ALIRAN – ALIRAN SASTRA
Di Susun Oleh:
Muhammad Jammal Baligh
Kelas 1A
Mata Kuliah Teori Sastra
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN
SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS WIRALODRA
INDRAMAYU
2013
ALIRAN
– ALIRAN SASTRA
IMPRESIONISME
1. ALIRAN
REALISME
Novel
Tidak Ada Esok karya Mochtar Lubis
Novel ini menceritaakan
tentang perjuangan seorang tokoh Johan ketika masa penjajahan Jepang, masa
kemerdekaan, dan paska kemerdekaan. Berawal dari penggambaran setting yang
sangat piawai dilakukan oleh pengarang. Tokoh Johan bersama pasukan lainnya
hendak mengepung para penjajah di sebuah hutan. Kegelisahannya mulai terasa
ketika pikirannya dipenuhi pertanyaan-pertanyaan yang memberatkan.
Setelah tahu musuh tidak jadi
lewat di daerah yang mereka tunggui, mereka beristihat membentuk sebuah
perkumpulan, dimana seorang-seorang saling bercerita tentang pengalaman
masing-masing. Johan yang kala itu menceritakan pengalamannya bertemu dengan seorang gadis. Pengalaman itu baginya
sangat berarti. Dari situlah kisah cintanya dengan perempuan itu timbul.
Kemudian ia hendak pergi ke
Kota Yogya, ke rumah temannya. Di sana ia bersama dengan teman lainnya masuk ke
dalam organisasi masing-masing, ada yang masuk sebagai tentara, sebagai Laskar
Rakyat, dan sebagainya. Sedangkan ia sendiri masuk Peta pada tahun 1944. Ia
dikenal sebagai seorang yang sangat kuat, ia dinilai sangat bagus.
Kemerdekaan pun tiba, saat
itulah ia merasa telah tenang. Akan tetapi ketenangannya itu kembali harus
terusik setelah kedatangan kembali Belanda untuk menghancurkan bangsa
Indonesia. Pada saat itu Johan bertindak sebagai pembawa laporan dari para
pejuang yang hendak dilaporkan kepada
kantor pusat.
Pada pertempuran paska
kemerdekaan itulah banyak dari temannya yang gugur. Kematian teman-temannya
menjadi dasar pemikirannya untuk merenungi, untuk apa ada pertempuran,
pertumpahan. Ia akhirnya menyadari semua itu adalah sebuah pengorobanan.
2. ALIRAN
NATURALISME
Novel Belenggu karya Armyn Pane
Sukartono
adalah seorang dokter yang dikenal budi pekertinya, sedia membantu meskipun
pasiennya tidak mempunyai uang untuk membayar biaya pengobatan. Sangat jarang
ada dokter seperti dokter Sukartono, dia sudah berumah tangga, Tini, nama
istrinya. Mereka hidup kurang harmonis karena pernikahan mereka tidak didasari
cinta, akan hal itu mereka sering bertengkar. Tini sering marah-marah sendiri
dan yang sering jadi sasaran kemarahan Tini adalah Karno, pembantunya, meskipun
marah tanpa sebab Karno sering kena marah majikannya si Tini.
Seusai
kerja Kartono langsung menuju meja kecil, diruang tengah mencari bloc-notenya
siapa tahu ada pasien. Dia langsung bergegas ketika mengetahui ada pasien yang sedang
membutuhkan dia, setelah beberapa menit kemudian Kartono masih mencari alamat
pasien yang ternyata bertempat tinggal dihotel. Sesegera mungkin dokter kartono
menghampiri kamar pasien yang bernama Ny. Eni. Berawal dari pemeriksaan hingga
terjalin sebuah hubungan gelap, Kartono tak jarang berkunjung kerumah Ny. Eni
yang kemudian ia panggil Yah, hari-hari Kartono sering ia isi dengan berada
dirumah Yah seusai kerja.
