MAKALAH
PENDEKATAN
EKSPRESIF
diajukan
untuk memenuhi tugas mata kuliah “Apresiasi
Puisi Indonesia”
pada
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
yang diampu oleh : Imas
Juidah, S. Pd.
disusun
oleh :
Muhammad
Jammal Baligh
Semester
2A
PRODRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS WIRALODRA
INDRAMAYU
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karya sastra merupakan hasil dari daya
cipta, karsa manusia yang dimana mengandung nilai seni yang tinggi. Dalam
penciptaan karya sastra, seorang seniman/ penyair tidak menciptakannya hanya
asal-asalan. Melainkan membutuhkan usaha yang keras baru bisa menghasilkan
sebuah karya yang bermutu. Selain itu, banyak aspek yang dipertimbangkan dalam
pembuatan karya sastra. Misalnya aspek keindahan, nilai guna/manfaat. Akibatnya
banyak waktu yang diperlukan penyair/pengarang dalam membuat suatu karya.
Karena karya sastra sarat dengan nilai
seni, maka dalam menganalisisnya harus menggunakan metode/cara yang tepat. Agar
apa yang ingin disampaikan dapat kepada pembaca atau penikmat karya itu. Salah
satunya menggunakan pendekatan ekspresif. Pendekatan ekspresif ini
menggunakan/mempunyai tiga tahapan. Dalam pembuatan karya sastra juga
mengandung aspek ekspresif. Penekanan aspek ekspresif karya sastra telah lama
dimulai. Pada masa Yunani dan Romawi penonjolan aspek ekspresif karya sastra
telah dimulai seorang ahli sastra Yunani Kuno, Dionysius Casius Longius, dalam
bukunya On the Sublime (Mana Sikana, dalam Atmazaki, 1990: 32-33). Bila
kemudian Plato mengungkapkan bahwa karya sastra adalah meniru dan meneladani
ciptaan Tuhan, cukupkah sampai di situ peran seorang pengarang? Ternyata
Aristoteles menolak pendapat yang menyatakan bahwa posisi pengarang hanya
berada di bawah Tuhan. Menurutnya, ciptaan Tuhan hanyalah sebagai tempat
bertolak. Pengarang dalam penciptaan karyanya, dengan daya khayal dan
kreativitas yang dipunyainya, justru mampu menciptakan kenyataan yang lebih
kurang terlepas dari kenyataan alami. Dalam hal ini secara “lancang” menurut
Aristoteles (Atmazaki, 1990: 33) pengarang dengan sombongnya sebagai pencipta
telah menyamai Tuhan.
Aspek ekspresif sebagai salah satu
pendekatan dalam sastra barangkali lebih cocok dipakai dalam melihat
kebimbangan pengarang dalam berkarya. Para kritikus ekspresif meyakini bahwa
sastrawan (pengarang) karya sastra merupakan unsur pokok yang melahirkan
pikiran-pikiran, presepsi-prespsi dan perasaan yang dikombinasikan dalam karya
sastra. Kritikus cenderung menimba karya sastra berdasarkan kemulusan,
kesejatian, kecocokan penglihatan mata batin pengarang/keadaan pikirannya.
Atmazaki (1990: 34-35) mengatakan bahwa
pementingan aspek ekspresif ini disebabkan oleh alasan-alasan berikut:
1. Pengarang
adalah orang pandai. Ia adalah filsuf yang ajarannya dianggap sebagai filsafat
yang menguasai cara berpikir manusia.
2. Kata
author berarti pengarang, yang bila ditambah akhiran –ity
berarti berwenang atau berkuasa. Dalam hal ini yang dimaksudkan
sudah tentu penguasaan bahasa, namun menciptakan kenyataan lewat bahasa yang
tidak sama dengan kenyataan alami. Akan tetapi, walaupun tidak sama kenyataan
itu adalah hakiki, kenyataan yang tinggi nilainya, sehingga orang dapat
bercermin dengan kenyataan tersebut.
3. Pengarang
adalah orang yang mempunyai kepekaan terhadap persoalan, punya wawasan
kemanusiaan yang tinggi dan dalam. Pengarang punya pemikiran dan perasaan yang
selalu lebih maju, walau dalam masyarakat hal ini seringkali dianggap
membingungkan lantaran rumitnya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah
hakikat pendekatan ekspresif?
2. Bagamanakah
langkah penerapan pendekatan ekspresif?
