Mmm, ya
sama teman-teman yang
bisa bikin nyaman,
termasuk kamu….” jawab
Listi menunduk. Tidak
berani menatap mata
Andi.
“Makasih ya
kalau aku sudah
bisa membuat kamu
merasa nyaman,” kata
Andi tersenyum, dibalas
dengan senyuman Listi.
Hari
itu cuaca sedang
cerah, secerah hati
dua insan yang
sedang berjalan bersama
menuju ke tempat
kerja mereka….
***
Waktu terus
berlalu. Dua minggu
setelah pertama kali
mereka bertemu, Listi
baru benar-benar sadar
akan satu hal, setelah ada suatu kejadian
yang menimpanya.
Ketika itu
jam kerja sudah
habis. saat Listi hendak pulang
dan sudah berjalan
sampai di gerbang
pabriknya, dia tersadar
kalau dompetnya ketinggalan
di loker tempat
kerjanya. Dia mau
balik lagi mengambil
dompetnya tapi tidak
berani kalau harus
sendirian. Kebetulan Listi
melihat Andi sedang
mengobrol dengan beberapa
temannya di Pos Satpam. Listi
pun memanggil Andi. Setelah tahu masalahnya, dengan
setianya Andi mengantarkan
Listi mengambil dompet
yang tertinggal itu.
Dari kejadian
itu, dari hal
kecil itu, Listi
menyadari bahwa ada
seseorang yang begitu baik
dan sabar kepadanya.
Dari kebaikannya Andi
itu, Listi makin
menaruh hati kepada
Andi, tapi dia
malu kalau harus
mengungkapkan duluan. Sementara
sang pujaan hatinya,
Andi, kurang peka
meskipun Listi sering
memberikan kode buat
dia. Ah, entahlah,
Listi hanya berharap
Andi bisa menyadari kalau
dia menaruh rasa kepada Andi
dan Andi juga
sama menaruh rasa
kepada Listi….
***
Detik berganti
menit, menit berganti
jam, jam berganti
hari, hari berganti
minggu, minggu berganti
bulan, hubungan Andi
dan Listi semakin
erat.
Tibalah di
hari yang telah ditentukan, Andi
mengajak Listi ketemuan
di SGC Cikarang.
Dengan penampilan terbaiknya,
Andi ingin hari
itu menjadi hari
yang berkesan baginya.
Langit Cikarang
malam itu begitu
indah, dengan banyak
bintang bertaburan sejauh
mata memandang. Di
salah satu titik langit terlihat
bulan purnama memancarkan
sinarnya dengan elok,
membuat suasana malam
itu begitu romantis
bagi siapa saja
yang melihatnya, tak
terkecuali dengan Andi
dan Listi, dua
hati yang sedang
dilanda asmara.
Setelah puas
berkeliling mencari dan
mendapatkan barang yang
diinginkan, Andi mengajak
Listi makan. Di salah satu counter makanan
cepat saji, Andi
dan Listi memesan
makanan dan duduk
di bangku yang
menghadap keluar gedung.
Dari balik kaca
jendela, terlihat lampu
jalanan kota dan
lampu kendaraan yang
lalu lalang menghiasi
malam. Menambah gemerlapnya
suasana Cikarang malam
itu.
“Lis, di
malam yang cukup
indah ini, aku
ingin ngomong sesuatu
sama kamu,” kata
Andi membuka pembicaraan
seraya memegang tangan
Listi.
“Apa itu,
An?” tanya Listi.
“Kamu itu
gadis yang baik,
biarpun kadang jutek,
hehehe,” kata Andi.
“Ih nyebelin.
Biarin....” kata Listi
langsung mencubit tangan
Andi.
“Sakit Lis
cubitan kamu tuh,”
kata Andi sambil
cengengesan kesakitan.
“Syukurin, kamunya
sih bilang jutek.
Terus mau ngomong
apa, An?” kata
Listi sambil tersenyum.
“Mmm, Aku
sayang kamu Lis,
Aku ingin jadi
orang yang berarti
di hidup kamu.
Mau nggak kamu
jadi pacar aku....?”
kata Andi sedikit
gugup. Wajahnya kini
mulai berkeringat.
“Maaf aku
nggak bisa....” kata
Listi. Tatapannya datar memandang ke
arah Andi.
Andi terkejut,
semangatnya runtuh. Ternyata
berbeda dari perkiraannya
selama ini bahwa
Listi juga pasti
suka padanya.
“Maaf aku
nggak bisa menolaknya....” Listi
melanjutkan kata-katanya dengan
tersenyum, membuat Andi
kembali harus terkejut.