Tono
sering menghabiskan waktunya dengan Yah daripada dengan istrinya sendiri, Tono
selalu merasa damai ketika berada dirumah Yah, dia merasakan tenang dan hilang
semua kepenatannya. Hubungan Tono dengan istrinya menjadi berantakan, suatu
ketika paman Tini datang berusaha mendamaikan Tono dan Tini agar hidup rukun.
Seiring
berjalannya waktu, Tini mengetahui hubungan gelap Tono dengan Yah, Tini
berencana mendatangi Yah dan akhirnya Tini bertemu Yah disebuah hotel, akan
tetapi niat Tini yang awalnya ingin melabrak Yah gagal karena sikap yang lemah
lembut, ironisnya Yah mengetahui kehidupan gelap Tini dahulu sebelum menikah
dengan Kartono. Tini tertegun begitu saja ketika ia mengetahui kalau Yah tahu
banyak masa lalu Tini yang gelap. Tini merasa malu dan menyesal selama ini
tidak bisa menjadi isteri yang baik bagi Tono, kemudian Tini meminta Yah untuk
bersedia menjadi isteri Tono.
Peristiwa
di hotel itu menyadarkan Tini kalau dia gagal menjadi seorang isteri, akhirnya
dia meminta cerai dan keputusannya
itu
sudah bulat. Dia memutuskan
mengabdikan hidupnya di Surabaya, disebuah panti asuhan, perceraian Tono dan
Tini membuat Tono sangat sedih. Ditambah lagi Yah meninggalkan sepucuk surat
yang isinya meninggalkan Kartono. Sekarang Kartono hanya hidup sebatang kara.
3. ALIRAN
NEONATURALISME
Novel
Atheis karya Akhdiat Kartamiharja
Rd.
Hasan, pegawai gemeente Bandung, adalah seorang pemuda alim
yang dididik orang tuanya untuk berpegang kuat pada ajaran agama Islam. Pertemuannya
kembali dengan Rusli, teman masa kecilnya yang telah menjadi seorang pejuang
dan aktivis politik bawah tanah membawa Hasan kepada pemikiran Atheisme yang bertolak belakang
dengan apa yang diajarkan orang tuanya selama ini.
Pergaulan
yang rapat dengan Rusli tersebut secara perlahan mulai mengubah
pandangan-pandangan hidup Hasan selama ini. Terlebih karena hatinya tertawan
oleh Kartini, adik angkat Rusli yang tergolong wanita yang berpemikiran
progresif di zamannya sehinga sangat menarik perhatian Hasan. Perubahan
pandangan Hasan semakin dalam dan jauh seiring diskusi-diskusinya yang panjang
bersama Rusli dan Kartini, ditambah perkenalannya dengan kawan-kawan senior
Rusli. Salah satu senior tersebut adalah Anwar, putra bupati namun adalah seorang
manusia egois yang hidup hanya
untuk dirinya sendiri tanpa memperdulikan orang lain.
Kemunculan
Anwar kemudian mulai mengubah hidup Hasan, yang diawali dengan hubungan Hasan
dengan orang tuanya. Anwar memprotes keras Hasan yang akan pergi mengaji bersama orang tuanya sebagai
seorang munafik dan tidak
berpendirian. Hasan yang penuh keragu-raguan kemudian terpancing untuk secara
terbuka menceritakan pandangan barunya kepada ayah-ibunya. Kedua orang tua
Hasan yang begitu religius mendidik Hasan sejak
kecil pun menjadi sangat kecewa dan mengusir Hasan. Kebimbangan hati Hasan
tentang hidupnya pun bertambah berat.
Cerita
bertambah rumit dengan tindakan Anwar yang membuat rumah tangga Hasan dan
Kartini goyah. Anwar adalah seorang mata
keranjang
yang karena ketertarikannya pada Kartini membuat Hasan cemburu dan menimbulkan
pertengkaran hebat antara dia dan Kartini. Pertengkaran ini membuat Kartini
memutuskan lari menghindar untuk sesaat demi menunggu redanya amarah Hasan.
Namun dalam pelariannya tersebut, Kartini malah hampir menjadi korban nafsu
binatang Anwar di sebuah hotel.