3. Dimanakah
penerapan pendekatan ekspresif dapat diterapkan?
1.3 Tujuan
1. Ingin
mengetahui hakikat pendekatan ekspresif.
2. Ingin
mengetahui langkah penerapan pendekatan ekspresif.
3.
Ingin mengetahui penerapan pendekatan ekspresif dapat diterapkan.
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1
Hakikat Pendekatan Ekspresif
Kritik ekspresif mendefinisikan karya sastra
sebagai ekspresi atau curahan, atau ucapan perasaan, atau sebagai produk
imajinasi penyair yang beroperasi/bekerja dengan pikiran-pikiran, perasaan;
kritik itu cenderung menimbang karya sastra dengan kemulusan, kesejatian, atau
kecocokan vision pribadi penyair atau keadaan pikiran; dan sering kritik ini
mencari dalam karya sastra fakta-fakta tentang watak khusus dan
pengalaman-pengalaman penulis, yang secara sadar ataupun tidak, telah
membukakan dirinya dalam karyanya tersebut (Pradopo, 1997:193). Dan pendapat
lain menyatakan, pendekatan ekspresif merupakan pendekatan
yang mengkaji ekspresi perasaan atau temperamen penulis (Abrams, 1981:189). Menurut Semi
(1984), pendekatan ekspresif adalah pendekatan yang menitikberatkan perhatian
kepada upaya pengarang atau penyair mengekspresikan ide-idenya ke dalam karya
sastra.
Pendekatan kritik ekspresif ini menekankan
kepada penyair dalam mengungkapkan atau mencurahkan segala pikiran, perasaan,
dan pengalaman pengarang ketika melakukan proses penciptaan karya sastra.
Pengarang menciptakannya berdasarkan subjektifitasnya saja, bahkan ada yang
beranggapan arbitrer. Padahal, ekspresif yang dimaksud berkenaan dengan daya
kontemplasi pengarang dalam proses kreatifnya, sehingga menghasilkan sebuah
karya yang baik dan sarat makna.
Para kritikus ekspresif meyakini bahwa sastrawan
(pengarang) karya sastra merupakan unsur pokok yang melahirkan pikiran-pikiran,
persepsi-persepsi dan perasaan yang dikombinasikan dalam karya sastra. Kritikus
cenderung menimba karya sastra berdasarkan kemulusan, kesejatian, kecocokan
penglihatan mata batin pengarang/keadaan pikiranya.
2.2 Langkah
Penerapan Pendekatan Ekspresif
Karena pendekatan ini merupakan pendekatan yang mengaitkan sebuah
karya sastra dengan pengarangnya. Maka, ada beberapa langkah dalam menerapkan
pendekatan ekspresif.
Langkah pertama, seorang kritikus harus
mengenal biografi pengarang karya sastra yang akan dikaji.
Langkah kedua, melakukan penafsiran pemahan terhadap unsur-unsur yang terdapat
dalam karya sastra, seperti tema, gaya bahasa/ diksi, citraan, dan sebagainya.
Menurut Todorov dalam
menafsirkan unsur-unsur karya sastra bisa dengan cara berspekulasi,
sambil juga meraba-raba, tetapi sepenuhnya memiliki kesadaran diri, dari pada
merasa memiliki pemahaman tetapi masih buta. Artinya, seorang kritikus boleh bebas melakukan penfasiran
pemahaman terhadap unsur-unsur yang membangun sebuah karya sastra.
Langkah ketiga, mengaitkan hasil penafsiran dengan berdasarkan
tinjauan psikologis kejiwaan pengarang. Asumsi dasar penelitian psikologi sastra
antara lain dipengaruhi oleh anggapan bahwa karya sastra merupakan produk dari
suatu kejiwaan dan pemikiran pengarang yang berada pada situasi setengah sadar
(subconcius) setelah jelas baru dituangkan kedalam bentuk secara sadar
(conscius). Dan kekuatan karya sastra dapat dilihat dari seberapa jauh
pengarang mampu mengungkapkan ekspresi kejiwaan yang tak sadar itu ke dalam
sebuah cipta sastra.
BAB III
PEMBAHASAN
Contoh
Penerapan Pendekatan Ekspresif
Kaitannya dengan makalah ini, penulis akan mencoba membahas beberapa
puisi dari Subagio Sastrowardoyo berdasarkan pendekatan ekspresif.
