Periodisasi Sastra dan Contoh Puisinya
1.Angkatan
Pujangga Lama
Syair
Bidasari
Setelah Baginda mendengarkan sembah
Wajah yang manis pucat berubah
Baginda berangkat dada ditebah
Hati susah susah gelabah
Hulubalang menteri larilah fana
Baginda pun masuk ke dalam istana
Tuan Puteri Pusparatna
Hatinya terkejut terlalu bena
Puteri itu hamil delapan bulan
Bertambah sangat kesukaran
Dibawa baginda turun berjalan
Suatu pun tidak perbekalan
Setelah sampai ke dalam hutan
Serta berat dengan ketakutan
Baginda tidak tahukan jalan
Puteri pun sakit dengan keberatan
Adapun akan tuan puteri
Oleh Baginda dipimpin jari
Tidak terbawa badan sendiri
Kasihan melihat laki istri
Terlelu belas di dalam hati
Sepanjang jalan singgah berhenti
Barang kehendak dituruti
Bertemu sungai singgah mandi
Syair Ken Tambuhan
Lalulah berjalan
Ken Tambuhan
diiringkah penglipur dengan tadahan
lemah lembut berjalan pelahan-lahan
lakunya manis memberi kasihan
diiringkah penglipur dengan tadahan
lemah lembut berjalan pelahan-lahan
lakunya manis memberi kasihan
Tunduk menangis
segala puteri
Masing-masing berkata sama sendiri
Jahatnya perangai permaisuri
Lakunya seperti jin dan peri
Masing-masing berkata sama sendiri
Jahatnya perangai permaisuri
Lakunya seperti jin dan peri
Syair Abdul Muluk
Berhentilah kisah
raja Hindustan
Tersebutlah pula suatu perkataan
Abdul Hamid Syah Paduka Sultan
Duduklah Baginda bersuka-sukaan
Tersebutlah pula suatu perkataan
Abdul Hamid Syah Paduka Sultan
Duduklah Baginda bersuka-sukaan
Abdul Muluk putera
Baginda
Besarlah sudah bangsa muda
Cantik menjelis usulnya syahda
Tiga belas tahun umurnya ada
Besarlah sudah bangsa muda
Cantik menjelis usulnya syahda
Tiga belas tahun umurnya ada
Parasnya elok amat
sempurna
Petak majelis bijak laksana
Memberi hati bimbang gulana
Kasih kepadanya mulia dan hina
Petak majelis bijak laksana
Memberi hati bimbang gulana
Kasih kepadanya mulia dan hina
2.Angkatan
Sastra Melayu lama
Pantun
Muda
Piring putih piring bersabun
Disabun anak orang Cina
Memutih bunga dalam kebun
Setangkai saja yang menggila
Pecah ombak di Tanjung Cina
Menghempas pecah di tepian
Biarlah makan dibagi dua
Asal adik jangan tinggalkan
Anak Padang ke Kurai Taji
Batang manggis bercabang lima
Adik sayang usahlah pergi
Pahit manis tanggung bersama
Tanam melati dirama-rama
Ubur-ubur sampingan dua
Sehidup semati kita bersama
Satu kubur kelak berdua
Pantun
Tua
Bukit putus jalan ke Padang
Direndang jagung diangusi
Kala putus badan terbuang
Dipandang kampung ditangisi
Bedil jepun ‘rang Bengkulu
Penembak undan di muara
Minta ampun hamba pada penghulu
Persembahan tiba pada kita bersama
Pucuk kelaya akar cambia
Pucuk lempata ‘rang patahkan
Bukan saya cerdik pandai
Sunat pidati disembahkan
3.Angkatan
Balai Pustaka
Teratai
Karya :
Sanusi Pane
Dalam kebun di tanah airku
Tumbuh sekuntum bunga teratai
Tersembunyi kembang indah permai
Tidak
terlihat orang yang lalu
Akarnya tumbuh di hati dunia
Daun berseri Laksmi mengarang
Biarpun ia diabaikan orang
Seroja kembang gemilang mulia
Teruslah, O Teratai Bahagia
Berseri di kebun Indonesia
Biar sedikit penjaga taman
Biarpun engkau tidak dilihat
Biarpun engkau tidak diminat
Engkau turut menjaga Zaman
Akarnya tumbuh di hati dunia
Daun berseri Laksmi mengarang
Biarpun ia diabaikan orang
Seroja kembang gemilang mulia
Teruslah, O Teratai Bahagia
Berseri di kebun Indonesia
Biar sedikit penjaga taman
Biarpun engkau tidak dilihat
Biarpun engkau tidak diminat
Engkau turut menjaga Zaman
Bukit Barisan
Karya
: Moh. Yamin
Di atas batasan Bukit Barisan,
Memandang beta ke bawah memandang,
Tampaklah hutan rimba dan ngarai,
Lagipun sawah, telaga nan permai,
Serta gerangan lihatlah pula,
Langit yang hijau bertukar warna,
Oleh pucuk daun kelapa.