Peristiwa
tersebut akhirnya diketahui Hasan secara tidak sengaja. Api cemburu dan
kemarahan yang meledak membuat Hasan menjadi mata gelap dan hendak membunuh Anwar.
Di tengah bunyi gelapnya malam dan sirene tanda bahaya tentara
Jepang yang berkumandang,
Hasan tetap berlari tanpa perduli. Kempetai pun menembak dan
menangkapnya dengan tuduhan mata-mata. Tubuh Hasan yang menderita TBC tidak sanggup menahan siksa polisi pendudukan Jepang
tersebut. Di akhir cerita, Hasan akhirnya meninggal dengan membawa
keragu-raguannya terhadap Tuhan yang sebelumnya dia percayai.
4. ALIRAN
DETERMINISME
Prosa
Lirik Pengakuan Pariyem karya Linus
Suryadi AG
Prosa lirik “Pengakuan
Pariyem” karya Linus Suryadi Agustinus bercerita tentang seorang gadis Jawa
berpredikat pembantu rumah tangga yang menceritakan jalan hidupya yang dimulai
dari desa kelahirannya di Wonosari Gunung Kidul.
Kehidupan masa kecil Pariyem
yang bernama baptis Maria Mandalena dilaluinya dengan bahagia sebagai seorang
anak dari pemain seni tradisional ketoprak dan sinden wayang kulit. Iyem kecil
sering ikut ibunya pentas dengan duduk manis di belakang panggung ketika ibunya
menyinden.
Menginjak usia dewasa
Pariyem mencoba peruntungannya dengan menjadi pembantu nDoro Kanjeng
Cokro Sentono di nDalem Suryamentaraman Ngayogyakarta. Istri nDoro Kanjeng,
Raden Ayu Cahya Wulanningsih biasa dipanggil nDoro Ayu., merupakan sosok yang
luwes, halus tutur katanya, teduh pandangannya, serta memiliki jiwa yang mulia.
Mereka mempunyai dua orang putra, laki-laki dan perempuan yang laki-laki
bernama Raden Bagus Aryo Atmojoyo seorang mahasiswa filsafat di Universitas
Gajah Mada dan yang perempuan bernama Raden Ayu Wiwit Setyowati. Layaknya
seorang pembantu kehidupan Pariyem dipenuhi dengan pengabdian kepada tuannya
yang merupakan keluarga bangsawan ternama di Jawa.
Pariyem merasakan kenyamanan
bekerja di kediaman Ndoro kanjeng yang memegang teguh kultur Jawa. Hingga suatu
ketika terjalinlah hubungan terlarang antara Pariyem dengan Den Bagus. Sebuah
hubungan yang tidak seharusnya dilakukan oleh pasangan yang belum memiliki
ikatan suami istri. Pariyem ternyata menikmati peranannya sebagai ‘kekasih
gelap’ Den Bagus. Hal ini masuk akal dikarenakan sebelum mengabdi di kediaman
nDoro Kanjeng, Pariyem sudah melepaskan mahkota keperawanannya kepada
Kliwon mantan pacarnya saat pariyem masih tinggal di desa.
Hasil hubungan terlarang
antara Pariyem dan Den Bagus mengakibatkan kehamilan. Ini menjadi polemik dalam
keluarga nDoro Kanjeng ketika seluruh keluarga mengetahui kehamilannya
tersebut. Sidang keluarga pun digelar untuk menentukan nasib antara Den Bagus,
Pariyem, dan janin yang dikandungnya. Keluarga nDoro Kanjeng secara halus
meminta Pariyem untuk kembali ke kampung halamannya selama ia mengandung dan
segala kebutuhan hidup Pariyem beserta janinnya dipenuhi oleh majikannya.