3.1 Puisi Doa di Medan laga
Doa
di Medan Laga
Karya: Subagio Sastrowardoyo
Berikan kekuatan sekeras baja
Untuk menghadapi dunia ini, untuk
melayani zaman ini
Berilah kesabaran seluas angkasa
Untuk mengatasi siksaan ini, untuk
melupakan derita ini
Berilah kemauan sekuat garuda
Untuk melawan kekejaman ini, untuk
menolak penindasan ini
Berilah perasaan selembut sutera
Untuk menjaga peradaban ini, untuk
mempertahankan kemanusiaan ini.
(Daerah Perbatasan, 1970)
1.
Biografi Penyair
Subagio Sastrowardoyo (lahir di Madiun, Jawa Timur, 1 Februari 1924
–meninggal di Jakarta, 18 Juli 1995 pada umur 71
tahun) adalah seorang
dosen, penyair, penulis cerita pendek dan esai, serta kritikus
sastra asal
Indonesia. Selama bertahun-tahun, ia adalah direktur perusahaan
penerbitan Balai
Pustaka. Puisi-puisi Subagio umumnya dipandang mempunyai bobot
filosofis yang tinggi dan mendalam, dan tidak dapat ditafsirkan secara harfiah.
Perumpamaan dan lambang digunakannya secara dewasa dan matang.
Subagio berpendidikan HIS di Bandung dan Jakarta, HBS, SMP, dan
SMA di Yogyakarta, Fakultas
Sastra UGM selesai tahun1958, Universitas Yale tahun
1961-1966. Pernah menjabat Ketua Jurusan Bahasa Indonesia Kursus B-I di
Yogyakarta (1954-1958), dosen Kesustraan Indonesia di Fakultas Sastra dan
Kebudayaan UGM (1658-1961), dosen UNPAD, dosen SESKOAD keduanya di Bandung, dosen bahasa dan
Kesusastraan Indonesia di
Universitas Flinders,
Adelaide, dan terakhir bekerja di Penerbit Balai Pustaka. Pada musim
panas 1984, ia juga pernah menjadi seorang instruktur tamu di Universitas Ohio, dan
mengajarkan bahasa
Indonesia.
2.
Penafsiran Pemahaman Puisi
A.
Pemilihan kata khas
Diksi
Diksi yang
digunakan Subagio Sastrowardoyo dalam puisi Doa
di Medan Laga sudah mewakili perasaan dan pengalaman pengarang. Selain itu,
juga mewakili perasaan semua rakyat yang sedang mempertahankan kehidupan di
jagat raya ini.
·
Berilah kekuatan sekeras baja
Larik tersebut memiliki makna konotasi yang dapat diartikan
sesuai situasi dan kondisi, yakni ingin mempunyai kekuatan yang keras sehingga
mampu menghadapi segalanya dengan kesabaran dan ketabahan lahir dan
batin. Secara denotatif memiliki makna
yang sesungguhnya yakni sekeras baja (baja yang keras dan kuat).
·
Untuk menghadapi dunia ini, untuk
melayani zaman ini
Makna yang terkandung pada larik
tersebut adalah menjalani kehidupan di dunia ini
dengan penuh kesungguhan.
·
Berilah kesabaran seluas angkasa
Secara denotatif, angkasa memiliki luas yang tak terhingga,
tetapi secara konotatif seluas angkasa maksudnya adalah ingin diberikan
kelapangan hati (sabar).
·
Untuk mengatasi siksaan ini, untuk
melupakan derita ini
Maksudnya adalah segala tantangan dan rintangan
mampu diatasi dan yang sudah berlalu biarlah berlalu.
·
Berilah kemauan sekuat garuda
Secara denotatif, garuda memiliki kekuatan yang luar biasa,
tetapi secara konotatif maksudnya ingin diberikan suatu kemauan/ keinginan yang
kuat sekuat garuda untuk mengatasi segala problema kehidupan.
·
Untuk melawan kekejaman ini, untuk
menolak penindasan ini
Kekejaman dan penindasan mampu untuk
dihadang, kemauan/keinginan yang kuat mampu
mengatasinya.
·
Berilah perasaan selembut sutra
Secara denotatif sutra melambangkan kehalusan dan
kelembutan. Secara konotatif, memiliki arti ingin diberi perasaan dan
kelembutan hati bagai sutra.
·
Untuk menjaga peradaban ini, untuk
mempertahankan kemanusiaan ini
Untuk menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia di
muka bumi di negara yang tercinta ini dan juga mempertahankan segalanya yang ada di dunia ini.