Bukan
Beta Bijak Berperi
Karya : Roestam Effendi
Bukan beta bijak berperi
Pandai menggubah madahan syair
Bukan beta budak Negeri
Musti menurut undangan mair
Sarat-sarat saya mungkiri
Untai rangkaian seloka lama
Beta buang beta singkiri
Sebab laguku menurut sukma
Susah sungguh saya sampaikan
Degup-degupan di dalam kalbu
Lemah laun lagu dengungan
Matnya digamat rasalan waktu
Sering saya susah sesaat
Sebab madahan tidak nak datang
Sering saya sulit mendekat
Sebab terkurang lukisan mamang
Bukan beta bijak berlagu
Dapat melemah bingkaian pantun
Bukan beta berbuat baru
Hanya mendengar bisikan alun
4.Pujangga
Baru
Berdiri Aku
Karya : Amir Hamzah
Berdiri aku disenja senyap
Camar melayang menepis buh
Melayang bakau mengurai puncak
Berjulang datang ubur berkemban
Angin pulang menyejuk bumi
Menepuk teluk mengepas emas
Lari ke gunung memuncak sunyi
Berayun-ayun diatas alas
Benang raja mencelup ujung
Naik marah menyerak corak
Elang lengkang saling tergulung
Dimabuk obak warna berarak-arak
Dalam rupa maha sempurna
Rindu senda mengharu kalbu
Ingin datang merasa sentosa
Mengecap hidup tertentu tuju
Anakku
Karya : Y.E. Tatengkeng
Engkau datang menghintai hidup
Engkau datang menunjukkan muka
Tapi sekejap matamu kau tutup,
Melihat terang anaknda tak suka.
Mulut kecil tiada kau buka,
Tangis teriakmu takkan diperdengarkan
Alamat hidup wartakan suka,
Kau diam, anakku, kami kau tinggalkan.
Sedikitpun matamu tak mengerling,
Memandang ibumu sakit berguling
Air matamu tak bercucuran,
Tinggalkan ibumu tak berpenghiburan.
Engkau datang menghintai hidup
Engkau datang menunjukkan muka
Tapi sekejap matamu kau tutup,
Melihat terang anaknda tak suka.
Mulut kecil tiada kau buka,
Tangis teriakmu takkan diperdengarkan
Alamat hidup wartakan suka,
Kau diam, anakku, kami kau tinggalkan.
Sedikitpun matamu tak mengerling,
Memandang ibumu sakit berguling
Air matamu tak bercucuran,
Tinggalkan ibumu tak berpenghiburan.
Kau diam, diam, kekasihku,
Tak kau katakan barang pesanan,
Akan penghibur duka di dadaku,
Kekasihku, anakku, mengapa kian?
Sebagai anak melalui sedikit,
Akan rumah kami berdua,
Tak anak tak insyaf sakit,
Yang diderita orang tua.
Tangan kecil lemah tergantung
Tak diangkat memeluk ibumu,
Menyapu dadanya, menyapu jantung,
Liburkan hatinya, sayangkan ibumu.
Selekas anaknda datang,
Selekas anaknda pulang,
Tinggalkan ibu sakit terlintang,
Tinggalkan bapa sakit mengenang.
Selamat datang anaknda kami,
Selamat jalan kekasih hati.
Anak kami Tuhan berikan,
Anak kami Tuhan panggilkan,
Hati kami Tuhan hiburkan,
Nama Tuhan kami pujikan.
Jangan Tanggung Jangan Kepalang
Karya : Sutan Takdir Alisyahbana
Jangan tanggung jangan kepalang
bercipta mencipta
bekerja memuja
berangan mengawan,
berperang berjuang.
mengapa bimbang berhati walang
berhenti tertegun langkah tertahan
takut percuma segala kerja
sangsi berharga apa dipuja?
wahai teman
merata buih ditepi pasir
tetapi gelombang mengulang
gairah menggulung menuju teluk
selara tua gugur ke tanah
pucuk muda tertawa mengorak sela,
keranda muram diusung ke makam,
jejaka muda bersumpah baka,
cinta gairah hati remaja.
lenyapkan sangsi,lenyapkan ngeri,
indah gelombang mengejar pantai,
indah pucuk menjelma rupa,
indah jejaka memuja cinta,
benar, indah segala hidup,
menyerah tenaga menurut hasrat,
tiada tanggung tiada kepalang.