Waktu pun berjalan, Pariyem
telah menjadi seorang ibu dari seorang anak perempuan bernama Endang. Saatnya
ia mengabdikan dirinya kembali di kediaman nDoro Kanjeng sedangkan anaknya
dirawat oleh keluarganya di Wonosari, Gunung Kidul. Kunjungan Pariyem ke
desanya dilakukan sebulan sekali, terkadang sendirian namun tak jarang pula
bersama nDoro Ayu dan nDoro Putri. Kehidupan Pariyem berjalan normal, ia
menjalani rutinitasnya sebagai pembantu seperti sedia kala.
Dalam menjalankan aktivitas
hidupnya, Pariyem yang beragama Katolik kerap kali memberikan pandangan dan
idenya tentang dosa dan hakikat agama.
EKSPRESIONISME
1. ALIRAN
ROMANTISME
Puisi Memuji Dikau Karya Amir Hamzah
Kalau aku memuji dikau, dengan mulut tertutup,
mata terkatup,
Sujudlah segalaku, diam terbelam, di dalam kalam asmara raya.
Turun kekasihmu, mendapatkan daku duduk bersepi, sunyi sendiri.
Dikucupnya bibirku, dipautnya bahuku, digantunginya leherku, hasratkan suara sayang semata.
Selagi hati bernyanyi, sepanjang sujud semua segala,
bertindih ia pada pahaku, meminum ia akan suaraku……………………
Dan,
Iapun melayang pulang,
Semata cahaya,
Lidah api dilingkung kaca,
Menuju restu, sempana sentosa.
Sujudlah segalaku, diam terbelam, di dalam kalam asmara raya.
Turun kekasihmu, mendapatkan daku duduk bersepi, sunyi sendiri.
Dikucupnya bibirku, dipautnya bahuku, digantunginya leherku, hasratkan suara sayang semata.
Selagi hati bernyanyi, sepanjang sujud semua segala,
bertindih ia pada pahaku, meminum ia akan suaraku……………………
Dan,
Iapun melayang pulang,
Semata cahaya,
Lidah api dilingkung kaca,
Menuju restu, sempana sentosa.
2. ALIRAN
IDEALISME
Candi Karya Sanusi Pane
Engkau menahan empasan kala,
Tinggal berdiri indah permai,
Tidak mengabaikan serangan segala,
Megah kuat tak terperai.
Engkau berita waktu yang lalu,
Masa Hindia masyur maju,
Dilayan putra bangsawan kalbu,
Dijunjung tinggi penaka ratu.
Aku memandang suka dan duka
Berganti-ganti di dalam hati,
Terkenang dulu dan waktu nanti.
Apa gerangan masa di muka
Jadi bangsa yang kucinta ini ?
Adakah tanda megah kembali ?
Engkau menahan empasan kala,
Tinggal berdiri indah permai,
Tidak mengabaikan serangan segala,
Megah kuat tak terperai.
Engkau berita waktu yang lalu,
Masa Hindia masyur maju,
Dilayan putra bangsawan kalbu,
Dijunjung tinggi penaka ratu.
Aku memandang suka dan duka
Berganti-ganti di dalam hati,
Terkenang dulu dan waktu nanti.
Apa gerangan masa di muka
Jadi bangsa yang kucinta ini ?
Adakah tanda megah kembali ?
3. ALIRAN
PSIKOLOGISME
Drama
Bila Malam Bertambah Malam karya Putu Wijaya
Drama Bila Malam
Bertambah Malam ini menceritakan seorang janda yang begitu membanggakan
kebangsawanannya. Ia hidup di rumah peninggalan suaminya. Gusti Biang adalah
janda almarhum I Gusti Rai seorang bangsawan yang dulu sangat dihormati karena
dianggap pahlawan kemerdekaan. Gusti Biang hanya tinggal bersama dengan Wayan,
seorang lelaki tua yang merupakan kawan seperjuangan I Gusti Ngurah Rai dan
Nyoman Niti, seorang gadis desa yang selama kurang lebih 18 tahun tinggal di
purinya. Sementara putra semata wayangnya Ratu Ngurah telah lima tahun
meninggalkannya karena sedang menuntut ilmu di pulau Jawa.