B.
Kata Konkret
Kata
konkret merupakan kata-kata yang memilliki makna dan arti sama bila dilihat
secara denotatif. Secara konotatif memiliki makna dan arti berbeda yang sesuai
dengan situasi dan kondisi pemakainya. Kata-kata konkret pada puisi ini seperti
terdapat pada kata:
·
Kekuatan sekeras baja
secara denotatif memiliki makna kekuatan seperti baja yang
sangat keras. Secara konotatif memiliki makna mempunyai kekuatan yang keras sehingga
mampu dalam menghadapi segalanya dengan penuh kesabaran dan ketabahan lahir dan
batin.
·
Kesabaran seluas angkasa
Secara denotatif, angkasa memiliki luas yang tak terhingga,
tetapi secara konotatif seluas angkasa maksudnya adalah kelapangan hati (sabar).
·
kemauan sekuat garuda
Secara denotatif, garuda memiliki kekuatan yang luar biasa,
tetapi secara konotatif maksudnya suatu kemauan/ keinginan yang kuat sekuat
garuda untuk mengatasi segala problema kehidupan.
·
perasaan selembut sutra
Secara denotatif sutra melambangkan kehalusan dan
kelembutan. Secara konotatif, memiliki makna perasaan dan kelembutan hati bagai
sutra.
C.
Pengimajian
1. Imaji perabaan terdapat pada larik
ketujuh, berilah perasaan selembut
sutera.
2. Imaji penglihatan terdapat pada
larik sekeras baja, seluas angkasa,
sekuat garuda, dan selembut sutra
3. Imaji perasaan terdapat pada larik berilah
kesabaran seluas angkasa, untuk mengatasi siksaan ini, untuk melupakan derita
ini, untuk melawan kekejaman ini,
untuk menolak penindasan ini, dan berilah perasaan selembut sutera.
D.
Bahasa Figuratif
Pada puisi ini
terdapat majas perbandingan, merupakan majas yang membandingkan sesuatu dengan
menggunakan kata-kata perbandingan. Seperti bagai, bagaikan, bak, seperti,
laksana, se-, dan lain-lain.
·
Berilah
kekuatan sekeras baja
·
Berilah
kesabaran seluas angkasa
·
Berilah
kemauan sekuat garuda
·
Berilah
perasaan selembut sutra
E.
Verifikasi
Rima dalam puisi ini termasuk dalam
rima berselang yakni pengulangan bunyi sajak a-b-a-b.
F.
Tipografi
Puisi ini mempunyai
tata wajah yang konvensional seperti pada umumnya, dan berdasarkan bentuknya,
puisi ini termasuk ke dalam Oktaf/Stanza yaitu sajak yang terdiri dari 8 baris.
G.
Tema
Tema yang diangkat pada puisi Doa di
Medan Laga adalah tema patriotisme. Tentang perjuangan dan pertahanan hidup.
Tema ini sesuai dengan isi tiap larik yang selalu berharap diberi kemudahan
dalam segala hal.
H.
Nada dan Suasana
Nada dan
suasana dalam puisi ini tentang semangat juang yang optimis dalam berbagai
bidang kehidupan, tidak hanya berjuang melawan musuh tetapi juga melawan
berbagai hal tidak baik yang ada dalam masyarakat dan bangsa kita.
I.
Perasaan
Semangat
dan optimis menjadi rasa dari tiap-tiap larik dalam puisi Doa di Medan Laga.
J.
Amanat
Amanat yang dapat diambil dari puisi Subagio
Sastrowardoyo yang berjudul Doa di Medan
Laga ini adalah kehidupan dunia yang sangat keras dan penuh dengan
tantangan harus tetap dijalani dengan penuh perjuangan. Semua yang dihadapi
pasti mendapatkan kemudahan untuk mengatasi tantangan tersebut. Berdoa dan
selalu berusaha dengan optimis, pasti Yang Maha Kuasa selalu berada dekat kita
dan akan menolong kita.
3.
Kajian Berdasarkan Tinjauan
Psikologis/Kejiwaan Pengarang
Berdasarkan tinjauan psikologis pengarang, Subagio
Sastrowardoyo adalah seorang penyair, dosen, dan kritikus. Kaitannya dengan
pembuatan puisi Doa di Medan Laga ini
merupakan bentuk dari pengalamannya dari suatu kejadian pada zaman dulu. Pada
saat itu rakyat Indonesia meskipun sudah dikatakan merdeka, tetapi masih harus
semangat dan terus berjuang dalam menghadapi kehidupan dunia yang sangat keras
dan penuh dengan tantangan itu.