Kali ini bukan
terkejut karena kecewa,
seperti jawaban Listi
di awal tadi.
Tapi terkejut karena
senang, jawabannya sesuai
dengan apa yang
diharapkan Andi.
“Jhahhhhh... bikin
deg-degan saja. Jadi
kita jadian nih? Andi bertanya
memastikan.
“Iya Mas,” jawab
Listi dengan senyum
yang menawan dari
bibir tipisnya.
“Terima kasih ya
Lis,”
Andi mencium dengan
lembut jemari Listi.
“Sama-sama Mas,”
kata Listi dengan
raut wajah memerah
dan bahagia.
Malam itu
menjadi malam yang
indah buat dua
hati yang sedang
kasmaran tersebut....
***
Waktu terus
berlalu, hari terus
berganti, dua insan
yang sedang berbagi
kisah cinta itu
sudah banyak merasakan
pahit manisnya mempertahankan hubungan
percintaan mereka. Banyak
godaan dan tantangan
di dalam hubungan
mereka, dari Jono
yang masih sering
mengganggu, hingga hal-hal
yang lainnya. Tapi
semua itu tak
menyurutkan langkah mereka
untuk terus melanggengkan
hubungannya.
Memasuki usia
setahun, hubungan Andi
dan Listi pun
semakin harmonis, kedua
orang tua mereka
pun masing-masing sudah
saling mengetahui. Ini
sungguh menjadi sesuatu
yang membahagiakan buat
mereka, jika bisa
melanjutkan hubungan cinta
mereka ke jenjang
yang lebih serius.
”Mas, maafkan
Ade ya kalau
selama ini sudah
sering merepotkan mas,”
kata Listi pada
suatu hari ketika
mereka sedang berada
di Taman Jababeka
mengisi waktu siang
mereka.
“Tumben Ade
ngomong kayak gini,
ada apa De?”
tanya Andi heran,
tak biasanya Listi
meminta maaf seperti
itu.
“Nggak apa-apa
Mas, lagi pengen
minta maaf saja.
Selama ini kan
Ade sering merepotkan
Mas,” kata Listi,
senyumnya mengembang.
“Iya Mas
maafkan kok....” kata
Andi menatap penuh
perhatian kepada Listi. Membelai rambutnya.
Satu kecupan lembut mendarat di kening Listi.
Langit di
atas Taman Jababeka
siang itu sangat
cerah, tak ada
awan yang menutupi
pandangan sejauh mereka
memandang ke atas.
Namun saat itu
Andi merasa seperti
ada awan hitam
yang kini menggelayuti
kisah mereka. Meskipun
begitu, Andi berpikir
bahwa ini hanya perasaannya saja.
Andi mencoba berpikir
positif tentang obrolan
terakhir mereka tersebut.
***
Di kamar
kontrakan berukuran 4x5
meter tersebut, Andi
sedang merenung. Bukan
merenung karena ada
masalah dengan Listi,
bukan juga karena
harus mengumpulkan modal
buat masa depan
mereka. Andi merenung
karena merasa aneh
dengan sikap Listi
belakangan ini yang
jika bertemu dengannya
selalu mengucapkan kata
maaf, seperti ingin
mengakhiri hubungan mereka.
Apakah Listi
sudah jenuh dengannya?
Apakah Listi sudah
punya yang lain
di hatinya? Apakah
Listi ingin mengakhiri
hubungan ini? Seperti
itulah yang ada
di pikiran Andi
saat ini.
Akhir-akhir ini di setiap
kesempatan bertemu, Listi
selalu meminta maaf
kepadanya.
“Mas, maafkan
Ade kalau belum
bisa bahagiakan Mas,”
“Mas, terima
kasih sudah menjadi
bagian dari hidup
Ade,”
“Mas, terima
kasih sudah memberikan
cinta, kasih sayang,
dan waktunya buat
Ade,”
“Mas, Ade sayang Mas,
maafkan Ade kalau
punya salah,”
Andi
larut dalam bayang-bayang
penasaran yang menderanya.
Malam ini pikirannya
makin tidak tenang
ketika datang SMS
dari Listi.
Mas, besok
Ade pengen banget
ketemu Mas.
Ade
kangen Mas.
Ade
pengen ke danau
di tempat biasa.
Malam itu
begitu hening, sepi.
Andi mencoba memejamkan
mata karena jarum
jam sudah menunjukkan
pukul 12 malam,
meskipun itu sulit
dilakukannya karena pikirannya
masih tentang Listi….
***
Di
pinggiran danau di
salah satu perumahan
Cikarang, Andi dan
Listi duduk bersama
menghadap ke danau.