Sikap Gusti Biang yang masih ingin mempertahankan tatanan
lama yang menjerat manusia berdasarkan kasta, membuatnya sombong dan memandang
rendah orang lain. Nyoman Niti yang selalu setia melayani Gusti Biang, harus
rela menelan pil pahit akibat sikap Gusti Biang yang menginjak-injak harga
dirinya. Nyoman Niti sebenarnya ingin meninggalkan puri itu karena ia sudah
tidak sanggup menahan radang kemarahan terhadap Gusti Biang. Namun, niatnya
selalu urung manakala Wayan yang selalu baik, menghiburnya dan membujuknya
untuk bersabar dan tetap setia menjaga Gusti Biang demi cintanya pada Ratu
Ngurah. Nyoman Niti tak kuasa lagi menahan emosi yang bertahun-tahun ia pendam
manakala Gusti Biang benar-benar menindasnya. Gusti Biang menuduh Nyoman akan
meracuninya dengan obat-obatan. Akhirnya Nyoman Niti pun bergegas meninggalkan
puri itu. Wayan pun mencoba menahan kepergiannya tapi alangkah terkejutnya
Nyoman ketika Gusti Biang membacakan hutang alias biaya yang dikeluarkannya
membiayai Nyoman selama kurang lebih 18 tahun. Nyoman tidak menyangka Gusti
Biang setega itu padanya hingga akhirnya Nyoman pergi dengan berurai air mata
dalam suasana malam yang sunyi. Wayanpun
akhirnya juga diusir oleh Gusti Biang setelah bertengkar sengit tentang
persoalan Nyoman dan Ratu Ngurah; dan suami Gusti Biang. Setelah kejadian itu,
Ratu Ngurah datang dan bertengkar dengan Gusti Biang begitu mengetahui Nyoman
telah pergi.
Konflik semakin tajam mengenai persoalan bedil. Ngurah dan
Gusti Biang meminta Wayan mengembalikan bedil yang akan dibawanya pergi, karena
bedil itu adalah peluru yang bersarang di tubuh Gusti Ngurah. Wayan akhirnya
mengungkapkan bahwa dialah yang menembak Gusti Ngurah yang menjadi pengkhianat.
Wayan juga mengemukakan kenyataan bahwa dialah ayah kandung Ratu Ngurah.
Wayanlah yang selalu memenuhi tugas sebagai suami bagi istri-istri I Gusti
Ngurah Ketut Mantri yang berjumlah lima belas karena Gusti Ngurah seorang
wandu. Wayan pun menyuruh Ngurah pergi mengejar cintanya yaitu Nyoman Niti. Ia
juga mengingatkan cinta yang tak sampai antara dirinya dan Gusti Biang hanya
karena perbedaan kasta yang membuat keduanya begitu menderita. Hubungan Ratu
Ngurah dan Nyoman akhirnya direstui oleh Gusti Biang.
4. ALIRAN
MISTISISME
Sebab Dikau, Puisi Nyanyi Sunyi karya
Amir Hamzah
Kasihkan
hidup sebab dikau
Segala kuntum mengoyak kepak
Membunga cinta dalam hatiku
Mewangi sari dalam jantungku
Segala kuntum mengoyak kepak
Membunga cinta dalam hatiku
Mewangi sari dalam jantungku
Hidup seperti mimpi
Laku lakon di layar terkelar
Aku pemimpi lagi penari
Sedar siuman bertukar-tukar
Laku lakon di layar terkelar
Aku pemimpi lagi penari
Sedar siuman bertukar-tukar
Maka
merupa di datar layar
Wayang warna menayang rasa
Kalbu rindu turut mengikut
Dua sukma esa-mesra
Wayang warna menayang rasa
Kalbu rindu turut mengikut
Dua sukma esa-mesra
Aku
boneka engkau boneka
Penghibur dalang mengatur tembang
Di layar kembang bertukar pandang
Hanya selagu, sepanjang dendang
Penghibur dalang mengatur tembang
Di layar kembang bertukar pandang
Hanya selagu, sepanjang dendang
Golek gemilang ditukarnya
pula
Aku engkau di kotak terletak
Aku engkau di kotak terletak
Aku boneka engkau boneka
Penyelang dalang mengarak sajak.