Pada puisi ini tidak hanya mewakili perasaan dan pengalaman
pengarang saja, tetapi juga mewakili perasaan semua rakyat yang sedang
mempertahankan kehidupan di jagat raya ini. Pengarang berusaha ingin
menggambarkan pesan apa yang bisa diambil dari setiap karya sastra yang
dibuatnya. Puisi ini merupakan bentuk ekspresinya terhadap keadaan pada saat
itu.
3.2 Pidato di Kubur Orang
Pidato di Kubur Orang
Karya: Subagio Sastrowardoyo
Ia terlalu baik buat dunia ini
Ketika gerombolan mendobrak pintu
Dan menjarah miliknya
Ia tinggal diam dan tidak mengadakan perlawanan
Ketika gerombolan memukul muka
Dan mendopak dadanya
Ia tinggal diam dan tidak menanti pembalasan
Ketika gerombolan menculik istri
Dan memperkosa anak gadisnya
Ia tinggal diam dan tidak memendam kebencian
Ketika gerombolan membakar rumahnya
Dan menembak kepalanya
Ia tinggal diam dan tidak menguapkan penyesalan
Ia terlalu baik buat dunia ini
1.
Biografi Penyair
Subagio Sastrowardoyo (lahir di Madiun, Jawa Timur, 1 Februari 1924
–meninggal di Jakarta, 18 Juli 1995 pada umur 71
tahun) adalah seorang
dosen, penyair, penulis cerita pendek dan esai, serta kritikus
sastra asal
Indonesia. Selama bertahun-tahun, ia adalah direktur perusahaan
penerbitan Balai
Pustaka. Puisi-puisi
Subagio umumnya dipandang mempunyai bobot filosofis yang tinggi dan mendalam,
dan tidak dapat ditafsirkan secara harfiah. Perumpamaan dan lambang
digunakannya secara dewasa dan matang.
Subagio berpendidikan HIS di Bandung dan Jakarta, HBS, SMP, dan
SMA di Yogyakarta, Fakultas
Sastra UGM selesai tahun1958, Universitas Yale tahun
1961-1966. Pernah menjabat Ketua Jurusan Bahasa Indonesia Kursus B-I di
Yogyakarta (1954-1958), dosen Kesustraan Indonesia di Fakultas Sastra dan
Kebudayaan UGM (1658-1961), dosen UNPAD, dosen SESKOAD keduanya di Bandung, dosen bahasa dan
Kesusastraan Indonesia di
Universitas Flinders,
Adelaide, dan terakhir bekerja di Penerbit Balai Pustaka. Pada musim
panas 1984, ia juga pernah menjadi seorang instruktur tamu di Universitas Ohio, dan
mengajarkan bahasa
Indonesia.
2.
Penafsiran Pemahaman Puisi
A.
Pemilihan kata khas
Puisi ini
hanya menggunakan pemilihan kata (diksi) yang lebih umum, tidak ada kata khas.
Seperti pada kata gerombolan yang
bermakna denotatif sekumpulan orang yang mempunyai sifat yang jahat.
B.
Kata Konkret
Kata
konkret yang ada pada puisi ini adalah Ia
terlalu baik buat dunia ini. Bermakna seorang pria yang mempunyai sifat
yang sangat baik sekali. Bahkan karena terlalu baiknya, ia tinggal diam dan
tidak mengadakan perlawanan, menanti pembalasan, memendam kebencian, ataupun
menguapkan penyesalan.
C.
Pengimajian
Imaji yang terdapat pada puisi ini adalah
imaji penglihatan dan imaji perasaan.
Imaji penglihatan:
·
Ketika gerombolan mendobrak pintu
·
Dan menjarah miliknya
·
Ketika gerombolan memukul muka
·
Dan mendopak dadanya
·
Ketika gerombolan menculik istri
·
Dan memperkosa anak gadisnya
·
Ketika gerombolan membakar rumahnya
·
Dan menembak kepalanya
Imaji
perasaan
·
Ia terlalu baik buat dunia ini
·
Ia tinggal diam dan tidak mengadakan
perlawanan
·
Ia tinggal diam dan tidak menanti
pembalasan.