5. Angkatan 1945
Aku
Aku
Karya : Chairil Anwar
Kalau sampai waktuku
Ku mau tak seorang merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sendu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulanya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap menendang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih perih
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Surat dari Ibu
Karya : Asrul Sani
Pergi ke dunia luas, anakku sayang
pergi ke hidup bebas !
Selama angin masih angin buritan
dan matahari pagi menyinar daun-daunan
dalam rimba dan padang hijau.
pergi ke hidup bebas !
Selama angin masih angin buritan
dan matahari pagi menyinar daun-daunan
dalam rimba dan padang hijau.
Pergi ke laut lepas, anakku sayang
pergi ke alam bebas !
Selama hari belum petang
dan warna senja belum kemerah-merahan
menutup pintu waktu lampau.
pergi ke alam bebas !
Selama hari belum petang
dan warna senja belum kemerah-merahan
menutup pintu waktu lampau.
Jika bayang telah pudar
dan elang laut pulang kesarang
angin bertiup ke benua
Tiang-tiang akan kering sendiri
dan nakhoda sudah tahu pedoman
boleh engkau datang padaku !
dan elang laut pulang kesarang
angin bertiup ke benua
Tiang-tiang akan kering sendiri
dan nakhoda sudah tahu pedoman
boleh engkau datang padaku !
Kembali pulang, anakku sayang
kembali ke balik malam !
Jika kapalmu telah rapat ke tepi
Kita akan bercerita
“Tentang cinta dan hidupmu pagi hari.”
kembali ke balik malam !
Jika kapalmu telah rapat ke tepi
Kita akan bercerita
“Tentang cinta dan hidupmu pagi hari.”
Si Anak Hilang
Karya : Sitor Situmorang
Pada terik tengah hari
Titik perahu timbul di danau
Ibu cemas ke pantai berlari
Menyambut anak lama ditunggu
Perahu titik menjadi nyata
Pandang berlinang air mata
Anak tiba dari rantau
Sebaik turun dipeluk ibu
Bapak duduk di pusat rumah
Seakan tak acuh menanti
Anak di sisi ibu gundah
-laki-laki layak menahan diri-
Anak disuruh duduk bercerita
Ayam disembelih nasi dimasak
Seluruh desa bertanya-tanya
Sudah beristri sudah beranak?
Si anak hilang kini kembali
Tak seorang dikenalnya lagi
Berapa kali panen sudah
Apa saja telah terjadi?
Seluruh desa bertanya-tanya
Sudah beranak sudah berapa?
Si anak hilang berdiam saja
Ia lebih hendak bertanya
Selesai makan ketika senja
Ibu menghampiri ingin disapa
Anak memandang ibu bertanya
Ingin tahu dingin Eropa
Anak diam mengenang lupa
Dingin Eropa musim kotanya
Ibu diam berhenti berkata
Tiada sesal hanya gembira
Malam tiba ibu tertidur
Bapak lama sudah mendengkur
Di pantai pasir berdesir gelombang’
Tahu si anak tiada pulang
6. Angkatan 1950 –
1960-an
Priangan Si Jelita
Priangan Si Jelita
Karya : Ramadhan K H
Seruling berkawan pantun
Tangiskan derita orang priangan
Selendang merah, merah darah
Menurun di Cikapundung
Bandung, dasar di danau
Lari bertumpuk di bukit-bukit
Seruling menyendiri di tepi-tepi
Tangiskan keris hilang di sumur
Melati putih, putih hati
Hilang kekasih dikata gugur
Tangiskan derita orang priangan
Selendang merah, merah darah
Menurun di Cikapundung
Bandung, dasar di danau
Lari bertumpuk di bukit-bukit
Seruling menyendiri di tepi-tepi
Tangiskan keris hilang di sumur
Melati putih, putih hati
Hilang kekasih dikata gugur
Bandung, dasar di danau
Derita memantul di kulit-kulit
Narasi di suatu Pagi
Karya
: W.S. Rendra
Dan bukan karna, hujan, angin
ataupun kemarau
Pada peta perjalanan masa jahiliyah…
Saat khilafah perjuangkan rakyat jelata
Dan bukan karna,asa,siksa,ataupun jera
Malaikat memjelma bagai seorang peminta
Pada peta perjalanan masa jahiliyah…
Saat khilafah perjuangkan rakyat jelata
Dan bukan karna,asa,siksa,ataupun jera
Malaikat memjelma bagai seorang peminta
Pagi, yang menghujamkan seribu
bahasa
Dimulai saat ejaan kata tak lagi
mengisyaratkan wacana
Tercucur sudah darah-darah mengalir
di kediaman angan
Menghela nafas…
Embun terasa di kulit tangan..