Penyelang dalang mengarak sajak.
5. ALIRAN
SURREALISME
Novel Aki karya Idrus
Penyakit TBC yang di
idap Aki menyebabkan seperti orang yang sudah tua. Dalam usia yang baru berumur
29 tahun, lelaki kurus kering ini tampak seperti berumur 42 tahun. Biasanya,
keadaan orang seperti itu di sebabkan masa mudanya yang habis dengan main
perempuan jahat. Selain itu, bentuk tubuhnya yang bongkok membuat Aki menjadi
bahan tertawaan yang mengasyikan. Akan tetapi, ternyata hal itu tak di lakukan
teman-temannya di kantor. Bahkan, mereka sangat hormat kepada orang yang di
mata mereka adalah orang yang berhati lurus dan bertingkah wajar.
Penyakit
TBC yang di derita Aki itu suatu ketika mencapai titik kritis. Puncaknya adalah
ketidak bernafasan Aki untuk beberapa saat. Sebagai istri setia, Sulasmi
terkejut melihat kenyataan yang menimpa suaminya. Ia kalap. Akan tetapi, tak
lama kemudian suaminya siuman, bahkan sebuah senyuman tersungging di bibirnya.
Di antara senyuman itu, Aki mengatakan dengan pasti bahwa ia akan mati pada
tanggal 16 Agustus tahun depan. Ia berharap Sulasmi mau menydiakan segala
perlengkapan yang di perlukan untuk menghadapi kematiannya itu.
Rekan-rekan
Aki di kantor menganggap lelaki itu gila. Tidak terkecuali anggapan kepala
kantornya. Ia yang sudah merencanakan kenaikan pangkat dan gaji Aki, tidak
percaya kepada omongan pegawai kesayangannya itu. Di selidikinya tingkah laku
lelaki itu, tetapi Aki memang tidak gila. “Di sini didapatinya Aki sedang
bercakap-cakap dengan bawahannya tentang pekerjaan. Sep itu seketika lamanya
memperhatikan cakap Aki, di perhatikannya pekerjaan Aki yang sedang terbentang
di atas meja. Pekerjaan itu tiada cacatnya”.
Hari
kematian yang di katakana Aki telah tiba. Semua orang bersiap-siap. Akbar dan
Lastri, anak-anak Aki, meminta izin tidak sekolah. Pegawai-pegawai kantor
menghiasi mobil dengan bunga-bungaan. Kepala kantor berlatih menghapalkan
pidato yang kelak akan di bacakan di kubur Aki. Lelaki itu sendiri memakai
pakaian terbagus yang di milikinya untuk menyambut Malaikatul maut yang akan
menjumpainya pukul tiga sore nanti.
Ketika
pukul tiga telah lewat, Sulasmi memberanikan diri untuk melihat suaminya. Di
lihat mata suaminya yang tertutup rapat. Lalu, di panggilnya nama Aki
berulang-ulang, tetapi tak ada jawaban. Dengan di iringi tangis, Sulasmi
berlari ke luar kamar untuk menemui orang-orang yang menungguinya. Tahulah para
penunggu itu bahwa Aki telah meninggal. Saling berebut mereka masuk ke kamar
Aki. Akan tetapi, mereka terkejut dan berlarian dari kamar ketika melihat Aki
sedang merokok. “Tiada seorang pun yang berani mengatakan, apa yang di lihat
mereka dalam kamar itu. Mereka puntang-panting lari meninggalkan rumah Aki. Dan
yang belum masuk kamar, karena keinginan hendak tahu yang amat besar,
menjulurkan kepalanya juga, tapi segera pun mereka lari puntang-panting keluar.
Sehingga akhirnya semua pegawai itu pun meninggalkan rumah Aki secepat
datangnya”.
Sulasmi
bersyukur bahwa Aki tidak mati. Ternyata, Aki hanya tertidur dan terbangun
karena keributan pegawai-pegawai teman sekantornya.