Suasana sabtu sore itu
begitu tenang. Sejauh
mata memandang, langit
biru terhampar memanjang
dari utara ke
selatan, dari barat
ke timur. Cuaca
juga cukup sejuk
karena banyaknya pepohonan
yang tumbuh di
sekitar danau tersebut.
Listi yang
sedari tadi hanya
bisa diam, menyandarkan
kepalanya di bahu Andi, ingin
menikmati kebersamaannya dengan
Andi.
Andi
sendiri juga lebih
banyak diam. Dengan
penuh kasih sayang,
Andi membelai lembut
rambut Listi.
Bagi
Andi, Listi adalah
segalanya. Andi akan
memenuhi setiap keinginan
Listi jika itu
bisa dipenuhinya. Listi
adalah belahan jiwanya,
orang yang selalu
ada di hatinya
hingga saat ini.
“Mas, maafkan
Ade ya kalau
masih belum bisa
buat Mas bahagia,”
kata Listi.
Entah sudah
berapa banyak kata-kata
seperti ini yang
sering didengar Andi
dari mulut Listi.
“Iya De,
Mas selalu maafkan
Ade kok. Mas
juga minta maaf
kalau selama ini masih belum
bisa buat Ade
bahagia bersama Mas,”
kata Andi dengan
tersenyum.
“Buat Ade,
Mas sudah bikin
hidup Ade bahagia,
makasih banyak ya
Mas,” kata Listi.
“Iya De,
sama-sama,” kata Andi.
“Mas, Ade
pengen peluk Mas,”
kata Listi.
Seketika, Listi
langsung memeluk Andi
dengan eratnya. Erat
sekali seperti pelukan
seorang anak kecil
kepada ibunya. Andi
sendiri tak merasakan
kehangatan seperti biasanya,
justru hanya merasakan
dingin dari tubuh
Listi.
“Ade
sakit?
Tubuhnya dingin gini,”
tanya Andi heran.
“Nggak Mas,
aku baik-baik saja.
Lagian di sini juga
cuacanya memang sejuk
kan Mas?” kata
Listi sambil terus
memeluk Andi.
Tak
lama kemudian Listi
melepaskan pelukannya, setelah
itu giliran Andi
yang mencium kening
Listi dengan lembutnya.
Sungguh hal yang romantis di
tempat yang romantis
pula.
“Mas, makasih
ya sudah mengijinkan
Ade memeluk mas.
Ade bisa merasa
tenang sekarang….” kata
Listi dengan tersenyum.
“Iya De,
pulang yuk. Cuacanya
sudah dingin. Ade
harus beristirahat, kan
besok Minggu Ade
masuk lembur,” kata
Andi. Listi hanya
mengangguk.
***
Minggu, 24
Oktober 2010. Pukul 17.30 WIB.
Andi, Listi kecelakaan
sepulang lembur tadi.
Dia
sekarang ada di
RS. Centra Medika
Cikarang.
Bagai disambar
petir Andi menerima
SMS dari Heru. Jantungnya berdegup
kencang. Dia tak
percaya akan kabar
ini. Mungkin temannya
ini sedang bercanda.
Tapi dia kemudian
percaya setelah teman-teman
yang lainnya juga
memberitahukannya bahwa Listi
saat ini sedang
kritis di ruang
UGD.
Bergegas Andi
menuju ke RS.
Centra Medika Cikarang.
Andi berharap semoga
keadaan Listi baik-baik
saja.
Sampai
di
rumah sakit, Andi
disambut dengan teman-temannya yang
sudah lebih dulu datang.
Andi diminta tabah
menghadapi ini.
“Listi mana?
Aku ingin lihat
dia….” kata Andi
di depan pintu
ruang UGD ini.
“Tenang Andi,
tenang. Kita berdo’a
semoga Listi baik-baik
saja,” temannya menghibur.
“Kenapa Listi
kayak gini? Kamu kan
yang lembur bareng
dia?” tanya Andi.
“Tadi pas
pulang lembur sekitar
jam 5 sore dia mengalami kecelakaan di
Jababeka. Motornya tertabrak
truck dari
belakang dan dia
terjatuh membentur aspal.
Aku sendiri tak
terlalu tahu, darah
sudah bercucuran dari
kepalanya, helmnya terlepas….”
temannya menjelaskan.
“Ya Allah
Ya Rabbi, lindungi
dan selamatkan Listi
dari kritisnya….” Andi
berdo’a. lalu meringkuk
ke bawah.
Dua
jam berlalu, di depan
ruang UGD ini
sudah penuh sesak
oleh keluarga dan
teman-teman kerjanya Listi,
tak terkecuali dengan
Jono yang datang
ingin tahu keadaannya.