Menyelinap butiran-butiran harapan
Pandanganku hanya tertuju pada
langit
Tentang keteguhan, moral yang seakan
dapat dibayar
Nadiku seakan merasuk otakku
Teduh dalam kiasan..
Sendu dalam lamunan..
Embun itu merasuk hatiku…
Apakah ini… bukan sekedar narasi
Ataukah persepsi..
Dari asa yang tertinggal…
Dari hati yang berbekal…
Pagi itu.. hanya aku yang tau
Bunga mekar menakjubkan…
Angin riang menyanyikan..
Embun datang menyerukan
Kar’na aku masih ada di suatu pagi
Kar’na aku masih bisa bermimpi…
Aku
Ingin
Karya : Sapardi Djoko
Damono
Aku
ingin mencintaimu dengan sederhana:
Dengan
kata yang tak sempat diucapkan
Kayu
kepada api yang menjadikannya abu.
Aku
ingin mencintaimu dengan sederhana:
Dengan
isyarat yang tak sempat disampaikan
Awan
kepada hujan yang menjadikannya tiada.
7.
Angkatan 1966 – 1970-an
Malam
Teluk
Karya : Abdul Hadi W. M.
Malam di teluk
menyuruk ke kelam
Bulan yang tinggal rusuk
padam keabuan
Ratusan gagak
Berteriak
Terbang menuju kota
Akankah nelayan kembali dari pelayaran panjang
Yang sia-sia? Dan kembali
Dengan wajah masai
Sebelum akhirnya badai
mengatup pantai?
Muara sempit
Dan kapal-kapal menyingkir pergi
Dan gonggong anjing
Mencari sisa sepi
Aku berjalan pada tepi
Pada batas
Mencari
Tak ada pelaut bisa datang
Dan nelayan bisa kembali
Aku terhempas di batu karang
Dan luka diri
Senja pun jadi kecil Kota pun jadi putih
Karya : Goenawan
Mohamad
Senja pun jadi kecil
Kota pun jadi putih
Di subway
Aku tak tahu saat pun sampai
Ketika berayun musim
Dari sayap langit yang beku
Ketika burung-burung, di rumput-rumput dingin
Terhenti mempermainkan waktu
Ketika kita berdiri sunyi
Pada dinding biru ini
Menghitung ketidakpastian dan bahagia
Menunggu seluruh usia
Senja pun jadi kecil
Kota pun jadi putih
Di subway
Aku tak tahu saat pun sampai
Ketika berayun musim
Dari sayap langit yang beku
Ketika burung-burung, di rumput-rumput dingin
Terhenti mempermainkan waktu
Ketika kita berdiri sunyi
Pada dinding biru ini
Menghitung ketidakpastian dan bahagia
Menunggu seluruh usia
Doa
Karya : Taufiq Ismail
Tuhan kami
Telah nista kami dalam dosa bersama
Bertahun membangun kultus ini
Dalam pikiran yang ganda
Dan menutupi hati nurani
Ampunilah kami
Ampunilah
Amiin
Tuhan kami
Telah terlalu mudah kami
Menggunakan asmaMu bertahun di
negeri ini
Semoga Kau rela menerima kembali
Kami dalam barisanMu
Ampunilah kami
Ampunilah
Amiin
8.
Angkatan 1980 – 1990-an
Kuhadang Matahari
karya: Darman Moenir
karya: Darman Moenir
kuhadang matahari
karena hari seperti ini juga
lihatlah bayang-bayang kita yang kian paniang
seperti menghapus jejak yang tak ada kita tinggalkan
kuhadang matahari karena tidakjuga berkabar
seperti kau dahulu ada bertanya, “kata siapa ?”
dan bila matahari telah bertanya pula seperti itu
ke mana mata kita pandangkan lagi
sementara hari larut, senja pun susut
karena hari seperti ini juga
lihatlah bayang-bayang kita yang kian paniang
seperti menghapus jejak yang tak ada kita tinggalkan
kuhadang matahari karena tidakjuga berkabar
seperti kau dahulu ada bertanya, “kata siapa ?”
dan bila matahari telah bertanya pula seperti itu
ke mana mata kita pandangkan lagi
sementara hari larut, senja pun susut
Selamat Tinggal Pantai Padang
Karya: Darman Moenir
selamat
tinggal pantai Padang
setelah kuhitung pasirmu
duka dalam bayang
diriku
selamat tinggal pantai Padang
kupergi dalam mengayuh
segala cerita kita tuang
kasih !
bibirmu yang hampir tenggelam
langitmu yang muram. Kelam
tapi kau selalu tak diam
salam !
setelah kuhitung pasirmu
duka dalam bayang
diriku
selamat tinggal pantai Padang
kupergi dalam mengayuh
segala cerita kita tuang
kasih !
bibirmu yang hampir tenggelam
langitmu yang muram. Kelam
tapi kau selalu tak diam
salam !