Entah
mengapa, sejak peristiwa itu Aki selalu terlihat sehat. Ia tampak lebih muda
dari usia yang 42 tahun. Lalu, sebagai pengganti kepala kantor yang telah
meninggal tiga tahun yang lalu, ia terlihat atraktif. Bahkan, Aki kembali
bersekolah di fakultas hukum, bergabung dengan mahasiswa-mahasiswa yang usianya
jauh di bawah Aki. Tentang hidup? Lelaki yang telah sembuh dari penyakit TBC
ini ingin hidup lebih lama lagi. Ia ingin hidup seratus tahun lagi. Separuh
hidupnya akan di abdikan sebagai pegawai dan separuh hidupnya lagi akan di
pergunakan sebagai akademikus.
6. ALIRAN
SIMBOLISME
Dengarkanlah Keluhan Pohon Mangga karya Maria Amin
Dari tangan manusia aku diletakkan ke dalam lubang dan ditimbun dengan
tanah. Setelah terpendam dalam tempat yang kelam itu aku ingin melihat ke luar,
kalau ada tempat yang lain, kuharapkan sinar terang. Aku ingin, hasrat melihat
di luar tempat kediamanku yang sempit ini. Dalam hati selalu berharap dan
bertanya mungkinkah ada yang lain, selain dari dunia ini? Sebulan ku terpekur
dalam tempat yang gelap itu.
Sebulan sebenamya lama benar aku menunggu hasrat hati yang hendakkan sinar matahari. Sebulan aku terpekur, mundur maju hatiku, melihat kesangsian yang akan kupastikan kelak. Jika ada dunia yang baik, di balik dunia ini, memang itu yang kuharapkan. Jika di balik dunia ini celaka juga yang kuderitakan sebagai sekarang ini... akh... nasibku benar rupanya yang menjadi suratan badan. Dari sehari ke sehari bertambah ingin aku melihat cahaya matahari dan merasakan ni'mat sinar.
Dua minggu badan setinggi jengkal. Dengan batangku yang kaku dan masih muda itu, kulihat ke kiri ke kanan dengan congkak, kalau-kalau ada yang melebihiku. Dalam hatiku timbul takabur.
Matahari itu akan kucapai dan kuserang. Aduh... aku hampir kecewa sebab di sebelahku batang pinang yang ramping, melambai daunnya diembus angin mengorakkan daun. Daun yang rampak itu mengejekkan daku, bertepuk-tepuk ke sana kemari hina rendah memandangku. la, tentu ia... akan dahulu mencapai langit dan memberi salam kepada matahari si Ratu Sinar itu. Aku, ... tentu kecewa. Malu aku, rasakan ta' mau berdampingan dengan pohon pinang itu. Tetapi ya..., akan masuk ke dalam lagi, ke tempat yang lama aku ta sanggup lagi. Batang dan daun yang lembut ini ta dapat mencocokkan diri ke dalam tempat yang lama itu; hidupku yang baru ini ta' dapat sesuai lagi di lubang sempit gelap kelam itu.
Akan tumbuh melebihi pohon pinang... ? akh, rasanya ta mungkin, awak yang tinggi sejengkal kawan telah beratus kali lebih tinggi dariku. Jangan saja datang angin keparat meniup batangnya, yang ramping itu Pohon pinang musuh hidupku itu selalu melempar dengan buahnya yang telah busuk mengancam hidupku. Sekali,... hampir benar kena pucukku yang muda itu,... untung masih ada nasib akan hidup panjang. Dengan kemalu-maluan kucoba juga membabarkan dua helai daunku, tetapi tentu ta' setanding dengan daun pinang itu. Setahun... dua tahun... ke enam tahunnya.
Sebulan sebenamya lama benar aku menunggu hasrat hati yang hendakkan sinar matahari. Sebulan aku terpekur, mundur maju hatiku, melihat kesangsian yang akan kupastikan kelak. Jika ada dunia yang baik, di balik dunia ini, memang itu yang kuharapkan. Jika di balik dunia ini celaka juga yang kuderitakan sebagai sekarang ini... akh... nasibku benar rupanya yang menjadi suratan badan. Dari sehari ke sehari bertambah ingin aku melihat cahaya matahari dan merasakan ni'mat sinar.