Tak
lama kemudian, dokter
keluar dengan wajah
yang penuh dengan
peluh keringat. Semua
mata keluarga dan
teman-teman Listi tertuju
ke arahnya.
“Dokter, bagaimana
keadaan anak kami?”
kata Bapaknya Listi.
“Mmm, maaf
Pak, kami sudah
berusaha semampu kami. Anak Bapak
tidak bisa diselamatkan,
terlalu banyak darah yang
keluar dari kepalanya. Yang tabah ya Pak,” jawab
Dokter.
“Inna lillahi
wa inna illaihi
raji’un….” ucap semua
orang yang ada
di ruangan itu.
Satu
per satu isak
tangis mulai terdengar
dari teman-teman Listi,
tak terkecuali dengan
keluarganya. Bahkan ibunya
langsung pingsan mendengar
anak perempuannya tersebut
meninggal di usia
yang masih sangat
muda, 21 tahun.
Andi
sendiri tak bisa
menahan kesedihannya mengetahui
Listi kini sudah
tiada, kembali ke Sang
Pencipta-Nya. Air matanya
jatuh, kesedihan merasuk
dalam jiwanya, sebagian
semangatnya telah hilang
bersama hilangnya nyawa kekasih yang
disayanginya itu. Andi terduduk
lemas di pojokan
ruang UGD itu.
Teman-temannya mencoba menghiburnya
untuk tetap tabah.
Setelah semua
teman-temannya bergiliran melihat
wajah Listi untuk
yang terakhir kali,
tibalah Andi memberanikan
diri melihat wajahnya.
Wajah Listi begitu
tenang, teduh sekali
dengan sebuah senyuman dari
bibirnya….
Andi
makin tak kuasa
melihat senyum manis
dari wajah sang
kekasih yang kini
benar-benar telah pergi
meninggalkannya. Air matanya
jatuh kembali. Kesedihan
ini teramat dalam
baginya. Inikah arti
dari kata maaf
yang beberapa hari
ini selalu diucapkan
Listi kepadanya? Tuhan
sungguh tak adil
padanya, kenapa begitu
tega mengambil belahan
jiwanya, orang yang
selama ini dia
sayangi. Tapi Andi
cepat menyadari kalau
semua ini milik
Allah dan semua akan kembali
kepada-Nya….
***
Di tanah
pekuburan itu dipenuhi
pelayat dari berbagai
jenis kelamin dan
usia, sibuk dengan
pikirannya masing-masing. Mereka
masih tak percaya,
gadis baik dan
murah senyum itu
pergi begitu saja
meninggalkan mereka, tanpa
sepatah kata pun. Yang
mereka tahu hanya
lewat akun facebooknya. Gadis chubby
itu menulis status
sehari sebelum dia meninggal
atau di hari Sabtu.
Aku ingin
hidup tenang.
Mungkin dengan
pergi ke tempat
yang bisa membuatku
tenang dan damai.
Langit Cikarang
masih mendung. Pohon
kamboja tumbuh di
sepanjang mata memandang.
Pohon Asam berdiri
dengan kokohnya di
tengah-tengah tanah pekuburan
itu. Kembang kertas
dan kembang yang
lainnya juga terhampar
di depan mata,
tepatnya di atas
makam Listi.
Setelah pemakaman
selesai, satu per
satu pelayat meninggalkan
tempat itu. Di
gundukan tanah merah
yang masih basah
itu, Andi dan
keluarga Listi berdo’a
bersama. Mengirimkan do’a
buat almarhumah Listi.
“Kamu harus
ikhlaskan Listi pergi
ya Nak, biar
dia bisa tenang
di alam sana,”
kata Bapak Listi
kepada Andi.
“Sebenarnya berat
buatku Pak, tapi
aku akan mencobanya….”
kata Andi masih menahan haru.
“Kami sudah
menganggap kamu keluarga
sendiri, datanglah ke rumah kapanpun
kamu mau,” kata
Bapak Listi.
“Insya Allah
Pak, aku akan menyempatkan waktu berkunjung ke
rumah Bapak dan
Ibu,” kata Andi.
Andi
mencoba tetap tegar
dan tabah. Hidup
harus terus berlanjut,
meski tak seperti
dulu lagi. Tanpa kekasih yang sangat dicintainya.
Baginya, rejeki,
jodoh, dan kematian
adalah di tangan
Allah. Manusia hanya
bisa berusaha dan
berdo’a, Tuhanlah yang menentukan….
0 Response to "Cerpen Kembang di Tanah Cikarang"
Posting Komentar