·
Ia tinggal diam dan tidak memendam
kebencian
·
Ia tinggal diam dan tidak menguapkan
penyesalan.
D.
Bahasa Figuratif
Pemilihan
kata dalam puisi ini tidak menggunakan bahasa figuratif. Puisi ini hanya
menggunakan pemilihan kata yang lebih umum yang sering digunakan manusia.
E.
Verifikasi
Rima dalam
puisi ini tidak memperhatikan kesamaan bunyi. Rima puisi ini campuran, namun
terdapat beberapa kesamaan seperti berikut ini:
·
Ketika gerombolan memukul muk/a/
Dan mendopak dadany/a/
·
Ketika gerombolan membakar rumahny/a/
Dan menembak kepalany/a/
F.
Tipografi
Puisi Pidato di Kubur Orang ini menggunakan
tata wajah yang konvensional seperti pada umumnya dan berdasarkan bentuknya,
puisi ini termasuk ke dalam Soneta yaitu sajak yang terdiri dari 14 baris.
G.
Tema
Puisi di
atas mengandung tema kesabaran seorang tokoh.
H.
Nada dan Suasana
Sikap
penyair lembut dan halus karena menceritakan sebuah kesabaran tokoh ia yang mendapatkan berbagai cobaan.
I.
Perasaan
Penyair
merasa tokoh ia tidak berdaya dan
mempunyai perasaan yang sangat sabar dalam menghadapi berbagai cobaan yang
harus dihadapinya.
J.
Amanat
Amanat
pada puisi ini adalah tentang bagaimana sikap kita menjalani proses kehidupan
yang kita alami. Dalam menjalani sebuah cobaan kehidupan, kita harus
menjalaninya dengan sabar dan tabah serta tidak menyesali atas cobaan yang
telah diberikan kepada kita.
3.
Kajian Berdasarkan Tinjauan
Psikologis/Kejiwaan Pengarang
Berdasarkan tinjauan psikologis pengarang, Subagio
Sastrowardoyo adalah seorang penyair, dosen, dan kritikus. Kaitannya dengan
pembuatan puisi Pidato di Kubur Orang
ini merupakan bentuk dari pengalamannya dari suatu kejadian pada zaman dulu.
Dari pengalaman di sekitarnya itu beliau
menuliskannya ke dalam puisi ini, yang menceritakan tentang pidato yang
dibacakan di kubur orang itu. Entah mengapa tokoh ia dalam puisi ini terlalu baik sehingga tidak memberikan
perlawanan sedikitpun ketika gerombolan itu datang. Mungkin tokoh ia ini sudah renta sehingga tidak mampu
untuk berbuat sesuatu, dan pada puisi ini beliau mengekspresikannya melalui
tokoh ia yang begitu sabar, tabah,
dan terlalu baik.
BAB IV
PENUTUP
1.1 Simpulan
1. Pendekatan ekspresif
adalah pendekatan yang menitikberatkan perhatian kepada upaya pengarang atau
penyair mengekspresikan ide-idenya ke dalam karya sastra.
2. Ada tiga langkah dalam pendekatan
ekspresif, langkah pertama dalam menerapkan
pendekatan ekspresif, seorang kritikus harus mengenal biografi pengarang
karya sastra yang akan dikaji. Langkah kedua, melakukan penafsiran
pemahan terhadap unsur-unsur yang terdapat dalam karya sastra, seperti tema,
gaya bahasa/ diksi, citraan, dan sebagainya.
Langkah ketiga, mengaitkan hasil penafsiran dengan berdasarkan tinjauan
psikologis kejiwaan pengarang.
3. Dari keempat analisis puisi tersebut
dalam pendekatan ekspresif adalah bahwa hampir seluruh dari keempat pengarang
tersebut dalam membuat karya sastranya berdasarkan respon atau ekspresi dari
suatu pengalaman yang dialami dan dari beberapa peristiwa yang terjadi
disekitarnya sehingga menarik perhatian pengarang untuk dikaji dan semuanya itu
dituliskan dalam sebuah karya sastra.
1.2 Saran
Dalam membuat suatu
karya sastra, kita harus mempunyai banyak pengalaman dan pengetahuan supaya dalam
mengekspresikan sebuah pengalaman atau sebuah peristiwa yang terjadi di sekitar
kita, kita bisa menggambarkan atau mengekspresikan dalam bentuk karya sastra.
0 Response to "Makalah Pendekatan Ekspresif"
Posting Komentar