Dua minggu badan setinggi jengkal. Dengan batangku yang kaku dan masih muda itu, kulihat ke kiri ke kanan dengan congkak, kalau-kalau ada yang melebihiku. Dalam hatiku timbul takabur.
Matahari itu akan kucapai dan kuserang. Aduh... aku hampir kecewa sebab di sebelahku batang pinang yang ramping, melambai daunnya diembus angin mengorakkan daun. Daun yang rampak itu mengejekkan daku, bertepuk-tepuk ke sana kemari hina rendah memandangku. la, tentu ia... akan dahulu mencapai langit dan memberi salam kepada matahari si Ratu Sinar itu. Aku, ... tentu kecewa. Malu aku, rasakan ta' mau berdampingan dengan pohon pinang itu. Tetapi ya..., akan masuk ke dalam lagi, ke tempat yang lama aku ta sanggup lagi. Batang dan daun yang lembut ini ta dapat mencocokkan diri ke dalam tempat yang lama itu; hidupku yang baru ini ta' dapat sesuai lagi di lubang sempit gelap kelam itu.
Akan tumbuh melebihi pohon pinang... ? akh, rasanya ta mungkin, awak yang tinggi sejengkal kawan telah beratus kali lebih tinggi dariku. Jangan saja datang angin keparat meniup batangnya, yang ramping itu Pohon pinang musuh hidupku itu selalu melempar dengan buahnya yang telah busuk mengancam hidupku. Sekali,... hampir benar kena pucukku yang muda itu,... untung masih ada nasib akan hidup panjang. Dengan kemalu-maluan kucoba juga membabarkan dua helai daunku, tetapi tentu ta' setanding dengan daun pinang itu. Setahun... dua tahun... ke enam tahunnya.
Pohon pinang yang ramping permai melenggang lenggok dengan daunnya, bersorak-sorai menimbulkan in hatiku. Sombong nian pohon itu congkak-melagak. Melenggang sepanjang hari. Riang girang bersorak-sorai selama waktu. Ta' tentu alam kelam dan panas tenk, hujan petir guruh-gemuruh. Dalam hati terbit ingin bertalu-talu iri cemburu melihat teman digantungi bola emas meluyut di bahu. Beberapa seluk anggotaku terpaksa kutanggalkan. Kutolak hidupnya. Jatuh ke bumi. Kering kuning, daun yang hijau berserak di bawah. Gundul aku oleh nasib yang dibikin-bikin ini.
Merangai* tabi'atku memaksa hidup seperti ini. Batangku seakan-akan ta' sudi menerima air hujan Kupilih hidup begini dalam musim kehausan. Lesu letih sekujur tubuhku. Pada pohon pinang tadi jangan dikatakan lagi maluku, ta' dapat dibandingkan. Sebab padanya tidak dia semerangai ini. Beberapa kali aku menanggung hidup yang diayun, diempas, berjuang sengsara.
Sejak dari tangan manusia sampai ke dalam tanah dan terus pula menjadikan buah. Napas sebuah-sebuah, hampir ta' sanggup menderita tiap-tiap perubahan hidupku ini. Merana hidupku.
Pada beberapa ranting kecil-kecil menjulur putik. Inikah yang dikatakan menjadi buah, sebagai pohon pinang dengan pinangnya? Beginikah yang dirasai oleh pohon pinang itu sebagai kurasai sekarang ini?
O Tuhan, kalau pohon mangga pandai berbicara tentu dia akan bercerita apa yang telah dideritanya waktu tumbuhnya. Ahli filsafat dan orang pandai-pandai hanya dapat mengetahui hidupnya itu dan mengerti keluhan pohon mangga tadi.
0 Response to "Contoh Aliran-Aliran Sastra"
Posting Komentar