9. Angkatan Reformasi
Peringatan
Karya : Widji Thukul
Jika rakyat pergi
Ketika penguasa pidato
Kita harus hati-hati
Barangkali mereka putus asa
Ketika penguasa pidato
Kita harus hati-hati
Barangkali mereka putus asa
Kalau rakyat bersembunyi
Dan berbisik-bisik
Ketika membicarakan masalahnya sendiri
Penguasa harus waspada dan belajar mendengar
Dan berbisik-bisik
Ketika membicarakan masalahnya sendiri
Penguasa harus waspada dan belajar mendengar
Bila rakyat berani
mengeluh
Itu artinya sudah gawat
Dan bila omongan penguasa
Tidak boleh dibantah
Kebenaran pasti terancam
Itu artinya sudah gawat
Dan bila omongan penguasa
Tidak boleh dibantah
Kebenaran pasti terancam
Apabila usul ditolak tanpa
ditimbang
Suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan
Dituduh subversif dan mengganggu keamanan
Maka hanya ada satu kata: lawan!.
Suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan
Dituduh subversif dan mengganggu keamanan
Maka hanya ada satu kata: lawan!.
Kupu-Kupu
Karya
: Acep Zamzam Noor
Selembar
daun kering
Jatuh
sudah. Dan taman tersenyum
Bunga-bunga
mengangguk di sekitarnya
Sebutir
embun (mungkin air mata)
Di
punggung daun yang jatuh
Menjadi
doa. Kupu-kupu terbang entah ke mana
10.
Angkatan 2000-an
Rindu
Karya: Andrea Hirata
Cinta
benar-benar telah menyusahkanku
Ketika
kita saling memandang saat sembahyang rebut
Malamnya
aku tak bisa tidur karena wajahmu tak mau pergi dari kamarku
Kepalaku
pusing sejak itu
Siapa dirimu?
Yang berani merusak tidur dan selera makanku
Yang membuatku melamun sepanjang waktu
Kamu tak lebih dari seorang anak muda pengganggu!
Namun ingin kukatakan padamu
Setiap malam aku bersyukur kita telah bertemu
Karena hanya padamu aku merasa rindu…
Yang berani merusak tidur dan selera makanku
Yang membuatku melamun sepanjang waktu
Kamu tak lebih dari seorang anak muda pengganggu!
Namun ingin kukatakan padamu
Setiap malam aku bersyukur kita telah bertemu
Karena hanya padamu aku merasa rindu…
(Puisi
dari A Ling untuk Ikal)
Aku
Bermimpi melihat Surga
Karya : Andrea Hirata
Sungguh, malam ketiga di Pangkalan Punai aku mimpi
melihat surga
Ternyata surga tidak megah, hanya sebuah istana kecil
di tengah hutan
Tidak ada bidadari seperti disebut di kitab-kitab
suci
Aku meniti jembatan kecil
Seorang wanita berwajah jernih menyambutku
“Inilah surga” katanya
Ia tersenyum, kerling matanya mengajakku menengadah
Seketika aku terkesiap oleh pantulan sinar matahari
senja
Menyirami kubah-kubah istana
Mengapa sinar matahari berwarna perak, jingga, dan
biru?
Sebuah keindahan yang asing
Di istana surga
Dahan-dahan pohon ara menjalar ke dalam kamar-kamar
sunyi yang bertingkat-tingkat
Gelas-gelas kristal berdenting dialiri air zamzam
menebarkan rasa kesejukan
Bunga petunia ditanam di dalam pot-pot kayu
Pot-pot itu digantungkan pada kosen-kosen jendela tua
berwarna biru
Di beranda, lampu-lampu kecil disembunyikan dibalik
tilam, indah sekali
Sinarnya memancarkan kedamaian
Tembus membelah perdu-perdu di halaman
Surga begitu sepi
Tapi aku ingin tetap di sini
Karena aku ingat janjimu Tuhan
Kalau aku datang dengan berjalan
Engkau akan menjemputku dengan berlari-lari
0 Response to "Periodisasi Sastra dan Contoh Puisinya"
Posting Komentar